Oleh: Ummu Rufaida
(Kontributor Media & Aktivis Dakwah)
Kekalahan Trump pada pemilu yang berlangsung pada 03/11, terpaut 4% suara dengan lawan politiknya. Joe Biden yang diusung oleh partai Demokrat, akhirnya berhasil mengambil alih kekuasaan gedung putih. Ia pun disinyalir akan merubah sejumlah kebijakan politik luar negeri AS, terkait Palestina dan Timur Tengah.
Seperti yang disampaikan oleh Kamala Harris saat wawancara dengan Arab American News, Kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat Joe Biden akan mencabut sejumlah kebijakan kontroversial Presiden Donald Trump terkait Palestina dan Timur Tengah, (sindonews.com, 06/11)
Bahkan, Harris menegaskan akan terjadi perubahan besar dalam pemerintahan Biden dari era Trump, yang membuat AS menyimpang dari posisi tradisionalnya sehingga lebih berpihak pada pemerintah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
“Kami berkomitmen pada solusi dua negara, dan kami akan menentang setiap langkah sepihak yang merusak tujuan itu. Kami juga akan menentang aneksasi dan perluasan pemukiman,” ungkap Harris, dilansir Memo (sindonews.com, 06/11)
Namun, apakah kemenangan Biden akan benar-benar membawa angin segar bagi Palestina? Ataukah hanya pemanis janji kampanye politik?
SISTEM DEMOKRASI BUKAN TEMPAT MENGGANTUNGKAN HARAPAN
Janji manis kampanye ini nyatanya disambut baik oleh Presiden Palestina, Mahmoud Abbas. Dalam ucapan selamat yang Ia berikan kepada Joe Biden dan Kamala Harris, pihaknya mengharapkan dapat bekerja dengan pemerintahan AS yang mendatang.
Dengan naiknya Joe Biden sebagai pemimpin, ia pun berharap hubungan Palestina-Amerika akan membaik, mencapai kebebasan, kemerdekaan, keadilan, dan martabat bagi rakyatnya. (Eramadani.com, 11/11)
Bahkan Indonesia pun terbius oleh janji manis kampanye Biden – Harris. Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, Senin (9/11), menuturkan: “Mungkin Biden akan lebih ramah terhadap Islam. Termasuk pada Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar di dunia,” ujarnya
Sungguh, jauh panggang dari api. Dalam sistem kapitalisme, sudah menjadi rahasia umum bahwa kampanye hanyalah alat untuk mengumpulkan suara. Jika sudah menjabat, rakyat tak lagi mampu menagih janji kampanye. Sebab begitulah wajah asli demokrasi kapitalisme, semua atas asas manfaat dan kepentingan semata. No free lunch
Maka, mustahil janji kampanye presiden terpilih AS akan diwujudkan. Bagaimana pun, semua arah kebijakan AS pasti akan selalu berwatak kolonialis, menjajah negeri-negeri kaum Muslimin demi meraup keuntungan politis. Yang berbeda hanyalah style dan pendekatannya saja, Trump terkenal dengan hard power, sedangkan Biden lebih dengan soft power.
Jadi, meskipun pergantian rezim dilakukan berkali-kali, selama sistem demokrasi kapitalisme yang bercokol, takkan mampu mengubah arah kebijakan politik luar negeri AS. Oleh karenanya, jelas bahwa demokrasi kapitalisme bukanlah tempat untuk menggantungkan harapan atas kondisi Muslim Palestina maupun dunia.
Hanya Khilafah yang Layak Jadi Harapan
Khilafah merupakan sistem pemerintahan yang turun berdasarkan wahyu. Telah teruji hingga 13 abad mampu menjadi negada adidaya dan menguasai dunia tanpa penindasan. Darinya, lahirnya peradaban mulia yang menghasilkan tatanan hidup sempurna.
Sistem khilafah meniscayakan lahirnya sebuah aturan adil untuk semua warga, termasuk non-muslim. Inilah satu-satunya sistem yang layak jadi harapan kaum muslim, termasuk dalam penyelesaian konflik Palestina – Israel. Terbukti dalam sejarah, Khilafah mampu mempertahankan tanah Palestina dari bidikan Negara-negara kafir penjajah.
Sungguh tak layak bagi seorang Muslim berharap pada sistem demokrasi kapitalisme. Sebab ia adalah sistem kufur yang bertentangan dengan Islam. Maka, pasti kemenangan Biden takkan mampu membawa angin segar bagi muslim Palestina maupun dunia. []