“Kembali Sekolah” ditengah Wabah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ghazi Ar Rasyid (Member Pena Muslimah Cilacap)

Jakarta, CNN Indonesia — Federasi Serikat Guru Indonesia khawatir siswa dan guru menjadi korban wabah covid-19 atau virus corona jika rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuka sekolah pertengahan Juli diputuskan.
Kekhawatiran tersebut datang dari Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan. Ia meragukan koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang terlihat tak sinkron dalam penanganan corona.
“Kalau ingin membuka sekolah di tahun ajaran baru, oke itu kabar baik. Tapi [datanya] harus betul-betul [tepat], mana [daerah] yang hijau, kuning, merah,” tuturnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Sabtu (9/5).

Ia menjelaskan pembukaan sekolah harus disinkronkan dengan data kasus dan penyebaran corona di setiap daerah. Jangan sampai, lanjutnya, ketika siswa dan guru kembali beraktivitas ternyata wilayah tersebut dalam pengawasan. Menurut Satriwan ini bisa saja terjadi mengingat pemerintah pusat dan daerah kerap memegang data yang berbeda-beda. Belum lagi berkaca pada komunikasi tak sinkron antar pemerintah pusat dan pemda belakangan.

“Nah saya khawatir karena koordinasi pemerintah buruk yang korban nanti sekolah, nanti siswa dan guru loh,” ujarnya. Lebih lanjut ia pun menilai ada beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan Kemdikbud terkait pembukaan sekolah. Misalnya mengatur teknis penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Satriwan mengingatkan tahun ajaran baru tak mungkin terlaksana tanpa adanya PPDB. Dan belajar dari tahun-tahun sebelumnya, sekolah kerap menerima antrian orang tua siswa baru meskipun pendaftaran dilakukan daring.

Kemdikbud juga mesti memperhatikan infrastruktur pendukung penanganan corona di sekolah. Artinya sebelum sekolah dibuka, perlengkapan seperti sabun cuci, hand sanitizer dan masker harus disiapkan. Menurutnya sekolah bahkan perlu memiliki alat pelindung diri (APD) di tiap Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Ini untuk memastikan petugas UKS terlindungi ketika ada kasus gejala corona pada siswa atau guru.

Sebelumnya, Kemdikbud menyatakan berencana membuka kembali ke sekolah pada pertengahan Juli 2020. Namun ini hanya berlaku untuk sekolah di daerah yang sudah aman corona. Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid mengatakan kegiatan sekolah harus mengikuti protokol kesehatan di kawasan institusi pendidikan.

Terkait hal ini, Pelaksana Tugas Deputi IV KSP Bidang Komunikasi Politik Juri Ardiantoro menegaskan pembukaan kembali sekolah ada di tangan Presiden Joko Widodo. Jokowi bakal memutuskan hal tersebut jika sudah mendapat masukan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Menteri Koordinator PMK, Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Ide sekolah dibuka kembali merupakan bagian dari upaya pemulihan kondisi sosial ekonomi. Sayangnya, ide ini dilakukan tanpa diiringi pemastian bahwa virus tidak lagi menyebar dan mereka yang terinfeksi sudah diisolasi. Faktanya, untuk memastikan siapa yang terinfeksi (melalui tes masal dan PCR) saja belum dilakukan. Dengan alasan kekurangan alat selalu mengemuka, padahal ini merupakan hal yang sangat penting demi menjaga kesehatan masyarakat dan mencegah munculnya korban kembali.

Pandemi Coviid-19 ini telah berhasil mengganggu seluruh aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di berbagai negara penjuru dunia. Bahkan pandemi Covid-19 ini pun telah berhasil mengganggu aktivitas pendidikan, terutama di Indonesia. Akhirnya Work From Home (WFH) pun menjadi satu – satunya jalan untuk memutus mata rantai penyebaran virus Coovid-19 ini. Bahkan Kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh pun menjadi aktivitas yang terpaksa harus dilakukan oleh para pelajar. Sehingga para orang tua memiliki peran baru dlam bidang pendidikan, yakni menjadi guru untuk anaknya dimasa pandemi ini.

Tak jarang banyak anak yang merasa bosan belajar dirumah, mereka merindukan kegiatan bermain dan belajar mengajar disekolah. Karena orang tua yang berperan menjadi guru dirumah sering kali taksabar ketika mengajari anan-anaknya. Terlebih lagi bagi para siswa yang tinggal di daerah pedalaman atau jauh dari kota, mereka membutuhkan jaringan internet untuk mengakses tugas yang diberikan oleh para guru.

Memang kebijakan ini dilakukan untuk membantu membangkitkan masalah perekonomian yang mulai carut marut. Tentu saja hal ini berkaitan erat dengan pemulihan aktivitas sosial ekonomi karena pandemi Covid-19 ini. Hal yang masih menjadi pertanyaan adalah, bagaimana pemerintah berani berencana membuka kembali pasar, mall bahkan sekolah jika belum memastikan bahwa Covid-19 sudah tidak ada???

Kebijakan yang ada dalam sistem kapitalisme yang sekrang diterapkan memang tidak menjadikan kondisi rakyat sebagai pertimbangan. Semua keputusan yang ada dipertimbangkan hanya berdasarkan kepentingan penguasa saja. Padahal sudah jelas keputusan yang diambil dapat membahayakan seluruh masyarakat. Beginilah jika penguasa tidak memahami kondisi yang terjadi. Dengan gampangnya menetapkan kebijakan tanpa melihat dampak yang akan ditimbulkan nantinya. Sudah terlihat jelas hasil dari kesombongan, keserakahan dan kebodohan dari manusia lemah yang tak mau mentaati peraturan yang sudah jelas dari Allah Ta’ala.

Berbeda dengan Penguasa Islam, semua kebijakan yang dikeluarkan oleh khalifah dipertimbangkan berdasarkan kemaslahatan umat. Khalifah akan mengeluarkan kebijakan untuk menangani masalah wabah dengan serius, sekalipun masalah perekonomian negara sedikit terganggu. Dan pemulihan aktivitas sosial, ekonomi, politik bahkan pendidikan bisa ditangani kembali, ketika sudah dipastikan wabah benar benar sudah tidak ada. Karena penguasa Islam lebih mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan tiap umat. Mereka sangat paham bahwa amanah yang sedang mereka emban kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.

Wallahu a’lam Bishawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *