Kelangkaan Air Bersih Tanggung Jawab Siapa?
Oleh Siti Muksodah
Ekonom senior yang merupakan mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia tidak hanya terjadi karena pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Melainkan juga akibat kebiasaan sehari-hari kebutuhan terhadap air kemasan, seperti galon. “Selama ini secara tidak sadar itu sudah menggerus income kita secara lumayan dengan style kita yang mengandalkan semua kepada air galon, air botol dan segala macamnya,” kata Bambang dikantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). (cnbcindonesia.com, 31/08/2024).
Faktanya pemerintah tidak mampu menyediakan fasilitas air siap minum di tempat-tempat umum, sehingga masyarakat tidak bisa mengkonsumsinya. Artinya masyarakat mengkonsumsi air kemasan karena tidak ada pilihan lain karena pemerintah telah gagal menyediakan air siap minum yang aman di tempat-tempat umum, tutup Anthony Budiawan. (moneytalk.id,01/09/2024).
Dua berita diatas cukup dijadikan bukti nyata bahwa masih ada kelangkaan air bersih saat ini. Sedangkan pemerintah belum ada solusi conprehensive yang dapat menyelesaikan masalah mebutuhan air bersih. Yang ada justru memperlihatkan pemerintah gagal dalam menyediaan air bersih siap minum.
Ketika musim kemarau datang maka rakyat akan semakin mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Jikapun ada air bersih, untuk mendapatkannya rakyat harus mengeluarkan uang (membeli air) dalam bentuk kemasan/isi ulang. Dan itu berdampak tambahan beban pengeluaran rakyat serta menjadikan kelompok menengah menjadi miskin. Padahal air adalah kebutuhan primer sangat vital. Namun sekarang sumber daya air telah dikapitalisasi. Keberadaan air bersih yang seharusnya dikelola oleh negara justru pengelolaannya di berikan kepada pihak swasta (para kapital). Dan pihak swasta akan mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat dari penjualan air bersih ketika musim kemarau tiba. Inilah bukti nyata bahwa saat ini sistem yang di terapkan adalah sistem kapitalis sebab semua dikomersilkan/dikapitalisasi termasuk sumber daya air.
Berbeda ketika negara menerapkan sistem islam. Negara/khilafah akan memberikan solusi yang conprehensive. Karena ketersediaan air merupakan salah satu tanggung jawab negara. Yang seharusnya diberikan dengan harga murah atau bahkan gratis untuk mencukupi kebutuhan rakyat. Negara juga akan mengatur dengan seksama agar air yang tersedia adalah air yang layak untuk memenuhi kebutuhan manusia bahkan layak dikonsumsi. Khilafah mendorong adanya inovasi pengelolaan air agar layak dan aman dikonsumsi. Selain itu negara akan mengatur perusahaan yang mengemas air agar keberadaannya tidak membuat rakyat susah mendapatkan haknya, karena air adalah milik umum.
Semua itu dilakukan oleh seorang pemimpin/kholifah dengan sadar bahwa kelak di akhirat akan di minta pertanggung jawaban di hadapan Alloh SWT. Kesadaran tersebut muncul karena keimanan. Keimanan yang kuat dan kokoh akan membuat pemimpin tidak berbuat sesuka hati. Segala kebijakan/peraturan harus berdasarkan hukum syarak yaitu Al quran dan as sunah sebagai pedoman hidup.
Rasulullah bahwa “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Wallahu’alam Bish-shawwab