Kekerasan Terhadap Anak Terus Terjadi, Islam Punya Solusi
Hamnah B. Lin
Kontributor Suara Inqilabi
Dilansir oleh DataIndonesia.id tanggal 23/2/2024 bahwa kasus kekerasan terhadap anak masih marak terjadi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan, ada 16.854 anak yang menjadi korban kekerasan pada 2023. Bahkan, anak korban kekerasan tersebut dapat mengalami lebih dari satu jenis kekerasan. Tercatat, ada 20.205 kejadian kekerasan yang terjadi di dalam negeri pada 2023.
Berbagai kekerasan tersebut tak hanya secara fisik, tapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi. Jenis kekerasan yang paling banyak terjadi di tanah air sepanjang tahun lalu yakni kekerasan seksual. Jumlahnya mencapai 8.838 kejadian. Lalu, jumlah kekerasan fisik terhadap anak tercatat sebanyak 4.025 kejadian. Ada pula 3.800 kekerasan psikis pada anak yang terjadi pada 2023.
Ada pula 955 kejadian penelantaran anak sepanjang tahun lalu. Kemudian, eksploitasi terhadap anak tercatat sebanyak 226 kejadian. Sedangkan, kejadian anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia ada 195. Sementara, 2.166 jenis kekerasan dalam bentuk lainnya sepanjang tahun lalu.
Sungguh miris, angka yang cukup tinggi atas kasus kekerasan terhadap anak, angka di atas pun hanya yang terlaporkan, kemungkinan masih banyak kasus serupa yang tidak terlaporkan. Terus berulangnya kasus kekerasan terhadap anak hingga mencapai angka ribuan kasus muncul pertanyaan, apa yang menjadi akar masalahnya dan siapa yang bertanggungjawab atas hal ini?
Menurut KPAI, ada tujuh penyebab maraknya kekerasan pada anak, di antaranya budaya patriarki, penelantaran anak, pola asuh, rendahnya kontrol anak, menganggap anak sebagai aset dari orang tua, kurangnya kesadaran melaporkan anaknya tindakan kekerasan, pengaruh media dan maraknya pornografi, disiplin identik dengan kekerasan, serta merosotnya moral.
Di luar dari tujuh sebab yang dikemukakan KPAI, faktor terbesar penyebab kekerasan pada anak terjadi sesungguhnya ialah akibat sistem sekuler yang diterapkan hari ini. Paradigma sekuler yang tidak menjadikan Islam sebagai standar dan dasar dalam mendidik, mengakibatkan anak tumbuh dengan kepribadian yang jauh dari ketakwaan. Rasa takut, rasa senantiasa diawasi oleh Allah sebagai modal dasar ketakwaan seseorang untuk bisa jauh dari melakukan kemaksiatan telah luntur bahkan hilang dalam pribadi, masyarakat bahkan negara meskipun mereka mengatakan saya adalah muslim. Karena sistem sekuler telah memisahkan antara urusan kehidupan dengan ranah Sang Pencipta. Sehingga saat melakukan kekerasan terhadap anak pun, karena faktor ekonomi, seseorang ini telah mengedepankan nafsu dan akal dia semata, tanpa mengaitkan akan keberadaan Allah Yang Maha Mengawasi, Allah Yang Maha Kaya, Allah Yang Maha Pemberi Rizky.
Suasana, kondisi bahkan sistem sekulerisme hari ini sungguh begitu jauh dengan Islam. Dalam pandangan Islam anak adalah aset berharga amanah dari Sang Pencipta sebagai penerus masa depan yang akan membangun peradapan manusia. Islam meletakkan perhatiannya secara penuh dalam mewujudkan generasi cerdas dan berkualitas, baik secara akademis, emosional, dan spiritual.
Dalam Islam, terdapat tiga pihak yang berkewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak. Pertama, keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan ibu harus bersinergi mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah Taala.
Kedua, lingkungan. Dalam hal ini masyarakat berperan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat adalah pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat akan terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapa pun. Budaya amar makruf inilah yang tidak ada dalam sistem sekuler kapitalisme.
Ketiga, negara sebagai peran kunci mewujudkan sistem pendidikan, sosial, dan keamanan dalam melindungi generasi. Dalam hal ini, fungsi negara adalah memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap anak. Negara juga menerapkan sistem sanksi Islam. Sepanjang hukum Islam ditegakkan, kriminalitas jarang terjadi. Ini karena sanksi Islam memberi efek jera bagi pelaku sehingga tidak akan ada cerita kasus kejahatan atau kekerasan berulang terjadi.
Peran tiga pilar yakni keluarga, masyarakat dan negara amatlah berperan penting untuk menjaga tegaknya seluruh hal terkait penjagaan terhadap anak dan keluarga. Maka perjuangan untuk menshalihakan tiga pilar ini hanya bisa dilakukan oleh sebuah institusi negara yang bernama Khilafah Islamiyah dengan metode Rasulullah saw.. Mari wujudkan bersama tegaknya sistem Islam agar membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam bish-shawwab.