Kejut Listrik Pada Musim Pandemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : AbuMush’ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)

Polemik tentang dugaan kenaikan tarif listrik mencuat kembali. Masyarakat bertanya-tanya mengapa tagihan listrik akhir-akhir ini semakin membengkak. Bahkan ada yang membengkak hingga 4 kali lipat.

Mereka menduga ada kesengajaan tarif listrik dinaikkan. Mengetahui dugaan tersebut PLN menyampaikan pendapatnya.

“Pada intinya bahwa PLN itu tidak melakukan kenaikan tarif karena tarif itu adalah domain pemerintah. Kan sudah ada UU yang diterbitkan pemerintah melalui Kementerian ESDM. Jadi PLN tidak akan berani karena itu melanggar UU dan melanggar peraturan dan bisa dipidana bila menaikkan tarif,” ujar Bob Saril, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, dalam konferensi pers bertajuk ‘Tagihan Rekening Listrik Pascabayar’ Sabtu (detiknews, 9/6).

Lebih lanjut lagi seperti dikutip dalam CNBC Indonesia (6/6) Bob mengatakan bahwa masyarakat yang tagihannya mengalami kenaikan bukan karena manipulasi atau kenaikan tarif melainkan karena pembatasan sosial.

“Setelah ada PSBB tentu saja kegiatan di rumah lebih banyak, belajar dari rumah menggunakan fasilitas internet yang membutuhkan listrik. Bapak-bapak kerja juga dari rumah membutuhkan listrik. Lalu AC juga, sehingga mengakibatkan kenaikan pada bulan selanjutnya,” jelasnya.

Melihat polemik ini tentu kedua belah pihak memiliki pandangan masing-masing tentang membengkaknya tarif listrik. Problem utamanya adalah mampukah masyarakat bertahan setelah mengalami banyak pengeluaran di tengah pandemi?

Seperti diketahui bersama penyebaran corona semakin masif di tengah masyarakat sedangkan angka pengangguran terus bertambah. Angka Covid-19 sempat menembus 1.000 kasus dalam sehari. Dan kemudian menyentuh angka di atas 33.000 (Visimuslimnews.org, 9/6).

Dan juga telah jamak diketahui betapa susahnya mencari penghasilan. Tingginya angka PHK berbanding lurus dengan menurunnya kemampuan konsumen untuk membeli barang dari penjual atau pedagang.

Jika ini terus terjadi diduga angka kemiskinan angka bertambah, krisis moneter bisa saja terjadi dan banyak orang tak mampu membayar tagihan listriknya yang terus membengkak. Padahal dalam pandangan sistem Islam, listrik dan hajat hidup masyarakat itu harusnya menjadi tanggung jawab penguasa.

Masyarakat mempunyai hak untuk menikmati itu secara gratis. Listrik, air, sandang, pangan dan papan wajib disediakan oleh penguasa.

Jika tidak bisa disediakan, penguasanya berdosa. Tentu pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mendapatkan dana untuk menyokong semua keperluan tersebut. Tentunya Islam punya solusinya yakni pengalihan pengelolaan sumber daya alam dari tangan kapitalis ke tangan negara.

Ada 300an daerah tambang nasional yang bila dinasionalisasi akan memudahkan penguasa dalam mengayomi masyarakatnya. Akan ada dana yang berlimpah untuk melakukan lock down tanpa pembatasan sosial sehingga mata rantai penyebaran virus bisa diputus.

Akan ada banyak dana untuk rakyat agar bisa mendapatkan bahan makanan, pakaian dan rumah untuk berteduh. Tak ada tagihan listrik dan air karena semua disubsidi penuh oleh negara. Tak ada PHK karena ada dana untuk membuka lapangan pekerjaan.

Semua itu hanya bisa terjadi ketika negara memilih sistem Islam dan menjauhi sistem sekuler. Sistem sekuler hanya melayani rakyat yang mampu bayar saja. Bagi yang tak mampu tak akan dilayani.

Begitu lah konsekuensi hidup dalam sistem sekuler. Dan masyarakat perlu hijrah ke Sistem Islam agar bisa hidup lebih sejahtera tanpa tagihan-tagihan yang membengkak dan tanpa PHK massal. []

Bumi Allah SWT, 9 Juni 2020

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *