Kedaulatan Negara Dipertaruhkan, Natuna Menjadi Rebutan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Asha Tridayana, S.T.

 

Bagi kita, Natuna sudah tak terdengar asing lagi. Sejak tahun 2017, Indonesia telah mengubah batas wilayah perairan sebelah utara Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) menjadi Laut Natuna Utara. Namun, keberadaannya kerap menjadi sengketa. Karena wilayah Laut Natuna memiliki potensi sumber daya alam yang sangat melimpah, baik hasil laut maupun hasil tambangnya. Hal ini jelas sangat menggiurkan bagi negara-negara yang berbatasan langsung. Maka tidak dapat dipungkiri jika China tengah bersaing dengan Amerika dan berusaha mengklaim wilayah Natuna. Perebutan wilayah tersebut, tentunya akan berdampak pada masyarakat Indonesia, terutama warga setempat wilayah Natuna. Oleh karena itu, Indonesia perlu bersikap tegas atau konsekuensinya kedaulatan negara dan kehidupan warga akan dipertaruhkan.

Seperti yang telah dikhawatirkan, belum lama ini China menuntut Indonesia untuk menyetop pengeboran minyak dan gas bumi (migas) di rig lepas pantai Laut Natuna Utara. Melalui surat dari Diplomat China kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan jika lokasi pengeboran berada di wilayah yang diklaim milik China. Masalah tersebut telah berlangsung sejak awal tahun tetapi belum ada jalan keluar, hingga terjadi ketegangan antara China dan Indonesia.

China memiliki klaim yang luas atas perairan Laut China Selatan dan bersengketa dengan sejumlah negara di kawasan tersebut. Termasuk Indonesia yang berbatasan langsung dengan ujung selatan Laut China, tidak lain perairan Natuna. Sementara menurut konvensi PBB tentang Hukum Laut menyatakan Laut Natuna merupakan ZEE Indonesia. Sehingga Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di sana. Menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, cadangan migas di Laut Natuna berkisar 92,63 juta standar barel atau milion stock tank barrel (MMSTB) (www.kompas.com 03/12/21).

Sebelumnya kejadian serupa pernah terjadi di tahun 2020 lalu, tepatnya tanggal 12 September, Kapal Patroli China memasuki Laut Natuna. Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Madya Aan Kurnia mengungkapkan keberadaan kapal China tersebut cukup lama di perairan Natuna sehingga menimbulkan keresahan. Karena beberapa waktu lalu, kapal-kapal China juga berada di ZEE Malaysia, Filipina, dan Vietnam sehingga mengganggu aktivitas.

Ditambah, China juga mengklaim terkait “Sembilan garis imajiner” di peta Tiongkok yang menunjukkan luas wilayah maritim China mencapai perairan di lepas Kepulauan Natuna. Namun, panel arbitrase internasional pada 2016 membatalkan garis tersebut. Termasuk Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah pun menegaskan bahwa Indonesia tidak mengakuinya.

Tidak menggubris hal tersebut, Beijing tetap menyatakan kapal patroli China berhak untuk memasuki perairan yang menjadi yurisdiksinya sekalipun telah mencapai ZEE Indonesia. Bahkan Partai Komunis China (PKC) melalui The Global Times, menyatakan siap berperang melawan negara ASEAN dan negara lain yang terlibat sengketa wilayah dengan Beijing (bagikanberita.pikiran-rakyat.com 16/09/20).

Lemahnya Kedaulatan hingga Klaim Natuna oleh China

Wilayah Laut Natuna memang memiliki segudang sumber daya alam. Hingga China berani bersaing dengan negara lain bahkan siap berperang demi memperebutkan wilayah Natuna. Namun, hal tersebut tentunya dapat dicegah ketika Indonesia mempunyai kedaulatan penuh atas wilayahnya. Karena lemahnya kedaulatan sebuah negara dapat mengancam stabilitas dan eksistensi negara tersebut. Klaim China atas Laut Natuna menjadi bukti minimnya peran negara dalam menjaga kedaulatan.

Adanya kedaulatan negara semestinya mampu melindungi keutuhan bangsa dari serangan dan campur tangan asing. Dengan begitu, negara dapat menjalankan tanggungjawabnya atas pemenuhan kebutuhan rakyat, menjamin keselamatan hingga menjaga stabilitas setiap wilayah. Tidak terkecuali, perairan Laut Natuna. Terlebih kekayaan alam Laut Natuna merupakan aset negara yang wajib dilindungi dan dipertahankan.

Namun, kenyataannya kedaulatan negara yang dimiliki tidak cukup mencegah klaim China atas Natuna. Hal ini dapat terjadi karena dominasi China terhadap kebijakan pemerintah. Salah satu penyebab yang mendasari tidak lain akibat pinjaman hutang luar negeri. Pemerintah terjerat hutang dengan China sehingga negara kehilangan wibawa dengan konsekuensi harus mengikuti kebijakan pesanan dari negara pengutang. China menjadi semakin berkuasa sementara negeri ini semakin tidak berdaya. Karena lemahnya kedaulatan negara ibarat dijajah di negeri sendiri.

Kapitalisme Sumber Masalah

Jeratan hutang menjadi salah satu bentuk penjajahan masa kini. Taruhannya kebijakan negara terikat dan wilayah negara terampas. Laut Natuna pun dapat terancam diambil alih. Kegagalan negara mempertahankan kedaulatan sebagai imbas dari penerapan sistem yang hanya mementingkan keuntungan. Tidak lain adalah sistem kapitalis yang menghalalkan segala cara termasuk melegalkan hutang luar negeri. Demi menutupi defisit anggaran akibat alokasi yang tidak tepat sasaran.

China yang notabene penganut sosialis pun ikut mengambil kesempatan dalam sistem kapitalis. China menjadi mampu memperluas kekuasaannya melalui pinjaman hutang. Ditambah kekuatan militer yang dimiliki China sehingga China tidak segan memperebutkan wilayah jika dianggap memberi keuntungan. Sistem kapitalis terbukti menimbulkan kerusakan bahkan melemahkan kedaulatan negara dengan segala tipu daya.

Penerapan sistem kapitalis pun menjadikan para penguasa terobsesi dengan kekuasaan. Hingga kehilangan kesadaran akan pentingnya kedaulatan negara. Hanya keuntungan yang diharapkan sekalipun rakyat yang akhirnya menjadi korban. Karena tujuan kepemimpinan bukan menjalankan amanah tetapi melanggengkan hegemoni kapitalis saja.

Seharusnya keadaan ini mampu membuka kesadaran masyarakat. Keterpurukan yang menimpa masyarakat bukan sebuah kebetulan tetapi telah tersistem dan terencana. Maka tanpa perubahan hakiki, mustahil kehidupan masyarakat akan membaik.

Syariat Islam Menjamin Kedaulatan

Seperti yang telah dipahami, bahwa melemahnya kedaulatan negara akibat dari penerapan sistem kapitalis. Maka perubahan hakiki yang dimaksud, tidak lain mengganti sistem kapitalis dengan sebuah sistem baru yaitu sistem Islam yang mampu membawa keberkahan. Sistem Islam tidak berasal dari akal manusia melainkan wahyu Allah swt sebagai Pencipta seluruh alam semesta beserta makhluk-Nya.

Penerapan sistem Islam mampu menjamin kedaulatan negara secara penuh. Karena pengaturan kepemimpinan berdasarkan syariat Islam bukan diliputi ambisi kekuasaan. Para penguasa bertanggungjawab mengemban amanah sehingga segala kebijakan tidak melenceng dari syariat Islam, justru selalu mengutamakan kemaslahatan umat.

Disamping itu, adanya sistem ekonomi dan politik Islam pun mampu membebaskan negara dari jeratan hutang sehingga tidak ada balas budi yang berakibat campur tangan terhadap urusan negara. Terlebih sampai melemahkan kedaulatan negara. Terbukti selama lebih dari 13 abad, sistem Islam mencapai kegemilangan. Keberadaannya disegani oleh berbagai negara. Karena mampu menjamin kelangsungan hidup masyarakat dan menjaga stabilitas negara. Hal ini menjadikannya negara pelopor bukan pengekor. Allah swt menjelaskan dalam firman-Nya : “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Al A’raf : 96).

Wallahu’alam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *