Oleh : Nurul Inayati (Aktivis Muslimah Banyuasin)
Merdeka.com – Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari.
“Saya kira baru tepat membicarakan new normal ini sekitar minggu ketiga/empat Juni nanti maupun awal Juli. Nah, sekarang ini terlalu gegabah kalau kita bahas dan memutuskan segera new normal itu,” ujar Hermawan saat dihubungi merdeka.com, Senin (25/5).
Kata new normal, bisa sebaliknya jadi tidak normal, karena fakta empirik masih belum normal, akan tetapi cita-cita untuk menuju new normal merupakan keinginan semua manusia di dunia apalagi masa pandemi saat ini yang sedang melanda dunia terkhusus Indonesia sendiri.
Untuk menuju new normal harus dimulai dari pemahaman yang normal. Ketika melihat situasi objektif seperti saat ini belum normal, masih memerlukan tahapan yang harus terukur, sehingga kita tidak terjebak dengan diksi yang justru membuat umat bingung.
Direktur Regional WHO untuk Eropa, Hans Henri P Kluge memberikan Panduan untuk Negara-negara yang akan menerapkan agenda New Normal. Panduan yang diberikan Mr Kluge jika hendak menjalankan kebijakan New Normal dengan meringankan pembatasan dan transmisi harus terlebih dahulu memastikan beberapa hal berikut :
Pertama, transmissi Covid-19 sudah terkendali, sehingga angka terinfeksi semakin menurun. Sementara saat ini transmisi belum terkendali, maka new normal belum dapat dilakukan.
Kedua, kapasitas sistem kesehatan sudah mampu mengidentifikasi dan melakukan Test, Trace dan Treat.
Ketiga, mengurangi risiko wabah dengan pengaturan yang ketat pada tempat rentan dan komunitas rentan seperti lansia, kesehatan mental dan pemukiman padat.
Keempat, pencegahan di tempat kerja dengan menerakan protokol medis yg ketat.
Kelima, risiko imported case sudah dapat dikendalikan oleh semua pemangku kepentingan.
Imported case adalah saat kasus infeksi virus corona yang penularannya terjadi di luar lokasi penderita. Dalam konteks Indonesia, penderita virus corona itu tertular saat berada di luar negeri, kemudian diketahui sakit setelah masuk ke Indonesia.
Keenam, masyarakat mempunyai kesadaran kolektif untuk ikut berperan dan terlibat terutama melaksakan protokol medis.
Jadi kebijakan new normal itu tidak serampangan dan asal-asalan. Karena melihat fakta bawah kurfa khususnya Indonesia itu belum landai.
Bahkan korban yang terpapar semakin bertambah banyak akibat lambannya pemerintah dalam menangani wabah tersebut.
Bahkan kebijakan-kebijakannya pun tidak masuk logika, yang notabene mengajak masyarakat untuk bersahabat dengan corona virus.
Dalam konteks itu new normal harus di mulai dari kehidupan normal, tidak bisa dimulai dari kehidupan yang belum normal saat ini.
Kehidupan normal dalam Islam terhindar dari situasi darurat. Dalam qaidah fiqih menghindarkan kerusakan/kerugian diutamakan atas upaya membawakan keuntungan/kebaikan (dar’ul mafâsid muqoddam ‘alâ jalbil masholih).
Artinya konsep mencegah harus menyeluruh dalam semua aspek.
Untuk itu dalam aspek ajaran Islam menekankan kepada pencegahan melalui konsep bersuci (taharah). Bersuci (bahasa Arab: الطهارة, translit. al-ṭahārah) merupakan bagian dari prosesi ibadah umat Islam yang bermakna menyucikan diri yang mencakup secara lahir atau batin, sedangkan menyucikan diri secara batin saja diistilahkan sebagai tazkiyatun nufus.
Kedudukan bersuci dalam hukum Islam hukumnya wajib, terutama karena di antara syarat-syarat salat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan shalat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis. Firman Allah:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri (Al Baqarah 2:222).
Dalam kaitan itu bagi umat Islam tradisi bersuci, bersih lahir batin merupakan awal seseorang menuju kehidupan yang normal (new normal) karena telah baligh dan berakal.
Awal mulainya seseorang mempunyai kewajiban menjalankan syariat Islam untuk mewujudkan maqasit syariah dalam bentuk hal berikut :
Pertama, yaitu memelihara agama (hifdzud diin) yakni umat Islam berkewajiban menjaga agamanya dengan baik yakni menjaga ruku
n Islam yang lima. Dalam kaitan itu bagi umat Islam tradisi bersuci, bersih lahir batin merupakan awal seseorang menuju kehidupan yang normal
Kedua, yaitu memelihara jiwa (hifdzun nafs). Umat Islam berkewajiban untuk menjaga diri sendiri dan orang lain. Sehingga tidak saling melukai atau melakukan pembunuhan antar sesama manusia. Intinya, jiwa manusia harus selalu dihormati. Manusia diharapkan saling menyayangi dan berbagi kasih sayang dalam bingkai ajaran agama Islam serta yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ketiga, memelihara keturunan atau hifdzun nasl. “Umat Islam berkewajiban untuk menjaga keturunan yang jelas nasabnya. Oleh karena itu Islam mengharamkan adanya praktek perzinahan.
Keempat, memelihara harta atau hifdzul maal. Umat Islam diharuskan untuk memelihara hartanya melalui kasab atau usaha yang halal. Sehingga harta yang diperolehnya menjadi berkah dalam kehidupannya dan mendapat ridho dari Allah SWT.
Kelima, yakni memelihara akal atau hifdzul aql. Umat Islam diharuskan menjaga akal yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga umat Islam diwajibkan untuk mencari ilmu dan pengetahuan untuk mendapatkan wawasan yang cukup sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan dan terhindar dari godaan dunia. Islam mengatur tata kehidupan manusia normal untuk mendapatkan kebahagian baik hidup di dunia maupun akhirat nanti.
Sehingga umat muslim akan terdorong untuk selalu melaksanakan tindakan yang normal dan bermanfaat bagi orang lain. Perbuatan yang normal menjadi awal bangkitnya sebuah masyarakat dan bangsa.
Ketika ingin new normal maka kembali pada aturan Allah, hadirkan kembali seorang kholifah, dalam bingkai khilafah. Maka new normal akan terlaksana secara utuh.
Kalau saat ini rezim ingin menjadikan kondisi saat ini new normal, itu hanyalah angan-angan yang semu. Karena kita lihat fakta saat ini bahwasannya kebijakan – kebijakan penguasa begitu nyeleneh seolah-olah virus ini di anggap biasa dan tidak berbahaya.
Padahal kita lihat di negara-negara yang terpapar lebih dulu itu banyak memakan korban bahkan tak pandang bulu, contohnya di Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Cina dan lain sebagainya.
Yang mana negara-negara tersebut lebih dulu terpapar virus covit 19 dan korban berjatuhan banyak sampai – sampai mayatnya pun tak di makamkan secara layak karena kewalahan.
Wallahu’alam bisawab.