Kebijakan Tanpa Syariat, Menyengsarakan Rakyat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Lilis Iyan Nuryanti, S.Pd (Komunitas Pena Islam)

Lagi-lagi kebijakan pemerintah yang plin-plan dalam mengatasi Covid-19, semakin membingungkan rakyat. Mereka minta rakyat tinggal di rumah saja, tapi minim bantuan kebutuhan dasar. PSBB diberlakukan, tapi bandara dibebaskan. Rumah ibadah minta dikosongkan, tapi mall-mall dibiarkan ramai. Kebijakan mudik pun tak serius ditegakkan hingga lalu lintas orang tak bisa dikendalikan. Apalagi sekarang mulai diberlakukan “New Normal” meski kurva belum melandai.

Apa itu “New Normal”?

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita mengatakan, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memaparkan sejumlah alasan Indonesia perlu menerapkan tatanan normal baru atau era new normal. Salah satu yang menjadi pertimbangan ialah terkait dampak pandemi ini terhadap ekonomi yang dianggap sudah begitu mengkhawatirkan. Sehingga bila tak segera diterapkan akan ada lebih banyak pekerja yang menjadi korban.

“Kenapa kita butuh ini segera? Melihat angka indikator ekonomi kita sudah separah itu. Dan perlu diketahui pekerja di Indonesia itu 55-70 juta dari 133 juta itu adalah pekerja informal sehingga mereka ini yang paling terdampak di dalam COVID-19,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian (Sesmenko) Susiwijono Moegiarso dalam diskusi online Pactoc Connect (detik.com, 3/6/2020).

Bila situasi ini dibiarkan, Susiwijono mengaku negara tak akan sanggup terus-terusan memberikan bantuan sosial ke masyarakatnya mengingat kemampuan keuangan negara yang juga terbatas. Untuk itu, beberapa aktivitas ekonomi harus segera digenjot kembali demi mencegah ekonomi jatuh lebih dalam lagi.

Begitu juga Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia, menuturkan tempat wisata dan hiburan bakal dibuka secara bertahap saat new normal atau kenormalan baru berlaku. Salah satu aturan di tempat hiburan malam saat new normal adalah jumlah pengunjung dibatasi dan jaga jarak diterapkan. Tempat pariwisata atau hiburan yang risiko penularan Covid-19 lebih kecil seperti tempat wisata outdoor akan dibuka lebih awal (Dilansir dari Kompas.com, 4/6/2020).

Lalu apakah sistem new normal akan berhasil mengeluarkan kita dari kesulitan? “New normal” tidak lain adalah peradaban kapitalisme yang membiarkan pandemi meluas (herd immunity), demi meraih nilai materi. Negara semakin tidak peduli terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat. Di saat yang bersamaan setiap orang harus berjuang lebih berat lagi mengurusi kehidupannya. Sementara kekuasaan mereka selama ini tegak di atas satu kepentingan, sekularisme dan hegemoni liberalisme kapitalisme global.

Bayangkan, saat wabah tetap dianggap bencana maka rakyat harus ada di bawah tanggung jawab mereka. Sementara semua sumber daya sudah nyaris tidak ada. Sampai-sampai menteri keuangan pun begitu kebingungan mengatur anggaran negara. Berkali-kali mengambil jalan pintas membebani rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang tak pantas. Maka tak heran, jika bagi para penguasa menyatakan “berdamai dengan corona” menjadi pilihan terbaik di tengah rasa putus asa atas ketidakmampuan memberi jalan keluar.

Wabah corona memang telah memberi kita banyak pelajaran. Salah satunya bahwa kekuasaan yang tidak berlandaskan akidah Islam hanya akan melahirkan kefasadan. Berbeda jauh dengan kekuasaan yang tegak di atas landasan iman. Kekuasaan Islam telah terbukti membawa kebaikan dan keberkahan bagi seluruh alam. Karena sistem hidup yang diterapkannya berasal dari Sang Maha Pencipta Kehidupan.

Dengan kekuasaan yang berlandaskan Syariat Islam, urusan keselamatan umat selalu diutamakan. Harta, kehormatan, akal, dan nyawa rakyatnya dipandang begitu berharga. Pencederaan terhadap salah satu di antaranya, dipandang sebagai pencederaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Karena semuanya adalah jaminan dari penegakan hukum syara.

Sudah saatnya umat kembali menegakkan sistem Islam. Yang negara dan penguasanya siap menjalankan amanah sebagai pengurus dan perisai umat dengan akidah dan syariat. Sehingga kehidupan akan mendapatkan keberkahan dan kemuliaan. Wallahu a’lam bish- shawabi.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *