Kebijakan Ngasal, Bikin Harga Mahal

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Afiyah Rosyad (Direktur LSM Golden Victory)

Kemelut dan prahara masih terus bergulir di tengah kehidupan rakyat. Kemiskinan yang dirasakan sepertinya terus dirawat, mungkin sampai rakyat sekarat. Tapi apa mau dikata, kebijakan yang dibuat tak bisa diganggu gugat.

Pengurangan subsidi bahkan pencabutan yang direncanakan kedepannya jelas akan menambah benan hidup. Taraf hidup yang sudah rendah, ditambah pencabutan ataupun pengurangan subsidi akan membuat keadaan bertambah parah.

Daya beli rakyat sedang letih lunglai. Bekerja keras hingga keringat kusut masai, namun penghasilan tetap tak memadai. Karena harga melambung dengan lincah den gemulai.

Per Januari ini TDL tambah mahal, dirasakan seorang janda dengan penghasilan tidak tetap sungguh berat. Lalu BPJS juga semakin mahal, kepanikan tukang becak saat membayar sungguh menyesakkan, karena uang di tangan tak mampu menutupi angka tagihan.

Ibu rumah tangga semakin kelabakan dengan kenaikan harga gula. Gula salah satu kebutuhan sehari-hari bagi para suami pencinta kopi dan teh. Maka semakin bergetar IRT ketika berbelanja, khawatir uangnya tak menutupi desakan kebutuhan.

Belum lagi harga cabe yang sering membuat IRT kejang-kejang. Semua bukan tidak ada sebabnya.

Dalam sistem kapitalisme, mekanisme pasar harus diberi patokan harga. Tragisnya penimbunan dan monopoli menjadi hal lumrah dan lazim yang direstui kebijakan rezim.

Semakin tampak kebijakan ngasal, membuat harga mahal. Sehingga rakyat bernafas dengan tersengal-sengal.

Dalam kehidupan Islam, negara yang menerapkan Islam harga diserahkan pada mekanisme pasar. Harom hukumnya mematok harga barang. Karena di setiap wilayah berbeda taraf hidupnya, berbeda kekuatan ekonominya.

Bahkan Islam melarang penjual dari gunung menjual di tengah jalan barangnya tanpa dia tahu harga pasar berapa. Khawatir menimbulkan ghobn fahisy atau penipuan yang keji.

Kebijakan harga benar-benar diserahkan pada mekanisme pasar. Karena Baginda Nabi yang mulia enggan menetapkan harga suatu barang komoditas.

Berkenaan penimbunan, Islam juga melarangnya. Harom bagi seorang tengkulak, pengusaha, pedagang atau siapapun menimbun barang hingga barang tersebut menjadi langka. Masyarakat yang lain susah untuk mendapatkannya. Lalu harganya melambung tinggi karena kelangkaan barang yang ditimbun tersebut

Sama haromnya dengan menimbun barang, menunggu harganya tinggi baru dijual. Karena Islam jelas mengharomkan segala bentuk penimbunan.

Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam Sistem Ekonomi Islam menjabarkan bahwa Islam melarang aktivitas pematokan harga dan penimbunan. Agar siklus ekonomi tidak terjadi ketimpangan, dan daya beli masyarakat sesuai dengan taraf hidup di masing-masing wilayah.

Sungguh, kebijakan ngasal hanya terjadi di negara abal-abal. Harga mahal untuk membuat kantong-kantong pribadi semakin tebal.

Oleh karenanya, sudah cukup kehidupan ini dihantui sistem abal-abal yang tidak memanusiakan manusia. Sudah saatnya kembali pada sistem yang dibuat langsung oleh Pencilta dan Pengatur Manusia, Dzat Yang Maha Kuasa, Allah SWT.

Wallahu a’lam bish showab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *