Kasus Eksploitasi Anak Di Bawah Umur Semakin Marak, Islam Solusi Komprehensif
Oleh : Efri Yani, M.Pd
(Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Seorang siswi SMP di Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan (Sumsel) bernama Bunga menjadi korban karena dijual oleh temannya sendiri ke pria hidung belang. Awalnya, korban diajak menonton konser oleh pelaku yang kemudian membawanya ke sebuah hotel dan meninggalkannya, hingga korban dipertemukan dengan pria hidung belang. Kejadian ini tidak hanya meninggalkan trauma mendalam bagi korban, tetapi juga mengguncang keluarga dan lingkungan sekitarnya. (detiksumbagsel, 23/11/24).
*Penyebab Kasus
a) Pendidikan Sekuler
Pendidikan sekuler yang saat ini mendominasi tidak memfokuskan pada pembentukan akhlak mulia dan ketakwaan. Hasilnya, generasi muda cenderung dibentuk menjadi pribadi yang materialistis, radikal sekuler, dan liberal yang jauh dari nilai-nilai Islam.
b) Kebebasan dalam Demokrasi
Sistem demokrasi yang memberikan kebebasan tanpa batas sering kali disalahgunakan, mengaburkan batasan antara yang benar dan salah. Banyak remaja terjebak dalam pergaulan bebas, yang menjadi pintu masuk untuk tindakan menyimpang.
c) Kurangnya Pengawasan Sosial
Masyarakat yang kurang peduli dan lemahnya pengawasan sosial mempermudah remaja terlibat dalam pergaulan yang berisiko tinggi, tanpa bimbingan dan perhatian yang cukup.
*Dampak*
a) Trauma Psikologis, korban mengalami trauma berat, merasa malu dan takut untuk bertemu dengan orang lain, termasuk keluarga dan teman-teman.
b) Ketidakpercayaan Sosial, kasus seperti ini menciptakan ketidakpercayaan dalam masyarakat dan keluarga terhadap lingkungan sekitar. Ada kekhawatiran bahwa teman dekat atau orang-orang terdekat bisa menjadi ancaman.
c) Merosotnya Moral Masyarakat, kasus semacam ini menunjukkan dampak negatif dari pergaulan bebas dan pengabaian moral, yang menyebabkan dekadensi moral dalam masyarakat.
*Solusi dalam Islam*
Islam menawarkan solusi komprehensif untuk mencegah dan menangani masalah seperti ini, yaitu melalui pendekatan pendidikan dan penerapan hukum syariah:
1. Pendidikan Berbasis Akhlak dan Takwa
Sistem pendidikan dalam Islam difokuskan pada pembentukan akhlak dan ketakwaan. Sejak dini, anak-anak dibekali pemahaman tentang nilai-nilai Islam, mengajarkan penghargaan terhadap kehormatan diri dan orang lain. Dalam sistem Islam, pendidikan dimaknai sebagai proses penyempurnaan manusia sebagai seorang hamba Allah Swt. Dalam Islam, sosok Rasulullah saw wajib menjadi panutan (role model) bagi seluruh peserta didik. Allah Swt berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Sungguh engkau memiliki akhlak yang sangat agung.” (QS Al-Qalam [68]: 4).
Allah Swt. pun berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah saw itu suri teladan yang baik.” (QS Al-Ahzab 33: 21).
Keberadaan Rasulullah SAW sebagai sosok panutan (role model) inilah yang menjadi salah satu pembeda sistem pendidikan Islam dengan sistem pendidikan yang lain. Karena itu dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam haruslah menjadi dasar pemikirannya. Sebab, tujuan inti dari sistem pendidikan Islam adalah membangun generasi yang bertakwa dan berkepribadian Islam, selain menguasai ilmu-ilmu kehidupan seperti matematika, sains, teknologi, dll.
Hasil belajar (output) sistem pendidikan Islam ialah menghasilkan peserta didik yang kokoh keimanannya dan ketakwaannya serta mendalam pemikiran Islamnya (tafaqquh fiddin). Pengaruhnya (outcome) keterikatan peserta didik dengan syariat Islam. Dampaknya (impact) yang dihasilkan ialah terciptanya masyarakat yang bertakwa, yang di dalamnya tegak amar makruf nahi mungkar dan tersebar luasnya dakwah Islam.
2. Kontrol Sosial yang Kuat
Islam mendorong adanya kontrol sosial yang kuat, di mana masyarakat saling menjaga dan mengawasi, serta menerapkan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan). Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 104 berbunyi:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya:” Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104).
Pada dasarnya, melakukan amar ma’ruf nahi munkar bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari tahapan yang paling ringan, kemudian bisa dilanjutkan ke hal yang lebih berat. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِّهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ
Artinya: ” Barangsiapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu ubahlah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya”. (HR.Muslim, no. 49)
Sistem Sanksi dalam Peradilan Islam sebagai Pencegah dan Penebus Dosa
Sistem sanksi dalam peradilan Islam bertujuan untuk menegakkan keadilan, mencegah kejahatan, dan memberi kesempatan bagi pelaku untuk menebus dosa-dosanya:
– Hudud: Bagi kejahatan besar seperti zina atau perbuatan asusila, Islam menetapkan hudud sebagai hukuman tetap, yaitu cambuk 100 kali untuk penzina yang laki-laki/perempuan yang belum menikah dan dirajam (dilempari baru) bagi penzina laki-laki/perempuan yang sudah menikah. Hudud ini dirancang untuk memberikan efek jera yang kuat serta mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa depan.
– Ta’zir: Dalam kasus yang tidak termasuk dalam hudud, seperti eksploitasi oleh teman korban, hakim atau qadhi memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Hukuman ta’zir dapat berupa denda, pengasingan, atau bahkan penahanan sesuai dengan tingkat kejahatan.
– Qisas dan Diyat: Jika kejahatan ini menyebabkan luka atau dampak fisik yang parah, hukum qisas (balasan setimpal) dan diyat (ganti rugi) dapat diterapkan. Ini memberi hak kepada keluarga korban untuk menuntut balasan atau ganti rugi.
Sistem sanksi Islam tidak hanya bertujuan menghukum, tetapi juga sebagai penebusan dosa bagi pelaku yang bertaubat. Dengan demikian, hukuman tidak hanya berfungsi sebagai penjera, tetapi juga sebagai bentuk pengembalian kehormatan masyarakat dan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri.
Kesimpulannya, Islam menyediakan pendekatan menyeluruh untuk menangani masalah ini, mulai dari pencegahan melalui pendidikan dan kontrol sosial hingga penegakan sanksi hukum yang adil. Dengan penerapan syariah yang komprehensif, Islam berupaya menciptakan masyarakat yang aman, bermartabat, dan terjaga dari perbuatan yang merusak moral dan kehormatan.
Semua kebaikan dan kemuliaan itu tidak akan terwujud tanpa adanya penerapan sistem Islam dibawah naungan Khilafah Islamiyah. Di bawah Khilafah, negara bertanggung jawab atas kesejahteraan moral dan material masyarakat. Sistem Khilafah mengatur interaksi sosial dan melindungi generasi muda dari pengaruh buruk, dengan menegakkan hukum yang sesuai syariat Islam.
Walllahua’lam.