Kasus Djoko Chandra Membuka Tabir Kuasa Korporasi Pejabat Negeri

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Perwita Sari, S.Si (Member AMK 3)

“Licin Bagaikan Belut”. Sebuah peribahasa yang menarik dan menggelitik. Sebelas tahun lamanya menjadi buron, akhirnya Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) menangkap Tjoko Candra. Ia ditangkap di Malaysia pada Kamis siang, 30 Juli 2020. Penangkapan ini menjawab keraguan publik terhadap kinerja Polri yang sekian lama belum berhasil menangkap Djoko Candra. (Tempo.co, 31/7/2020).

Kasus Djoko Candra bermula sejak tahun 1999. Djoko Candra terlibat kasus pidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali. Pengadilan memutuskan Djoko Candra menjadi tersangka kasus korupsi yang merugikan kantong Negara. Penanganan kasus Djoko Candra menjadi kontroversial. Mulai dari dituntut hanya di hukum ringan sebelas bulan.

Kemudian dinyatakan bebas mulai dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga tingkat kasasi. Hingga 8 Juni 2020 Djoko Candra membuat heboh publik karena leluasa masuk Indonesia. Parahnya lagi baru diketahui bebasnya Djoko Candra ke luar masuk Indonesia baru diketahui melibatkan Mabes Polri.

Menjawab pertanyaan publik kenapa kasus Djoko Candra begitu lama ?. Sampai sebelas tahun lamanya. Bahkan dengan mudahnya keluar masuk Indonesia padahal sudah menjadi tersangka. Menandakan hukum Indonesia mudah untuk dibeli. Ini pun diakui oleh Mahfud MD selaku Menko Polhukam menyatakan aturan hukum di Indonesia masih kacau balau. Bahkan lebih miris peraturan yang dibuat bedasarkan pesanan seseorang untuk kepentingan tertentu. (Kompasiana.com, 21/12/2019).

Apalagi persoalan penegakan hukum yang masih dirasakan masyarakat tidak memenuhi rasa keadilan. Hukum di negara Indonesia seperti punya mata. Hukum melihat dulu siapa yang menjadi tersangka. Bisa jadi lepas dari dakwaan hukum kalau yang bersangkutan memiliki kekuatan dan pengaruh. Posisi sebagai tersangka bisa berat ataupun ringan. Hukum saja bisa di beli apalagi penegakan hukumnya.

Jika seperti ini bagaimana keadilan bisa tercapai ?. Pasti yang akan kita temukan adalah ketimpangan hukum. Ibarat mata pisau hukum akan lebih tajam kepada rakyat kecil, namun akan tumpul ke atas. Wajar jika mereka yang terikat kasus korupsi , fasilitas penjara aja bisa mereka beli.

Kasus Djoko Candra juga menampakkan pada kita saat ini adalah uang yang berkuasa. Oknum yang membantu melenggangnya tersangka membuka tabir kuasa korporasi telah mengendalikan pejabat di semua lini. Serta lembaga peradilan mandul memberi sanksi. Bukan prestasi namanya jika aparat hukum tidak terdepan memberikan keadilan dan keamanan. Bahkan aparat hukum memiliki kewajiban memberi sanksi pada pelanggaran peraturan.

Pelanggaran hukum akan terus menjamur, jika negara ini masih bertahan pada hukum buatan manusia. Keadilan akan sulit terjamah, bilamana sistem kapitalis masih kita sisakan ruang untuk terus mengatur hidup kita. Manusia yang serba terbatas dan lemah tidak layak disandingkan dengan Allah Swt. Allah Swt Yang Maha Tahu apa yang dibutuhkan manusia. Karena hanya Allah SWTyang berhak membuat hukum. Hukum Allah Swt inilah yang akan mewujudkan keadilan dengan ditegakkan nya sistem pemerintahan Islam. Menjadi keberkahan seluruh Alam. Allohu’alam bis showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *