Kartu Pra Kerja Tidak Efektif

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Sri Wahyu Indawati, M.Pd (Inspirator Smart Parents)

Apakah sudah ada yang berhasil daftar kartu prakerja?

Yang daftar terbilang banyak. Ada 1,4 juta orang mendaftar kartu prakerja, kuota gelombang pertama 164.000 orang. Sementara itu, yang sudah verifikasi NIK sebanyak 624.000 orang. (Kompas.com, 12/04/2020)

Ada yang coba daftar, katanya gagal terus, dicoba dari pagi sampai sore tidak berhasil. Baca berita online di cnbcindonesia.com (13/04/2020), ternyata pemerintah pilih acak yang bisa ikut prakerja. Kalau begitu mirip arisan. Padahal rakyat yang terdampak wabah sangat membutuhkan, terutama untuk kebutuhan pokok, yang kena PHK dan pekerja informal. Boleh dikata, pengeluaran lancar pemasukannya ambyar.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai bahwa di saat terjadi pagebluk Covid-19, program ini tidak perlu diluncurkan. Apalagi sampai harus menaikkan anggarannya hingga 100 persen, dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun untuk 5,6 juta orang. Krisis seperti saat ini, masyarakat dan para korban PHK lebih membutuhkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dibanding Kartu Pra Kerja. (Rmol.id, 12/04/2020)

Program ini konsepnya dipaksakan dalam kondisi krisis, sehingga korban PHK dilatih secara online baru diberi tunjangan dan penyelenggaranya dapat uang dari Negara. Pertanyaannya, lebih penting mana pelatihan orang ketimbang memberi cash transfer kepada pekerja yang terdampak, terutama pekerja informal?

Solusi pemerintah mengatasi kondisi krisis tidak efektif, lebih prioritaskan keuntungan politik (penuhi janji kampanye) dan menutup mata dari kebutuhan hakiki rakyat. Kalau mau tunaikan janji kampanye, seharusnya saat perekonomian sedang normal.

Kenapa tidak gunakan standar prioritas, dengan dahulukan yang lebih darurat. Sungguh ini sesuatu yang tidak pantas dilakukan oleh level penguasa disaat seluruh rakyatnya berhadapan dengan krisis dan wabah. Sungguh tidak ada bedanya program kartu prakerja ini dengan proyek bisnis. Proyek bisnis ala rezim kapitalis demokrasi yang selalu mengejar keuntungan sekalipun rakyat menderita.

Jangan terkecoh, watak rezim kapitalis selalu membaca peluang dalam kondisi apapun untuk kepentingannya sendiri. Saat semua orang perlu pekerjaan setelah diterpa badai PHK. Ketika rakyat butuh makan saat krisis melanda dampak dari wabah corona. Seolah rezim hadir sebagai pahlawan dengan program kartu prakerja-nya.

Tidak cukup hanya dengan menggulirkan program, kemudian rezim menganggap telah menunaikan kewajibannya mengurus negara. Ingat, kartu prakerja dipilih acak, prosesnya cukup panjang, memakan waktu lama. Sementara pelaksana program ketiban dana proyek. Lagi-lagi, untung pada rezim dan relasinya. Rakyat hanya dapat remahan.

Apalagi beban rakyat kian bertambah. Rezim hobinya berhutang. Dan Bank Dunia baru saja menyetujui pinjaman US$300 juta (Rp4,95 triliun) untuk Indonesia. Ingat, no free lunch.

Lain halnya pemimpin dalam sistem Islam. Menempatkan kemaslahatan rakyat sebagai prioritas tertinggi dan pertanggung jawaban akhirat sebagai tujuan. Sebagaimana Rasulullah SAW memperingatkan melalui Hadits Riwayat Bukhari yang artinya, “Tidak seorang hamba pun yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu dia tidak memperhatikan mereka dengan nasihat, kecuali dia tidak akan mendapatkan surga.”

Tentu keimanan dan ketaqwaan wajib dimiliki oleh pemimpin (khalifah) dalam Negara Khilafah untuk mengurusi urusan umat dengan syariat Islam kaffah (total). Masyarakat yang menyayangi pemimpinnya akan selalu melakukan muhasabah bil hukam (menasihati penguasa). Agar pemimpin selalu dalam ketaqwaan menjalankan pemerintahan.

Pemimpin di dalam Islam tentu tidak anti kritik, tidak menjadikan kekuasaannya untuk kepentingannya, apalagi sampai menzolimi rakyat seperti sistem kapitalisme demokrasi. Karena sistem Khilafah tidak akan pernah membiarkan manusia bermaksiat, hal tersebut dibangun atas 3 pilar, yaitu : ketaqwaan individu, kontrol masyarakat (amar ma’ruf nahi munkar), dan negara yang menerapkan hukum syara’ secara revolusioner/total.

Kemenangan Islam dengan bangkitnya Khilafah bukan omong kosong. Buktinya sampai detik ini, para kapitalis dan anteknya (rezim) selalu berupaya menghadang kebangkitan Islam. Mereka mengadu domba kaum muslim, propaganda islamphobia dan jualan isu terorisme, bahkan memanfaatkan kelemahan kaum muslim disaat pandemik. Sungguh ini harus dilawan oleh seluruh kaum muslim dengan dakwah bil lisan (dengan lisan), tanpa kekerasan dan berpikir politis. Karena yang sedang umat hadapi adalah ghazul fikr (perang pemikiran).

Meskipun sebagai muslim kita meyakini janji Allah SWT itu pasti, kemenangan Islam akan diraih, Khilafah tegak kembali. Tentu janji tersebut harus dibarengi dengan perjuangan umat. Wabah corona ini akan menjadi berkah bagi umat, peluang besar untuk kembali pada aturan Allah SWT. Menjadi pukulan keras bagi kapitalis dan kehancuran bagi hegemoni ideologi kapitalisme. Wallahu’alam[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *