Kartu Pra Kerja, Solusi yang Tak Solutif

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummu Salman (IRT)

Akhirnya, setelah sebelumnya tertunda atau tidak sesuai waktu yang dijanjikan, program kartu pra kerja keluar juga. Pendaftaran kartu pra kerja yang dilakukan secara online sepertinya cukup banyak diminati. Apalagi di tengah PHK 150 ribu orang akibat wabah corona yang kian mencekam. Hal ini seperti yang telah dikonfirmasi oleh Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Pra kerja, Denni Purbasari mengatakan sejak dibuka pada Sabtu (11/4/2020), pendaftar penerima kartu prakerja sudah mencapai 1.4 juta orang hingga hari ini, Minggu (12/4/2020) pukul 16.00 WIB pada gelombang pertama. Kuota pada gelombang pertama pendaftaran Kartu Pra kerja ini adalah 164.000 orang. Sementara itu, yang sudah verifikasi NIK sebanyak 624.000 orang. (kompas.com, 12/4/2020)

Program kartu pra kerja ini merupakan salah satu janji kampanye dari paslon yang saat ini naik menduduki kursi kekuasaan. Keluarnya program kartu pra kerja ini menjadi salah satu solusi dari penguasa atas maraknya PHK para pekerja akibat pandemi. Penguasa menaikkan alokasi anggaran untuk kartu pra kerja menjadi Rp 2 triliun dan menambah jumlah penerima menjadi 5,6 juta orang.

Namun, program ini seakan dipaksakan dalam kondisi krisis ekonomi akibat wabah, dimana korban PHK dilatih secara online lalu diberi tunjangan dan penyelenggaranya dapat uang dari Negara. Justru yang sangat diuntungkan di sini adalah para penyelenggara pelatihan tersebut. Pertanyaannya, pentingkah pelatihan para korban PHK ketimbang memberi cash transfer kepada pekerja yang terdampak, terutama pekerja informal?, apalagi proses pelatihan tersebut juga membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai bahwa kartu pra kerja diterapkan saat kondisi perekonomian sedang normal. Saat tidak ada wabah dan badai ekonomi, Indonesia memang butuh SDM yang unggul dan memiliki skill yang baik.

Sementara kartu pra kerja bisa menjadi jawaban dengan memberikan pelatihan online, maupun offline. Ini kayak “Jaka Sembung” naik ojek (nggak nyambung), karena korban PHK sekarang enggak perlu dikasih pelatihan secara online gitu ya, terangnya dalam diskusi online bertajuk Dampak Ekonomi Covid-19 dan Telaah Paket Corona ala Pemerintah RI, Minggu (12/4). Menurutnya, di saat krisis seperti saat ini, masyarakat dan para korban PHK lebih membutuhkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dibanding Kartu Pra Kerja. (Rmol.id, 12/4/2020)

Jelas, solusi penguasa mengatasi kondisi krisis sungguh tidak efektif, mengingat keluarnya kartu pra kerja di saat wabah lebih cenderung disebabkan karena program ini merupakan janji di masa kampanye. Keluarnya program kartu pra kerja adalah untuk memenuhi janji kampanye, yang artinya penguasa lebih memprioritaskan keuntungan politik dan menutup mata dari kebutuhan hakiki rakyat. Padahal sesungguhnya rakyat lebih membutuhkan bantuan langsung tunai untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup rakyat akibat berkurangnya pendapatan atau bahkan kehilangan pekerjaan akibat wabah ini.

Pemimpin Sistem Islam Peduli Rakyatnya

Tentu sangat miris melihat watak rezim kapitalis-demokrasi saat ini. Berbagai kebijakan untuk rakyat selalu memperhitungkan untung rugi. Tak mengherankan, karena sejatinya sistem kapitalis-demokrasi lah yang melahirkan pemimpin seperti itu. Besarnya biaya politik, dibayar mahal dengan mengabaikan kebutuhan dan kesejahteraan rakyatnya. Ini terlihat dari kebijakan yang selalu tidak menguntungkan bagi rakyat.

Berbeda dengan sistem islam. Penguasa dalam sistem islam telah menempatkan kemaslahatan rakyat sebagai prioritas tertinggi. Watak seperti ini lahir dari sistem islam yang menjadikan kekuasaan adalah amanah besar untuk mengurusi rakyat. Kepimpinan adalah amanah yang pertanggung jawabannya menembus hingga akhirat. Para penguasa dalam sistem islam menyadari betul akan hal ini.

Apalagi ketika kondisinya adalah kondisi krisis dan wabah. Penguasa dalam sistem islam akan segera mencari solusinya, tidak terikat pada kepentingan apapun selain kepentingannya dalam memenuhi tanggung jawab sebagai pemimpin, yaitu melayani rakyatnya. Dalam sistem islam, penguasa akan mengupayakan agar rakyatnya bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Hal ini dilakukan karena pemenuhan kebutuhan dasar itu telah menjadi jaminan oleh negara bagi rakyatnya. Telah jelas tertulis dalam sejarah pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, ketika Madinah mengalami kondisi krisis, segera khalifah Umar mengirim surat kepada gubernurnya untuk mengirimkan bantuan ke madinah.

Telah tegas pula Rasulullah mengingatkan, Dari Ibnu Umar RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya”. Maka seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.
Wallahu ‘alam bishowwab[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *