Karhutla Berulang Perlu Solusi Mustanir

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Waviza (Sambas, Kalbar)

 

Alam merupakan salah satu ciptaan Allah SWT. Yang mana kekayaan alam berupa hutan dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia. Allah SWT mengamanahkannya kepada kita untuk menjaga dan memelihara sebaik-baiknya.

Namun, faktanya hutan malah menjadi sumber kerugian bagi rakyat, karena kegagalan dalam pengelolaan seperti karhutla dan berbagai problem lainnya.

Data Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat akumulasi sementara luas karhutla 1 Januari hingga 30 Juni 2021 seluas 52.479 hektar. Lima wilayah tertinggi yang teridentifikasi adanya karthula pada lahan mineral yaitu di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau dan Papua. Sedangkan lima wilayah tertinggi karhutla di lahan gambut berada di Kalimantan Barat, Riau, Kalimantan Tengah, Aceh dan Sumatera Utara (TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG, 27/07)

Fakta diatas menandakan bahwa problem karhutla meski disikapi dengan serius. Bagaimana kebijakan penguasa terkait pengelolaan hutan serta implemantasinya. Karena bencana kabut asap terus berulang perlu solusi yang mustanir (cemerlang).

Faktor pemicu terjadinya karhutla memang tidak tunggal. Bisa disebabkan oleh faktor alam seperti kekeringan yang berkepanjangan. Namun, kebanyakan terjadi karena human error, pembukaan ladang oleh petani tradisional, maupun perusahaan pengelola Hutan Tanaman Industri (HTI). Pemberian hak istimewa berupa konsesi pengelolaan hutan Indonesia pada beberapa korporasi lokal dan multinasional. Jika hal ini masih terus dilakukan, maka jangan berharap kasus karhutla akan terselesaikan

Pemerintah seharusnya melakukan pencegahan sejak dini, tegas terhadap oknum, serta terbuka terhadap kebijakan yang sistemik. Artinya terbuka dari sistem kapitalisme menjadi sistem Islam

Dalam sistem Islam hutan adalah sumber kekayaan rakyat. Dan dikelola berdasarkan hukum syara´. Selain itu, kebijakan yang dibuat penguasa pun tak berdasarkan untung rugi melainkan Al-qur´an dan Assunah serta kemaslahatan umat.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *