Kapitalisasi dan Liberalisasi Pendidikan Indonesia melalui Kurikulum Merdeka

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kapitalisasi dan Liberalisasi Pendidikan Indonesia melalui Kurikulum Merdeka

Yauma Bunga Yusyananda 

(Member Ksatria Aksara Kota Bandung) 

 

Istilah Merdeka Belajar diperkenalkan oleh Mas Menteri sapaan akrab Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Mendikbudristek) yaitu Nadiem Makariem secara daring pada pidatonya di perayaan Hari Guru Nasional pada tanggal 25 November 2019. Namun, Pidato tersebut sudah diunggah terlebih dulu di situs web resmi Kemdikbud pada Jumat, 22 November 2019 dan sempat ramai dibicarakan karena berisi soal berbagai masalah yang dihadapi guru di Indonesia, seperti mengerjakan tugas administrasi tanpa manfaat yang jelas ataupun tidak akan memberikan janji-janji kosong kepada guru dan pendidikan Indonesia karena ia menilai setiap anak tidak dapat diukur dari hasil ujian yang hanya mengejar angka, ia juga mengatakan akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia yang semua itu dimulai dari guru. ( tirto.id 23/11/2019)

Lalu pada tanggal 11 Februari 2022, Merdeka belajar menjadi kebijakan yang diunggulkan dari kementerian Pendidikan saat ini. Merdeka yang kita pahami bahwa artinya adalah bebas, maka kebijakan ini memberikan kebebasan kepada siswa, guru dan sekolah untuk berinovasi melakukan kegiatan pembelajaran yang mandiri dan kreatif. Serta mereformasi secara menyeluruh pada perangkat Pendidikan yang ada dan tidak hanya berbicara soal kurikulum, namun juka menggerakan masing-masing sekolah melalui gerakan para guru penggerak. (esaiedukasi.com 01/07/2022)

Nadiem membuat kebijakan Merdeka Belajar bukan tanpa alasan. Pasalnya, penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada siswa Indonesia menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 negara. Hingga kini, Pemerintah sudah menerapkan berbagai model kurikulum pendidikan Indonesia sejak masa pasca kemerdekaan sejak tahun 1947 hingga tahun 2022 terhitung 12 kali terjadi perubahan kurikulum.

Kurikulum Merdeka : Upaya Kapitalisasi dan Liberalisasi Pendidikan Indonesia

Di zaman Revolusi Industri 4.0 seperti saat ini, siswa dan guru harus mampu mengikuti perkembangan zaman. Dan perubahan kurikulum ini hanya menjadikan para siswa sebagai korban dan kelinci percobaan saja. Pendidikan juga menjadi alat untuk mengokohkan kapitalisme yang bersembunyi di balik kata Revolusi Industri 4.0 yang ingin dikejar.

Pendidikan saat ini fokus mendorong agar kemampuan siswa bisa link and match dengan industri yang ditandai dengan banyaknya institusi vokasi atau sekolah kejuruan. Adapun di jenjang perguruan tinggi, dipermudah pembukaan program studi baru dan akreditasi agar perguruan tinggi mampu mengejar target World Class University (WCU). Institusi Pendidikan menjadi seperti mesin produksi yang menyediakan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan industri milik para kapitalis, tak terkecuali industry raksasa milik negara – negara kapitalisme besar.

Kurikulum merdeka juga sebenarnya menjadi jalan untuk masuknya ide-ide kebebasan dalam diri siswa. Karena dalam kurikulum merdeka, agama hanya dijadikan sebagai ibadah antara person dan Tuhannya saja, padahal sebagai kaum muslimin sesungguhnya agama adalah identitas diri untuk menjalankan seluruh aspek kehidupan. Wajar jika pelajar hari ini, tidak sedikit generasi yang cerdas dan mumpuni dalam segi akademik namun tidak memahami agamanya sendiri.

 

Mengokohkan Kepribadian Generasi

Perubahan kurikulum dan sosialisasi kurikulum merdeka yang masih belum menjadi kurikulum nasional menjadikan generasi dan tenaga pendidik mengalami kebingungan dan tidak adanya keseragaman yang menentukan arah dan tujuan pendidikan. Keseragaman sebetulnya bukan hal yang memaksakan kehendak jika disertai dengan kesadaran, maka apapun kurikulum yang disusun ke depannya, selama landasannya bukan Islam tidak akan pernah sesuai dengan fitrah manusia. Terutama kesadaran bahwa menuntut ilmu adalah ibadah dan hal tersebut hanya bisa dikaitkan jika kehidupan ini tidak terpisah dengan agama.

Namun, hari ini agama bukan sebagai hal yang utama karena generasi saat ini hanya mendapat doktrin agama bukan karena kesadaran diri. Maka diperlukannya pembinaan generasi agar memahami agama bukan sesuatu yang dipaksakan tetapi kebutuhan untuk menjalankan kehidupan ini agar selamat dunia akhirat. Insyaa Allah.

Dalam Islam, pendidikan memiliki tujuan yang mulia yaitu melahirkan generasi yang memilki pola pikir dan pola sikap yang sejalan dengan aqidah atau keyakinannya agar lahir pribadi yang sesuai fitrah yaitu Islam. Dan sistem pendidikan terbaik tentunya sudah dicontohkan oleh teladan terbaik yaitu Rasulullah Sholllahu’alaihi wa salam, yang sudah diakui oleh orang diluar Islam bahwa Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa salam adalah Tokoh yang paling berpengaruh pada urutan pertama, yang ditulis oleh Michael H. Hart dalam bukunya The 100 a ranking of the influential persons in history.

Maka akan mewujudkan hal terbaik juga, jika menjadikan Islam sebagai sistem termasuk sistem pendidikan. Semua diberikan untuk ummat secara gratis karena negara mampu mengelola anggarannya untuk mementingkan ummat karena landasan yang dipakai bukan perihal untung dan rugi secara individual saja. Namun semua aspek sudah dirancang harus berdasarkan keimanan dan aqidah, sehingga jika ada penyelewengan anggaran sudah termasuk berdosa dan ada sanksi tegas.

Dan pendidikan bukan sebagai mesin produksi terciptanya para pekerja namun pendidikan sebagai pengembangan kemampuan dan keilmuan agar generasi kokoh dengan keimanan dan keilmuan yang mereka kuasai untuk diaplikasikan di masyarakat. Pendidikan Islam juga tidak berfokus pada sistem ujian dengan mengandalkan nilai, namun diadakan seperti sidang yang akan diundang berbagai ulama dan ilmuwan untuk menilai kecakapan para generasi dengan ilmu yang ditekuninya tanpa paksaan.

Dari sini, kuncinya kita harus meyakini dulu Islam sebagai satu-satunya solusi kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan. Bisa dilihat bagaimana sejarah mencetak generasi yang sangat luar biasa, dan hal tersebut memang karena landasan berpikir dan landasan dalam kehidupan yang mereka jalankan bukan semata-mata hanya sebatas materi.

Kapitalisasi dan Liberalisasi pendidikan yang ada sekarang memang seolah sebagai solusi kemiskinan yang sistemik karena ingin menciptakan generasi yang mampu meberikan kekayaan dan materi bagi keluarganya, namun tetap kerusakan yang sistemik inilah harus diselesaikan juga secara sistemik dengan landasan yang benar.

Dan untuk mengokohkan kepribadian generasi saat ini pun tidak cukup hanya membangun banyak institusi keislaman saja yang bisa mencetak generasi cemerlang, perlu adanya dukungan institusi besar negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh.

Cara yang bisa kita lakukan saat ini tetap berjuang bersama untuk mengembalikan sistem yang menegakkan sistem Pendidikan Islam agar kita benar-benar merdeka yaitu menghamba pada Allah dengan aturan Islam yang menyeluruh termasuk terbebas dari penjajahan yang bertopeng memberikan ketulusan lewat Pendidikan.

Hasbunallah wa ni’mal wakil.

Wallahu’alam bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *