Kampanye No Hijab Day, Upaya penyesatan Umat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ulfatun Ni’mah SSi (Pemerhati Kebijakan Publik)

Kembali dunia media sosial dihebohkan dengan hari tanpa hijab setiap tanggal 1 Februari. Aksi yang digagas oleh Yasmine Mohammad sebagai aksi kontra World Hijab Day.

Adalah Hijrah Indonesia yang menjadi pelopor kampanye No Hijab Day di Indonesia. Di kutip dari laman fanpage Hijrah Indonesia, dalam penjelasan acara, Hijrah Indonesia Menulis.

Adapun alasan dikemukakan oleh Hijrah Indonesia berkaitan dengan kampanye hari tanpa hijab antara lain: (1) Hijabisasi baru marak tiga dekade terakhir; Niqabisasi marak satu dekade terakhir. (2) Tidak semua ulama, tarekat dan sarjana Keislaman mendakwahkan dan bersetuju dengan Hijabisasi maupun Niqabisasi. Pandangan mengenai batasan aurat berbeda-beda. (3) Kita berdiam di rumah, berada di habitat, berkebutuhan, bekerja dan atau memiliki fisik, yang kesemuanya berbeda-beda. (4) kebutuhan vitamin D, terutama yang mendesak.
(Sumber:http://mysharing.co/hijrah-indonesia-gelar-kampanye-no-hijab-day/).

“Hijrah Indonesia mengajak Anda para perempuan Indonesia baik muslim maupun bukan muslim untuk meramaikan #NoHijabDay dengan menayangkan foto-foto Anda berbusana dengan nuansa Indonesia dengan memperlihatkan kepala Anda tanpa mamakai Hijab/Jilbab/Niqab/ Cadar/kerudung dan semacamnya dalam media sosial Anda, dalam Instagram, Facebook, maupun Twitter dan blog Anda dengan hastag#NoHijabDay#FreeFromHijab pada 1 Februari 2020”.

Upaya Penyesatan Barat

Ajakan melepas hijab ramai-ramai adalah ajakan kemaksiatan.

Kemaksiatan dalam sistem kapitalis yang menjunjung tinggi kebebasan memang sengaja disuburkan ditengah kaum muslimin, sebagai bentuk pengokohan kekuasaan di negeri-negeri Islam yang mereka kuasai.

Upaya ini juga bentuk ketakutan Barat atas geliatnya kebangkitan Islam Kaffah yang diusung para pengemban dakwah Islam Kaffah.

Barat melancarkan aksinya dengan terus mendorong perempuan muslimah terperdaya dengan seruan seruan batil menyesatkan.

Mantra sesat kebebasan terus dihembuskan dalam rangka menjauhkan dari pemahaman Islam yang sebenarnya. Penolakan dan pelecehan terhadap ajaran Islam juga terus digulirkan ke tengah-tengah kaum muslimin.

Indonesia sebagai negara muslim terbesar, demokratis, pluralis dan ramah gender, digiring dengan penyesatan opini yang sengaja digunakan untuk menghancurkan syariat-syariat yang Allah tetapkan kepada para muslimah.
Walhasil dengan penancapan ide-ide gender yang liberal, mengarahkan muslimah pada sebuah islamofobia akut di negeri Islam sendiri.

Bercokolnya ide kebebasan kapitalis di tengah masyarakat, mendorong muslimah mendukung seruan kampanye hari tanpa hijab. Penerimaan yang baik ditengah masyarakat ini menunjukkan keberhasilan kapitalis menempatkan agama hanya sekedar ibadah ritual saja. Sementara pengaturan tentang urusan kehidupan mereka serahkan pada manusia yang mereka anggap layak mengatur kehidupan.

Kampanye hari tanpa hijab juga dianggap ekspresi kebebasan karena pengekangan atas perintah menutup aurat bagi muslimah. Musuh orientalis Islam sangat keras menanamkan kebencian penganut Islam terhadap Islam dan ajaranya beserta simbol-simbolnya.

Di sisi lain menjadikan 1 Februari sebagai Day No Hijab adalah sebuah kekacauan berpikir dan kesembronoan tingkah para pegiat Feminis, slogan hipokrit. Pasalnya, kaum feminis menuntut adanya UU yang melindungi perempuan tetapi disisi yang lain mereka menyuarakan ide ‘membebaskan perempuan.

Ada kontradiksi antara himbauan menghormati perempuan dan pembiaran terhadap perkembangan industri iklan, bisnis dan hiburan yang mengeksploitasi perempuan. Seruan Day No Hijab menunjukkan seruan pembiaran yang mengarah pelecehan seksual ( baca: memicu pemerkosaan perempuan).

Sejatinya mereka tidak memahami bahwa berbagai persoalan yang menimpa perempuan sesungguhnya lahir dari ide kebebasan tanpa batas.

Lantas apakah seruan day tanpa hijab akan kita biarkan begitu saja sebagai opini yang menggelinding menggerus umat sampai Islam tereduksi menjadi sebuah agama tanpa memiliki taring? Bagaimana pandangan syariah Islam mensikapinya?

Kewajiban Menutup Aurat

Islam adalah agama yang sempurna. Allah turunkan dengan segenap kelengkapan syariah untuk kebaikan manusia. Aturan-Nya diterapkan untuk memanusiakan manusia. Sejatinya Islam memuliakan, menjaga dan menghormati perempuan.

Islam mewajibkan muslimah menutup aurat secara sempurna. Batasan aurat wanita didasarkan pada firman Allah SWT, Al-Qur’an surat An-Nur ayat 31.

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ” Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak pada diri mereka…(TQS an-Nur:31).

Ibnu Abbas ra, menyatakan yang dimaksud dengan frasa Illa ma zhahara minha dalam ayat di atas adalah muka dan telapak tangan. Imam ath-Thabari juga menyatakan, “Pendapat yang paling kuat dalam masalh ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu yang biasa tampak pada (wanita) adalah muka dan telapak tangan,” (Imam Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, XVII/94).

Batasan aurat wanita juga didasarkan pada hadist Nabi Saw, dari ‘Aisyah Ra. bahwa Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah Saw, dengan memakainya pakaian yang tipis (transparan). Rasulullah saw, pun berpaling dari dia dan bersabda;
” Asma’, sungguh seorang wanita itu, jika sudah haidh (sudah balig), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini. ” Beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangan beliau (HR Abu Dawud).

Berdasarkan hadis ini, Az-Zarkani berkata, ” Aurat wanita di depan lelaki Muslim ajnabi (non-mahram) adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan” (Syarah Mukhtasar Khalil, 176).

Selain itu banyak riwayat sahih yang menunjukkan bahwa wajah dan kedua telapak tangan memang biasa tampak dari wanita pada masa Rasul, yakni saat turunnya ayat tersebut. Ketika para wanita ini bertemu dan berbicara dengan Rasul Saw. Beliau pun mendiamkan fakta seperti itu.

Kewajiban Jilbab dan Kerudung

Wanita muslimah wajib berjilbab dan berkerudung berlaku manakala keluar dari rumah menuju kehidupan umum. Jilbab berbeda dengan kerudung dan Khimar.

Kewajiban mengenakan Khimar didasarkan pada QS an-Nur ayat 31 di atas. Menurut Imam Ibnu Mandzur di dalam kitab Lisan al-‘Arab: Al-Khimar Li al-mar’ah: an-nashif (Khimar bagi perempuan adalah an-nashif yaitu penutup kepala). Menurut Imam Ali ash-Shabuni, Khimar (kerudung) adalah ghitha’ ar-rasi ‘ala shudur penutup kepala hingga mencapai dada) agar leher dan dadanya tidak tampak.

Adapun kewajiban berjilbab bagi Muslimah ditetapkan berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Ahzab: 59).

” Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri kaum Mukmin, ” Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka…”(TQS al-Ahzab:59).

Di dalam Kamus Al-Muhith dinyatakan, jilbab itu seperti sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.

Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula’ah (baju kurung/gamis).”

Kewajiban bagi Muslimah ini juga diperkuat oleh riwayat Ummu ‘Athiyah yang berkata: Pada dua hari raya kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid DNA gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum Muslim dan doa mereka. Namun, wanita-wanita haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang wanita bertanya, “Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkah dia keluar)?” Lalu Rasulullah saw, bersabda, ” Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut,” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Andaikan berjilbab bagi Muslimah tidak wajib, niscaya Nabi saw, akan mengizinkan kaum Muslimah keluar dari rumah mereka tanpa perlu berjilbab. Hadis ini pun menegaskan kewajiban berjilbab bagi para muslimah. (Sumber: Buletin Kaffah No 125, 28 Jumada al-Ula 1441H. H-24 Januari 2020M)

Islam Membebaskan Muslimah dari Paham Kebebasan

Muslimah perlu menyadari perannya sebagai komponen terpenting umat. Demikian juga posisi komunitas mereka. Muslimah adalah harapan untuk mewujudkan penerapan Islam Kaffah. Muslimah juga amat berpotensi untuk menghadang ide batil dengan segala tipudaya dalam agenda untuk melemahkan umat.

Muslimah harus mampu mengenali paham batil yang bakal menjerumuskan mereka dalam kesesatan. Mencerdaskan dirinya dengan pemahaman Islam kaffah seraya terus berproses menjadi khayru Ummah yang memiliki keyakinan dan pemahaman yang kokoh terhadap ajaran Islam.

Dengan modal pemahaman yang kuat akan Islam, muslimah mampu menentang dan menjelaskan kebatilan segala ide dan pandangan yang lahir dari akidah kufur seperti kapitalisme, sekularisme, sosialisme, liberalisme. Demikian juga menjelaskan kebatilan ide yang lahir darinya yaitu demokrasi, HAM, feminisme dan sebagainya secara gencar.
Muslimah akan mampu melakukan perlawanan melalui hujjah yang elegan dalam menghadapi dinamika strategi kufur.

Walhasil adanya kampanye No Hijab Day membuka mata kita muslimah Sholehah untuk terus melakukan penyadaran politik ditengah-tengah masyarakat, sehingga Islam tidak tercerabut dari akarnya. Bergerak berjuang bersama dalam dakwah jamaah yang mengarahkan Islam terterapkan dalam sebuah negara.

Muslimah yang Sholehah adalah muslimah yang bersegera taat dan tunduk terhadap semua aturan-Nya tanpa menunda. Dan tidak larut dalam urusan yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan pemberdayaan perempuan yang salah. Wallahu’alam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *