Oleh : Gina Kusmiati (Komunitas Pena Islam)
Perceraian menjadi hal yang mengerikan dalam biduk rumah tangga. Meski Islam telah membolehkan adanya perceraian, namun harus menjadi catatan bahwa Allah sangat membenci perkara ini. Adanya perceraian haruslah benar-benar murni menjadi jalan akhir untuk kemaslahatan bersama antara suami maupun istri.
Peningkatan angka penceraian di tengah pandemi makin menghantui. Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Sumedang. Pasalnya, perdaftaran permintaan perceraian di Sumedang melonjak. Ratusan pendaftar berdatangan hingga menebus angka 2.294 terdaftar pasca ditutupnya pengadilan selama 3 bulan (Kabarpriangan.com, 03/06/20).
Banyaknya pemutus tenaga kerja (PHK) yang terjadi di beberapa daerah menambah beban masalah ekonomi dalam rumah tangga. Ini sepeetinya menjadi faktor utama perceraian yang kian marak. Daerah Cianjur misalnya, 2.029 kasus gugat cerai telah terdaftar di kantor Posbaku Pengadilan. Sebanyak 80% penggugat adalah wanita dengan alasan ekonomi (Okezone.com, 12/06/2020).
Faktor ekonomi dan perselisihan lainnya dalam rumah tangga bukan hanya terjadi di masa pandemi saja. Sebelum wabah ini datang pun melonjaknya angka penceraian sudah menjadi hal yang biasa terjadi.
Kian sulitnya mencari pekerjaan di masa pandemi, membuat seorang kepala keluarga kesulitan mencari nafkah. Ketahanan keluargapun rawan rapuh karena ekonomi yang menjadi andalan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga sudah tidak memadai.
Sistem Kapitalisme yang digandrungi telah menjadi pemicu lahirnya pemerintah yang hilang empati. Alih-alih memberikan lapangan pekerjaan pada rakyat pribumi. Pemerintah malah tega membuka lapangan pekerjaan bagi TKA pasca membludaknya penggangguran setelah adanya wabah.
Ternyata penyebab retaknya rumah tangga bukan dalam hal ekonomi saja. Tidak adanya peran negara sebagai pelindung rakyat. Memudahkan pemahaman Sekular masuk ke tengah-tengah umat serta rumahtangga. Hingga keimanan suatu keluarga mudah terkoyak ketika menghadapi ujian hidup.
Pemikiran sekular menjadikan suami istri senantiasa egois dalam hal yang salah menurut Islam. Menuntut haknya masing-masing tanpa memenuhi kewajiban di rumahtangga. Perseteruan pun tidak terelakkan dalam rumahtangga. Karena standar yang mereka emban menghasilkan pemikiran yang rusak dan salah dalam memandang tujuan hidup.
Islam sebagai dien yang sempurna mampu menjaga ketahanan keluarga. Caranya tiada lain dengan menerapkan sistem politik dan ekonomi Islam secara kaffah yang meliputi beberapa faktor yaitu politik, ekonomi, pendidikan dan sistem sosial/pergaulan. Karena hal ini saling berkesinambungan. Sayangnya sebagian masyarakat hanya merubah sebagian faktor saja karena masih terkendala pemikiran kapitalis- sekular.
Tapi, dengan mekanisme Islam semua faktor-faktor ini dapat diwujudkan di tengah umat. Faktor-faktor tersebut dilindungi negara dan dipayungi hukum Allah. Agar dapat melahirkan kebijakan-kebijakan sesuai Islam. Hingga pemikiran sekular tak dapat merasuki konsep-konsep Islam. Individu, keluarga, masyarakat sampai ke negara memiliki standar pemikiran yang sama yaitu Islam. Perceraian pun dapat terhindari karena faktor penghambat ketahanan keluarga bisa dihindari dan diselesaikan.