Oleh: Alfiyah Kharomah (Praktisi Kesehatan, Member Revowriter)
“Sekali lagi, langkah-langkah extraordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya, entah langkah politik, entah langkah-langkah ke pemerintahan. Akan saya buka. Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara. ” kata Jokowi seperti arahannya kepada Kabinet Indonesia Maju dalam rapat terbatas 18 Juni 2020 lalu, ditayangkan di YouTube Setpres pada Minggu (28/6/2020).
Lanjut Jokowi, iya mengancam untuk mereshuffle, perombakan kabinet atau membuat perppu yang lebih penting lagi. Ia menegaskan akan mengambil langkah penting memerangi pandemi Corona.
Apa yang disampaikan Jokowi dengan nada mengancam tersebut dikarenakan ia menganggap banyak menteri yang belum memiliki sense of crisis dan bekerja seperti kondisi normal. Bahkan ia siap mempertaruhkan reputasi politiknya untuk membuat kebijakan yang berbeda dari biasanya.
Ada beberapa sektor yang mendapatkan sorotan. Pertama bidang kesehatan dengan anggaran Rp 75 triliun. Namun penggunaan anggaran sektor tersebut masih 1,53%. Ia menyampaaikan agar segera mengeluarkan uang tersebut untuk pembayaran dokter, tenaga spesialis dan belanja peralatan. Dengan begitu, uang beredar di masyarakat sehingga dapat memicu aktifitas perekonomian.
Kedua, ia menyoroti bantuan sosial ke masyarakat. Ia mengatakan harus 100% sudah dikeluarkan.
Ketiga, sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ia juga menyampaikan agar jajaran menterinya segera menstimulus ekonomi mereka. Ia menegaskan jangan biarkan mati dulu, baru dibantu. (katadata.co.id)
Sri Mulyanipun menjawab bahwa kebijakan stimulus fiskal untuk penanganan COVID-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menghadapi ‘musuh baru’. Permasalahan ini terjadi di level operasional dan administrasi. Hingga berdampak di beberapa sektor.
Akibatnya, penyerapan belanja belum maksimal. Ia mencontohkan program kesehatan yang penyerapannya masih sedikit. Ini terjadi karena masih terjadi gap antara realisasi keuangan dan fisik. Ia juga menyampaikan realisasi di sektoral dan pemda yang juga masih rendah. Sehingga pusat meminta dukungan dari pemda untuk segera menyelesaikan proses registrasi.
Dengan demikian, pembayaran tenaga medis jadi terhambat. Insentif yang harus dibayarkan kepada tenaga kesehatan dan biaya klaim perawatan pasien masih terkendala administrasi dan verifikasi yang rigid. (IDN Times)
Karut marut yang terjadi di berbagai sektor membuat orang nomer satu di Indonesia tersebut akhirnya marah dan akan mengancam mereshufle menterinya. Demi rakyat dan negara Indonesia katanya.
Namun, kekecewaan yang disampaikan oleh presiden tentu saja, jika ditanyakan kepada seluruh rakyat Indonesia, karena beliau telah menyebut rakyat Indonesia, maka jawabannya adalah berkali lipat lebih kecewa. Keruwetan penanganan wabah sejak awal konfirmasi pasien pertama, hingga berjalan 4 bulan wabah pandemi, telah menelan korban. Tak sedikit, 57.770 positif Covid-19 dan yang meninggal 2.934 orang, data per 1 Juli 2020. Sedang faktanya di lapangan, saat ini masih banyak rakyat yang bertaruh nyawa karena pemerintah memberlakukan new normal.
Tentu saja, marah-marahnya pak presiden kepada seluruh jajaran menteri yang beliau pilih sendiri, telah mengkonfirmasi bahwa pemerintah memang tak cakap dalam menangani wabah. Apa yang disampaikan Sri Mulyani saja, yakni tidak sinkronnya pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan wabah, cukup menjadi bukti tidak beresnya pemerintah menangani wabah.
Banyak yang bertanya-tanya, bagaimana kualifikasi menteri yang dipilih presiden? Bukankah menteri itu dipilih berdasarkan kualifikasi dan keahliannya? Lagi-lagi, potret kinerja menteri saat ini telah membuka aib dari kabinet oligarki. Ingatan peristiwa pilpres satu tahun yang lalu terbuka satu demi satu. Bahwa pemilihan pejabat pemerintahan tidak didasarkan pada kapabilitas, kecakapan atau syarat utama yang dibutuhkan rakyat untuk menyelesaikan masalah mereka.
Faktanya, para pejabat publik yang dipilih kemarin adalah hasil dari dorongan kepentingan segelintir elit politik dan partai yang berkuasa. Menjadi rahasia umum bahwa mereka melakukan bagi-bagi kursi kepemimpinan dan kue kekuasaan. Inilah rezim oligarki. Jadilah, kekuasaan hanya berputar pada segelintir elite. Mereka bekerja bukan atas nama rakyat, tetapi atas nama partai dan ambisi kekuasaan mereka.
Meski berkali-kali mengucapkan demi rakyat Indonesia, demi negara. Namun, fakanya di lapangan rakyat menderita dengan berbagai kebijakan yang telah disahkan. Harga BBM yang tetap saat harga minyak dunia turun, kenaikan BPJS di tengah pandemi, penarikan iuran Tapera dan banyak lagi kebijakan-kebijakan yang tak pro rakyat, sangat gamblang terlihat. Sekarang terbukalah borok mereka, bahwa prioritas kinerja mereka bukanlah untuk mengurus rakyat.
Perlu disadari bersama, bahwa reshuffle, Perppu baru dan gerakan-gerakan ekstraordinary yang terlahir dari rahim kapitalisme tak akan banyak membantu mengusaikan pandemi dan segala ekses yang diakibatkan adanya wabah. Sudah berkali-kali sejaran mengungkapkan berganti pemimpin, reshuffle kabinet dan segala macamnya telah dilakukan. Namun nihil.
Yang dibutuhkan oleh 270 juta rakyat Indonesia adalah landasan yang benar dalam mengambil kebijakan. Landasan tersebut nantinya yang akan melahirkan berbagai sistem yang tangguh dan bekerja sebenar-benarnya melayani rakyat. Yakni sistem yang setiap pejabat negaranya mengambil amanah bukan untuk kepentingannya, tapi karena ingin mendapatkan ridho dari Allah SWT. Sistem yang membuat tugas mereka tidak disetir oleh kepentingan partai politik pendukungnya, golongan, suku, organisasi maupun individu tertentu. Sistem yang membuat mereka yang bekerja di dalamnya diliputi keimanan dan kesadaran penuh bahwa amanah yang diberikan akan dipertanggung jawabkan kelak di akhirat.
Selama dalam koridor Kapitalisme, tidak akan lahir kebijakan yang benar karena landasan mereka bekerja bukanlah untuk rakyat, namun bagaimana agar apa yang mereka kerjakan menguntungkan dirinya sendiri dan para kapitalis yang merampok negeri ini.
Tidakkah kita merindukan sistem seperti itu? Yang bahkan jika jokowi masuk di dalamnya, ia kan menjadi sosok yang sholeh, yang ancamannya kepada jajaran di bawahnya adalah karena ancaman takut akan Allah dan hari akhir.
Wallahu ‘alam bisshawab