Kaburnya Sejarah Memantik Pemuda Gandrung Khilafah, kok Bisa?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Aulia Rahmah (Kelompok Penulis Peduli Umat)

Perbincangan Khilafah kini tak hanya terbatas di kalangan aktivis Islam saja. Sejak diluncurkannya film “Jejak Khilafah di Nusantara” (JKdN) oleh Komunitas Literasi Islam melalui kanal Khilafah Channel, Stasiun TV One mengundang cendekiawan muslim dan pengurus NU pusat untuk menanggapi film dokumenter ini. Pro kontra terjadi, ada anggapan film ini terselip propaganda HTI, film ini tak ada fakta sejarahnya, dan anggapan miring lainnya. Mata penduduk seantero Indonesia mendadak tertuju pada khilafah, menembus batas usia dan strata sosial.

Mengomentari anggapan tersebut, Sutradara Film JKdN, Nicko Pandawa justru bangga, sebab dengan munculnya pro kontra akan memantik berbagai diskusi bernas tentang jejak khilafah di Nusantara.Tak jauh beda dengan Nicko, Sejarawan Turki, Dr. Ismail Hakki Kadi saat diwawancarai oleh Anadolu Agency mengatakan “Belum ditemukannya dokumen tentang hubungan khilafah dengan kerajaan di Jawa bukan berarti hubungan itu tidak ada, kita harus bersikap hati-hati, menurut saya perdebatan seputar itu di Indonesia adalah sesuatu yang bagus. Isu viral seperti ini, meningkatkan minat orang-orang untuk menelitinya. Dan penelitian tentang hal ini akan bertambah”(https://www.aa.com.tr/id/berita-analisis/sejarawan-turki-belum-adanya-dokumen-sejarah-bukan-berarti-relasi-utsmani-jawa-tidak-ada/1956801)

Bagi rezim yang berkuasa saat ini, ide khilafah menjadi ancaman bagi eksistensi kekuasaannya. Menggeser materi khilafah dari mata pelajaran fikih ke sejarah adalah buktinya. Mungkin saja dengan ini, rezim berharap Umat Islam kehilangan semangat dan cara untuk mengamalkan Islam secara kaffah di bawah institusi khilafah. Ditambah tuduhan terhadap film JKdN adalah propaganda HTI, serta mengaburkan sejarah dengan mengatakan film ini tidak ada fakta sejarahnya hingga pemblokiran.

Bagi anak muda yang menginginkan idealisme untuk menyempurnakan aqidahnya serta menginginkan jalan perubahan yang menjamin kebahagiaan hidup dunia akhirat, tentu akan menyambut seruan dakwah khilafah. Toh Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Khilafah adalah sarana untuk berislam kaffah. Khilafah juga menjadi kebutuhan dunia saat ini. Pasalnya ideologi Kapitalisme gagal mewujudkan keadilan, pemerataan, kesejahteraan, dan perlindungan atas hak dan kehormatan. Bahkan di masa pandemi ini, dunia global terancam wabah kelaparan dan resesi ekonomi.

Keterbatasan politik sekuler yang memaknai aktivitas politik hanya seputar kekuasaan dan legislasi berdampak pada kekacauan yang luar biasa. Yang ada di benak para politisi hanya meraup banyak uang, korupsi pun dilakukan. Mempertahankan kekuasaan hingga tujuh turunan, politik dinasti pun ditempuh. Sungguh tak tampak sama sekali tanggung jawab untuk menjaga agama (Islam) yang diyakini masyarakat, apalagi mengurusi dengan setulus hati segala persoalan yang dihadapi penduduk negeri.

Atas nama pembangunan rumah-rumah warga digusur. Atas nama reklamasi mata pencaharian nelayan dirusak. Atas nama ketahanan energi lahan pertanian ‘dirampok’. Atas nama jaminan kesehatan rakyat dipalak, dan sederet kedzaliman lainnya. Fakta yang semacam ini akan menjadi pemantik bagi para pemuda masa kini untuk menyambut seruan dakwah khilafah. Apalagi politik dalam Islam adalah aktivitas yang mulia, yakni mewujudkan kepedulian terhadap kepengurusan umat oleh penguasa. Berpolitik dengan mengingatkan para penguasa akan tanggung jawabnya dinilai jihad oleh Rosulullah Muhammad Saw, sebagaimana sabdanya;
“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) dihadapan penguasa dzalim” (HR. Abu Dawid dan Tirmidzi).

Banyak cara menyadarkan umat tentang pentingnya khilafah, salah satunya dengan menyajikannya melalui film. Film dokumenter tentang jejak khilafah di Nusantara memperkuat bahwa khilafah memanglah ajaran Islam, ada sejarah penerapannya bahkan sampai ke kita, muslim di Nusantara.

Menegakkan khilafah hukumnya fardhu kifayah, sama halnya dengan menguburkan jenazah. Selama kewajiban itu belum tertunaikan maka masih menjadi beban setiap diri kaum muslimin. Kewajiban itu bukan didasarkan atas ada atau tidaknya fakta maupun sumber sejarah. Kewajiban itu ada karena adanya Syariat dari Allah untuk manusia agar melaksanakan seluruh kewajiban agama, baik yang menyangkut hubungan individu seorang muslim dengan Allah Swt, hubungan dengan dirinya sendiri, maupun hubungan individu muslim dengan individu yang lainnya, termasuk kewajiban negara untuk melaksanakan hukuman qisas bagi kasus pembunuhan, hukuman rajam bagi kasus perzinahan, kewajiban memeratakan dunia dengan dakwah dan jihad, serta kewajiban-kewajiban yang lainnya.

Ustadz Ismail Yusanto sebagai penasehat Komunitas Literasi Islam dalam sambutannya, sesaat sebelum film JKdN diluncurkan mengatakan bahwa sejarah bukanlah sumber pemikiran, akan tetapi sejarah adalah obyek pemikiran dan penelitian. Kita patut bersyukur di tengah arus penguburan dan pengaburan sejarah, tak jua mematikan kreatifitas anak muda untuk memupuk kecintaan generasi kekinian terhadap ajaran Islam khilafah. Kita patut apresiasi orang-orang yang konsisten berpegang terhadap dakwah, yang ada dibalik pembuatan film JKdN ini. Semoga kelak generasi ini dan seterusnya dapat menyempurnakan dakwah para wali utusan Khilafah untuk mengaktualisasikan Syariat Islam di bawah naungan khilafah ala minhajin nubuwah seperti janji Allah Swt dan bisyaroh Rosulullah Saw, aamiin. Wallahu a’lam bi ash-showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *