JKDN dan Angin Kebangkitan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ainur M. Dzakiyah (Pegiat Literasi dan Pemerhati Masalah Sosial)

“Sejarah tak mencatat para pecundang. Bahkan walaupun bumi melahirkannya.”
[Asma Nadia]

Sejarah adalah pelajaran yang tidak menarik jika hanya tentang hafalan angka dan nostalgia. Padahal jika kita mempelajari sejarah dengan baik dan benar, sejarah akan meninggalkan pelajaran berharga di dalam hidup umat manusia. Sejarah bisa menjadi guru yang efektif karena pengalaman yang terjadi di masa lalu. Dan tidak menutup kemungkinan sejarah akan berulang. Dengan sejarah kita bisa mengurai kerumitan yang terjadi. Hingga Bung Karno sang proklamator pun berpesan jangan sekali-kali melupakan sejarah.

Beberapa saat yang lalu, tanggal 20 Agustus 2020 dan bertepatan dengan 1 Muharram 1442 telah diputar film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) di kanal youtube Khilafah Channel. Film yang dikomandoi oleh sejarawan muda Nicko Pandawa telah menyedot antusiasme masyarakat. Ribuan orang rela untuk menonton gala premier film dokumenter ini. Hal itu nampak dari pantauan jumlah penonton yang mencapai 430 ribu lebih. Bahkan sempat menjadi trending topik di twitter.

Film merupakan media yang menarik dalam memvisualisasikan sebuah peristiwa. Sehingga dapat tergambar bagaimana kondisi yang sebenarnya dengan melihat penayangan tersebut.

Film yang dibuat untuk menjawab tantangan zaman ketika gaung khilafah semakin luas. Apakah khilafah ada hubungannya dengan nusantara? Indonesia yang notabene mayoritas muslim masih belum mengetahui apakah itu khilafah, apalagi dengan opini yang dihembuskan di masyarakat bahwa ajaran khilafah akan mengancam eksistensi dari Negara Indonesia.

Penayangan fillm ini mengalami kendala dalam proses penayangannya. Pemblokiran sepihak dari youtube dengan alasan ada keluhan dari pemerintah. Namun hal itu tidak bisa menutup upaya penguakan sejarah yang selama ini ditutupi. Tim sukses dari penayangan film terus berupaya dengan berbagai cara agar masyarakat yang telah menanti tidak kecewa. Meskipun hal ini menimbulkan tanda tanya di dalam benak para penonton. Karena belum juga film selesai diputar namun sudah ada penjegalan. Bukankah pemerintah seharusnya melakukan tindakan karena sudah mengamati secara utuh dan menilainya. Betapa tindakan hipokrit ini telah menyalahi slogan demokrasi yang diagung-agungkan.

Detik demi detik yang ditayangkan di dalam film tersebut sunggguh membuat masyarakat terhenyak. Film yang dimulai dari wafatnya Rasulullah Saw. di Madinah, kemudian digantikan oleh Khulafaur Rasyidin. Hingga Islam masuk ke Kerajaan Islam Samudra Pasai di Aceh. Kemudian penyebaran Islam dilanjutkan ke berbagai wilayah yang lain termasuk Pulau Jawa. Serta sepak terjang para wali dalam memahamkan agama Islam di berbagai wilayah tersebut.

Ketua Masyarakat Peduli Sejarah (Mapesa) Aceh, Mizuar Mahdi Al Asy mengatakan, jejak hubungan diplomatik antara Kerajaan Aceh Darussalam dengan Kesultanan Turki Utsmani dapat terlihat dari Kompleks Makam Tengku di Bitay di Desa Bitai, Banda Aceh. Masyarakat Aceh menyebut kompleks di sekitar makam ini sebagai “Kampung Turki”. Menurutnya nama Tengku di Bitai diambil dari nama ulama Palestina yang memimpin rombongan Kesultanan Turki ke Aceh. Data-data yang disajikan juga valid karena ditunjang dengan data-data primer.

Visualisasi ribuan tahun yang terekam secara apik dalam 57 menit sungguh sangat berarti. Pengemasan film yang memanjakan mata ini demikian menarik. Film JKDN memberi angin segar kebangkitan bagi negeri ini. Dengan film ini masyarakat akan lebih tergambar bagaimana ketika Islam pernah mewarnai kehidupan di nusantara. Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari institusi khilafah yang menaunginya.

Film JKDN ini sekaligus membungkam para propagandis sekulerisme yang selama ini meneriakkan anti khilafah. Mereka yang beranggapan bahwa syariat Islam hanya cocok di Tanah Arab dibuat terdiam. Karena negeri indah yang dilewati garis khatulistiwa ini pernah diwarnai pula oleh Islam dalam kehidupannya.

Tirai penutup sejarah telah sedikit terbuka. Pengaburan sejarah harus segera disudahi. Negeri ini butuh lebih banyak maklumat untuk bangkit dari tidur panjangnya. Kebangkitan bukanlah hal yang mustahil. Kebangkitan hakiki akan diperoleh bila menjadikan Islam sebagai sandaran dalam kehidupan.

Wallahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *