Jilbab, Bukti Ketakwaan Bukan Kepentingan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Sri Mulyati (Mahasiswi dan Member Akademik Menulis Kreatif)

Kabar terbaru yang sempat menghebohkan jagat sosial media. Sebuah pernyataan yang membuat dahi ini berkerut. Suatu tanda tanya besar mengapa istri seorang notabene ulama mengatakan bahwa seorang muslimah tidak wajib berjilbab? Ia mengakui bahwa setiap muslimah tidak wajib untuk mengenakan jilbab karena memang begitu adanya yang tertulis di dalam Al-Qur´an jika memaknainya dengan tepat.”Enggak juga (semua muslimah harus memakai jilbab), kalau kita mengartikan ayat dalam Al-Qur´an itu secara benar.” Kata Sinta. Rabu,15/01/2020 (Viva.co.id)

Pernyataan nyeleneh di atas tidak sepantasnya keluar dari seorang istri ulama yang memiliki kapabilitas dalam keilmuan Islam ,Abdurahman Wahid atau Gus Dur (Presiden RI ke-4). Tidak mengartikan ayat Al-Qur´an berdasarkan akal semata tanpa adanya penafsiran dari ulama salaf terkemuka yang rujukannya shahih. Ataupun bertaqlid buta kepada tokoh-tokoh tertentu yang nyatanya bertentangan dengan syari´at yang telah Allah tetapkan.

Perkara jilbab ini adalah perkara bukan main-main dan merupakan sesuatu hal yang serius sebagai komponen pembentuk individu. Seseorang yang pertama kali dilihat adalah penampilannya. Yakni yang nampak dari padanya sebagai identitas. Apakah ia wanita muslimah ataukah wanita kafir. Dilihat dari apa yang ia kenakan. Walaupun kualitas keimanan tidak dilihat dari seberapa lebar jilbabnya (ini pembahasan yang lain).

Namun, ketika seorang muslimah mengaku dirinya beriman, sudah tentu melaksanakan apa-apa yang telah Allah Swt perintahkan dan meninggalkan apa-apa yang Allah Swt larang.
Jilbab, Bukti Ketakwaan bukan Kepentingan
يٰاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَجِكَ وَ بَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلٰبِيْبِهِنَّ ۚ ذٰلِكَ أَدْنَى َأْن يُعْرَفْنَ فَلَايُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin : hendaklah mereka mengulur mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab [33] : 59)

Di dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah Swt memerintahkan Rasulullah Saw agar ia menyuruh wanita-wanita mukmin, terutama istri-istri dan anak-anak perempuan beliau karena keterpandangan mereka, agar mengulurkan jilbab keseluruh tubuh mereka. Sebab, cara berpakaian yang demikian membedakan mereka dari kaum wanita jahiliyah dan budak-budak perempuan pada saat itu. Jilbab berarti selendang yang lebih lebar dari pada kerudung. Demikianlah menurut Ibnu Mas´ud, Qatadah, dan Ubaidah.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata,” Allah menyuruh kaum wanita mukmin, jika mereka hendak keluar rumah untuk suatu kepentingan, agar menutup wajah mereka mulai dari atas kepala dengan jilbab, yang boleh tampak hanyalah kedua matanya saja (niqab/cadar).” (Tafsir Ibnu Katsir 16/481).

Imam Al-Qurtubi mengatakan, “Kata Jallaabiib adalah bentuk jamak dari jilbab, yaitu baju yang lebih besar ukurannya daripada kerudung (akbar min al-Khimar). Pendapat yang shahih, Jilbab adalah baju yang menutupi seluruh tubuh (al-tsaub alladzy yasturu jamili al-badan).” (Imam Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi,14/107).

Dari penjelasan ulama salaf di atas dapat dipahami bahwa seorang wanita muslimah ketika memakai jilbab merupakan perintah dari Allah bukan perintah manusia. Ketika mereka ngeyel atas apa yang Allah perintahkan maka, sesungguhnya ia ngeyel terhadap aturan-Nya. Padahal, hak Allah adalah untuk diibadahi dan kita sebagai manusia memiliki kewajiban untuk beribadah dan terikat dengan hukum syara´ salah satunya memakai jilbab.
Satu hal lagi, yang perlu wanita muslimah ketahui adalah kewajiban untuk memakai khimar yang tertuang dalam firman Allah Swt Qs.An-Nur [24]: 31.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنِت يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Qs.An-Nur [24]: 31).

Ayat di atas menjelaskan tentang kewajiban memakai khimar dan kepada siapa aurat kita boleh ditampakkan. Mengenai pembahasan tentang aurat. Sesungguhnya para ulama pengikut Imam as-Syafi´i . Menurut mereka bahwa aurat perempuan adalah seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan (Al-Majmu´ Syarhil Muhadzab, (3/122).

Dalam tafsir Qs.An-Nur [24]: 31 Yang dimaksud kecuali yang biasa nampak padanya adalah wajah dan kedua telapak tangan. Wajah dan kedua telapak tangan bukanlah aurat karena kebutuhan yang menuntut keduanya untuk ditampakkan (Al-Iqna,1/22).
Adapun menurut imam As-Syafi´i seluruh tubuh perempuan kecuali muka dan telapak tangan adalah aurat sehingga harus di tutupi. Ketika bertemu dengan laki-laki asing (ajnabi). Pada saat itulah mereka wajib mengenakan khimar dan jilbab.

Namun, pernyataan istri seorang ulama ini telah menodai keluhuran syariat Islam. Hal demikian terjadi adalah akibat perselisihan masalah ushul yang seharusnya kita memandang hal ini haruslah sama tidak boleh berbeda. Perbedaan ini justru terjadi di negeri kaum muslim sebagai penduduk mayoritas beragama Islam. Mengakui beragama Islam hanya sebagai identitas di tertera di KTP saja.

Sayangnya perkara yang sangat krusial seharusnya tidak boleh terjadi dan dibiarkan begitu saja. Sebab menyangkut masalah akidah seorang muslimah. Jika pernyataan yang disampaikan oleh seorang istri yang pernah menjadi pemangku kekuasaan dianggap angin lalu tentu saja akan meracuni bagian ajaran Islam.

Negara seharusnya menjaga akidah umat dari berbagai pemahaman yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Namun sayangnya, di sistem demokrasi sekuler perkara ini tidak pernah disentuh bahkan dianggap masalah individu dan sah-sah saja. Menganggap mengeluarkan pendapat di depan publik sebagai bagian dari HAM. Tidak peduli hal tersebut melanggar aturan Allah Swt.

Sistem demokrasi yang diadopsi negeri ini menjadikan Barat sebagai tolak ukur dalam penerapan aturan. Arus liberalisme telah menggerus nilai-nilai Islam yang mulia. Tentu mengharapkan nilai-nilai Islam terjaga di sistem ini sangatlah mustahil.

Hanya ada satu harapan yaitu dengan sistem Islam yang akan menerapkan seluruh aturan Islam. Melalui institusi negara yaitu khilafah yang sesuai dengan manhaj kenabian. Melalui penerapan Ideologi Islam di tengah-tengan masyarakat. Senantiasa menjadikan Al-Qur´an dan As-Sunah sebagai tolak ukur dalam berperilaku dan berfikirnya bukan berdasarkan hawa nafsu manusia. Sistem Islam yang mampu menjaga dan menghormati perempuan dengan pakaian yang menutupi aurat secara sempurna sebagai bukti ketakwaan bukan kepentingan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *