Oleh : Teti Ummu Alif (Aktivis Muslimah Kendari)
Tak terasa tinggal hitungan jam tahun 2019 akan segera berlalu berganti dengan Tahun 2020. Sejuta harapan dan resolusi sudah disiapkan untuk menyambut sang tahun baru. Euforia begitu gempita diseantero jagad raya. Tak terkecuali dinegeri kita Indonesia. Semua orang larut didalamnya, tanpa memandang usia dan status sosial. Mereka rela merogoh kocek demi kelancaran aneka acara yang gemerlap nan penuh hura-hura. Hiburan artis, panggung musik, konser, sampai acara bakar jagung, menyalakan kembang api, dan meniup terompet dilakoni sebagian besar warga. Namun ada pula yang mengelar pengajian, atau tablig akbar.
Para ustad pun ikut berkomentar tentang perayaan tahun baru masehi bagi seorang muslim. Ustadz Abdul Somad dan ustadz Khalid Basalamah mengatakan tak setuju perayaan tahun baru, karena lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Namun UAS membolehkan umat muslim yang merayakannya dengan cara syariah, seperti menggelar acara pengajian, atau ceramah. “Malam 31 malam 1 januari kalau masjid buat zikir, datang, kalau tidak ada, habis isya, tidur,” tegas UAS tentang boleh tidaknya merayakan tahun baru. Sedangkan menurut ustadz Khalid basalamah menyontohkan perbuatan Nabi Muhammad SAW saat tahun baru 1 Muharram.
Ternyata Nabi tak pernah merayakan tahun baru 1 Muharram, apalagi tahun baru Masehi.
“Apakah Nabi pernah merayakan tahun baru 1 Muharram? Tidak pernah ada Nabi merayakan tahun baru 1 Muharram apalagi tahun baru Masehi,” kata Ustaz Khalid Basalamah dalam salah satu ceramahnya.
“Saya tidak mengerti, malam tahun Masehi mereka mengadakan acara ceramah lah, tablig akbar lah, nanti jadi rutin setiap tahun,” ujarnya lagi. (Tribun Jambi. Com).
Beliau bahkan menyarankan MUI untuk turun tangan mengeluarkan fatwa untuk mengharamkan acara malam tahun baru.
Jangan Latah Tassyabbuh bil Kuffar
Berbeda dengan perayaan tahun baru Islam atau Hijriah yang berlalu begitu saja tanpa gemuruh bahkan nyaris tanpa peminat kecuali hanya sebagian kecil umat islam saja. Maka lain cerita dengan perayaan tahun baru Masehi yang justru mendapat perhatian khusus. Rupanya umat ini belum mencintai pergantian tahun Hijriah sebagaimana mereka mencintai tahun baru Masehi. Jika dilihat secara kasat mata tentu tak ada yang salah dengan perayaan tersebut. Toh, seluruh dunia ikut merayakannya. Namun jika ditelisik lebih jauh menengok sejarah peringatan tahun baru Masehi. Maka akan didapati bahwa perayaan ini sangat kental dengan ritual agama tertentu yang bertentangan dengan islam. Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Dunia.
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.
Beberapa fakta perayaan tahun baru di beberapa negara misalnya, di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.
Seperti halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang).
Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba futbol Amerika Rose Bowl dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne. Lalu bagaimana di negara-negara lain, termasuk Indonesia? Sama saja bukan?.
Maka jelaslah sudah bahwa tidak sepatutnya kaum muslimin ikut andil dalam perayaan pergantian tahun baru Masehi yang merupakan tradisi kaum kuffar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. Juga hadist serupa tentang larangan menyepakati perayaan kaum kuffâr diantaranya adalah:
عن أنس بن مالك – رضي الله عنه – قال: قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان، قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية. فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم –: (إن الله قد أبدلكم بهما خيراً منهما، يوم الأضحى، ويوم الفطر)
Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ’anhu beliau berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alahi wa Sallam tiba di Madînah dan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain-main di dalamnya. Lantas beliau bertanya, ”dua hari apa ini?”. Mereka menjawab, ”Hari dahulu kami bermain-main di masa jahiliyah.” Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam mengatakan : ”Sesungguhnya Allôh telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari idul adhhâ dan idul fithri.” [Shahîh riwayat Imâm Ahmad, Abū Dâwud, an-Nasâ`î dan al-Hâkim.]
So, sudah saatnya kita move on bukan hanya dari tahun 2019 ke tahun 2020. Tetapi juga move on dari sistem jahiliya yang penuh dengan kerusakan dan maksiat kesistem buatan Allah Azza wajalla pemilik alam semesta yang penuh dengan rahmat bagi seluruh umat manusia.
Wallahu a’alam