Janji Manis Pembangunan IKN, Beban Rakyat Kian Berat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Janji Manis Pembangunan IKN, Beban Rakyat Kian Berat

Oleh Siti Mariani

Aktivis Dakwah

Mega proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi sesuatu yang sangat dinantikan oleh warga Kalimantan Timur khususnya dan warga Indonesia pada umumnya. Banyaknya fasilitas yang akan dibangun di Ibu Kota Baru menjanjikan kebahagiaan, terbukanya lapangan pekerjaan dan kemajuan teknologi. Termasuk rencana pembangun sekolah-sekolah elit berkelas dunia, ditambah fasilitas lainnya yang tidak kalah penting.

TRIBUNKALTIM.CO – Dalam rangka membangun IKN Nusantara atau Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur, pemerintah membuka peluang seluas-luasnya bagi para investor untuk menginvestasikan dananya.

Dilansir dari Kompas.com, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan perkembangan minat investasi di IKN Nusantara saat ini meningkat 40 kali lipat setelah market sounding kedua yang diadakan pada 18 Oktober 2022 lalu.

Hal ini tercermin dari kebutuhan lahan seluas 1.400 hektar di zona 1B dan 1C, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP IKN.

Jumlah tersebut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan market sounding pertama pada 22 Agustus 2022 dengan luas hanya 38 hektar.

Presiden juga mengatakan, pembangunan IKN tidak hanya diisi oleh kantor-kantor pemerintah tetapi juga tempat bagi para inovator dan wirausahawan sebagai motor penggerak ekonomi baru. Kawasan Inti Pusat Pemerintah (KIPP) IKN dibangun dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sekitar 20% selebihnya sebesar 80% diberikan kepada investasi swasta dalam pembangunan IKN.

Sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) resmi melakukan penandatanganan kontrak 19 paket pekerjaan pembangunan infrastruktur Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Tahun Anggaran 2022, Senin (29/8/2022).

Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyebutkan kebutuhan anggaran untuk pembangunan tahap pertama hingga 2024 mencapai Rp110 triliun dari total 501 triliun ($35 miliar). Kemudian, darimana sumber uangnya, mengingat pada APBN 2022 tidak ada pos anggaran untuk IKN?

Dari poin ini saja jelas negara tidak siap. Apabila terjadi refocusing atau realokasi APBN, kemungkinan besar anggaran untuk rakyat akan berkurang, seperti kesehatan, pendidikan, perumahan rakyat, anggaran jamsos, dan peningkatan produktivitas usaha, dan lain-lain.

Bukan tidak mungkin kondisi tersebut “memaksa” pemerintah menarik utang demi memenuhi kebutuhan belanja negara yang cukup besar. Alhasil, utang pemerintah kian menggunung. Padahal, hingga akhir Desember 2021, utang pemerintah sudah menembus Rp6.908,87 triliun atau setara 41% produk domestik bruto (PDB). Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp834,31 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu 38,68% PDB.

Belum lagi beban belanja bunga utang pemerintah yang semakin tinggi. Pada tahun anggaran 2022 ini, beban bunga utang diperkirakan mencapai Rp360—400 triliun atau setara 15% dari total penerimaan pajak. Tentu ini akan sangat memberatkan APBN karena mengalami tekanan untuk mengurangi defisit anggaran.

Bila pembangunan IKN baru menggunakan dana utang, stabilitas perekonomian nasional bisa terganggu. Tidak hanya itu risikonya. Bahkan, Indonesia bisa masuk ke dalam debt trap (jebakan utang).

Kalau sudah terjebak, akan ada negosiasi dengan kreditur. Kalau mereka tidak mau, kreditur bisa melakukan penjualan aset negara. Risiko itu sudah terjadi di banyak negara, seperti Sri Langka dan Nigeria yang berutang dengan Cina.

Mirisnya, justru negara yang siap memberi utang untuk pembangunan IKN adalah Cina, yang mempunyai kepentingan geopolitik di Laut Cina Selatan.

Uraian ini menunjukkan bahwa hanya orang-orang yang mampu secara finansial yang akan menempati kota-kota modern itu. Hal ini berarti hanya orang-orang kaya saja yang mampu menjadi penduduk IKN nantinya.

Dengan kata lain, pembangunan IKN dengan judul “kota kelas dunia” bukanlah untuk masyarakat luas, melainkan untuk kalangan berduit saja.

Sejak awal, pembangunan IKN sudah sarat kapitalisme. Pemerataan kawasan investasi pun menjadi dalih, meski akibatnya kapitalisasi kian meluas di negeri ini. Padahal, lahan calon IKN bukanlah lahan kosong tanpa pemilik. Andaikan IKN berhasil dibangun nantinya, justru rawan konflik selama sengketa lahan belum terselesaikan.

Sebagai pembeda, sejarah Rasulullah saw. ketika hendak mencari kota yang akan menjadi pusat ideologisasi umat Islam. Motivasi terbesar Rasulullah saw. adalah dalam rangka mencari titik sentral dakwah, yakni agar dakwah dapat disebarluaskan dan dimonitor dari satu titik.

Rasulullah saw. memperluas medan dakwah karena pada waktu itu dakwah sudah sampai pada tahap membutuhkan para penolong yang bersedia menyerahkan kekuasaan pada Islam, yaitu dengan Rasulullah saw. sebagai penguasanya (kepala negaranya).

Makkah Saat itu sudah jauh dari kondusif bagi dakwah sehingga medan dakwah kian sempit, kemudian Rasulullah saw. pun mencoba mencari kawasan di luar Makkah. Beliau pun akhirnya mendatangi Thaif dengan mempertimbangkan kondisi strategisnya yang berpotensi sebagai pusat dakwah.

Namun, misi dakwah ke Thaif gagal. Ketidakberhasilan di Thaif ini membuat beliau saw., kemudian mempertimbangkan Yatsrib (Madinah). Karena Madinah adalah kota yang strategis sebagai kota pusat dakwah dengan keberadaan dua kelompok besar manusia, yakni bangsa Arab musyrik dan kaum Yahudi yang keduanya bersaing ketat untuk memperoleh kendali kepemimpinan.

Seandainya Rasulullah saw. mampu menarik salah satu kelompok tersebut hingga setuju dengan ideologi Islam yang beliau bawa, akan besar potensi beliau saw. untuk menguasai situasi dan mengendalikan sebagian besar persoalan.

Demikian pula dengan khulafa sepeninggal beliau, mereka memilih kawasan-kawasan terbaik saat merencanakan pemindahan ibu kota.

Seperti Damaskus Baghdad dan Istambul contoh kota-kota yang pernah menjadi ibu kota Khilafah Islamiah.

Nampak jelas sekali, motivasi pembangunan kota-kota tersebut sangat jauh demi kepentingan kaum berduit semata. Tinta emas sejarah mencatat, ada visi besar bagi masa depan dakwah dan umat yang melatarbelakangi pembangunannya.

Pembangunan IKN semakin menegaskan motif-motif kapitalistik yang jauh sekali dari visi umat. Biaya dan gaya hidup kota modern ala kapitalisme terbukti hanya merestui kepentingan pemodal, sekalipun pembangunannya di negeri muslim, sebagaimana Dubai. Yang sayang sekali, balutan modernisasi di sana hanya kemasan yang justru menghasilkan kesenjangan dan turunan lain kapitalisme itu sendiri.

Wallahu a’alam bishshawwab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *