Jalanan Rusak Tanggung Jawab Siapa?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Jalanan Rusak Tanggung Jawab Siapa?

 

Khatimah

Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah

 

Fenomena jalan rusak telah menjadi pemandangan biasa dan banyak dijumpai di negeri ini khususnya di daerah pedesaan. Seperti yang terjadi di Kampung Cilebak Rancamanyar, Kabupaten Bandung. Di sana kita akan mendapati kerusakan parah yang hampir 3 tahun belum mendapat perhatian dari pihak yang terkait khususnya pemerintah. Membuat tidak nyaman masyarakat yang melintasinya. (TribunJabar 28/02/2023)

Bukan hanya tidak nyaman, akibat banyaknya kubangan air, jalan licin, karena musim penghujan, tak terhindarkan terjadinya kecelakaan para pengendara motor khususnya, mulai dari anak sekolah, juga para orangtua.

Kekesalan masyarakat yang tak kunjung mendapat perhatian dari pemerintah daerah, ditunjukkan dengan menyampaikan protes melalui berbagai cara, mulai dari menanam pohon, meletakkan ban bekas, bahkan ada yang mandi di kubangan lumpur dari jalan rusak tersebut. Ada juga yang menancapkan papan kayu dengan tulisan yang unik “Jalan akan diperbaiki menjelang pilkada” atau dengan tulisan “akan ada perbaikan jalan jika ada pejabat atau presiden yang mau berkunjung”.

Sungguh menjadi hal yang wajar jika reaksi seperti ini muncul, sebagai bentuk kekecewaan, padahal masyarakat sudah berkontribusi melaksanakan kewajiban mereka dengan membayar pajak setiap tahunnya.

Inilah yang terjadi dalam sistem kapitalis, pembiaran kerusakan infrastruktur seolah menjadi hal yang lumrah, tanpa ada perhatian dan penanganan pemerintah. Jika ditelusuri lebih mendalam, kita dapat saksikan bahwa dalam sistem ini penguasa berlepas tangan memenuhi kebutuhan dan kenyamanan masyarakat. Pembangunan yang seringkali menjadi kebanggaan negeri ini tidak didesain demi mempermudah urusan masyarakat. Bukan hanya di Rancamanyar, masih banyak jalan-jalan rusak yang dibiarkan. Pembangunan yang berasaskan bisnis berakibat memilah dan memilih. Jika pun ada perbaikan jalan, menunggu jika ada pejabat lewat atau menjelang pilkada, sebagaimana sindiran pedas di atas.

Bilamana perbaikan jalan dianggap dapat melancarkan kepentingan pemilik modal, maka pemerintah akan gerak cepat untuk segera memperbaikinya. Hal itu juga yang akan terjadi ketika suara rakyat diperlukan untuk kemenangan pesta demokrasi, dengan seketika mereka didekati dan dilayani. Namun setelah keinginan tercapai, jangankan memenuhi janji, melirik pun sepertinya ogah.

Dalam sistem kapitalis, meriayah (mengurusi) kebutuhan masyarakat tidak menjadi skala prioritas yang harus diutamakan. Itu sebabnya yang terjadi adalah sikap pengabaian akan tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat. Akhirnya masyarakat mencoba mencari solusi sendiri dengan menggalang dana dan menggunakan tenaganya bergotong royong demi kenyamanan dan keamanan bertrasportasi.

Namun jauh berbeda dalam Negara Islam yang telah mengalami masa kejayaannya kurang lebih 13 abad lamanya. Di mana disana tergambar jelas bagaimana seorang pemimpin bertanggung jawab atas urusan dan kebutuhan masyarakat, betul-betul diperhatikan. Termasuk dalam masalah jalan yang juga merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh negara, dan tidak bisa diabaikan begitu saja.

Sebagaimana dulu pernah terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab ra. beliau berucap. “Jika saja ada seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, maka akan ada hisab dan akan ada pertanyaan mengapa engkau tidak meratakan jalan tersebut”. Beliau kala itu berada di Madinah yang letaknya ribuan mil dari Kota Baghdad. Dengan segala keterbatasan komunikasi dan transportasi, masih memikirkan tanggung jawab kepada umatnya.

Dalam Islam keamanan dan keselamatan binatang saja sangat dijaga, apalagi dengan manusia yang merupakan bagian dari apa yang dipimpinnya. Karena beliau meyakini akan dimintai pertanggungjawaban kelak dihadapan Rabb-Nya. Dalam sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan Al-bukhari dan Muslim:

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya”.

Sungguh tugas seorang pemimpin adalah meriayah (mengurusi) masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, jangan sampai negara terbius dengan pandangan sesat yaitu “Meraup Keuntungan” semata dari masyarakat.

Hanya dalam sistem Islam seorang pemimpin akan mampu menopang semua pembangunan sarana transportasi, memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat. Untuk tercapainya kemaslahatan masyarakat tidak ada jalan lain kecuali meninggalkan sistem kapitalisme yang sama sekali tidak berpihak pada rakyat, dan beralih kepada kepemimpinan Islam yang berasal dari Sang Pencipta yang Maha Menguasai kehidupan ini, dan akan menerapkan syariat di setiap aspek kehidupan.

 

Wallahu a’lam bishshawwab.

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *