Oleh : Farida Widiyanthi, SP
Konsumen di pasar induk Kramat Jati di Jakarta Timur, mengeluhkan hilangnya stok tahu dan tempe di lapak pedagang dalam dua hari terakhir. Kejadian ini imbas mogok produksi dikalangan pengrajin kedelai. “Sudah sejak tahun baru ini saja saya enggak ketemu tahu dan tempe di pasar. Saya juga baru tahu hari ini kalau ada mogok kerja dari produsen,” kata salah satu konsumen tahu dan tempe, Nurohatun hasanah (48) dilansir Antara, Minggu (3/1)
Republika.co.id, Bogor. Sejak dua hari lalu, tahu dan tempe mulai menghilang dari peredaran, tahu dan tempe sangat sulit ditemukan di pasar tradisional atau penjual keliling. Bahkan dibeberapa Pasar tradisional di kota Tanggerang, Banten, tahu dan tempe tidak lagi dijual. Ternyata, penyebab tahu dan tempe menghilang adalah karena harga kedelai yang tinggi. Naiknya harga bahan baku kedelai impor membuat para pengrajin tahu di Bogor hingga sejabotabek melakukan libur produksi massal dari 31 desember 2020 hingga 2 Januari 2021. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah karena tidak ada perhatian kepada pengrajin tahu dan tempe mengenai kenaikan harga kedelai.
Jakarta, kompas.com (14/1) Produksi kedelai lokal diketahui sangat rendah, sehingga Indonesia sangat bergantung pada kedelai impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Setidaknya 90 persen pasokan kedelai dalam negeri berasal dari impor. Direktur Jendral Tanaman Pangan Kementrian Pertanian (Kementan) Suwandi mengungkapkan, produksi kedelai lokal yang minim sejalan dengan rendahnya minat petani untuk menanam kedelai. Hal tersebut disebabkan harga jual kedelai yang terlalu murah sehingga kurang menguntungkan bagi petani. Padahal biaya produksi kedelai terbilang mahal.
Kenaikan harga bahan pangan jelas berdampak kepada keluarga dan kehidupan masyarakat Indonesia secara umum, yang setiap harinya mengkonsumsi tahu dan tempe sebagai sumber protein nabati. Beruntung yang masih bisa mengkonsumsi makanan dengan sumber nutrisi yang lengkap, namun bagaimana dengan masyarakat yang mengandalkan kebutuhan proteinnya dari tahu dan tempe. Pasti menghadapi kenyataan seperti ini semakin melilit. Betapa sulitnya memenuhi kebutuhan hidup. Bagaimana akan menciptakan generasi yang baik, jika pemenuhan dasar kebutuhan pangan saja tidak bisa terpenuhi.
Kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku industri tahu dan tempe terjadi karena 90 persen berasal dari impor, sehingga bahan pangan pada harga naik dan pada kemandirian bangsa tidak ada. Naik turunnya harga pangan karena besarnya jumlah impor yang bisa diatasi dengan keseriusan untuk menghentikan ketergantungan impor. Sudah saatnya pemerintah mengakui kesalahan dan melakukan perubahan yang mendasar dalam membangun ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Sistem ini telah melegalkan kapitalisasi pengelolaan pangan, sehingga korporasi menguasai mayoritas rantai pasok pangan. Sementara pemerintah hanya sebagai regulator fasilitator yaitu yang membuat aturan dan kebijakan yang menguntungkan korporasi. Sistem neo liberal kapitalisme yang digunakan selama ini terbukti gagal dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
Satu-satunya harapan umat hanyalah kepada sistem islam dan khilafah. Inilah sistem yang dibangun dengan landasan wahyu Allah SWT dan dituntun oleh Rasulullah SAW serta dilanjutkan oleh khilafah selanjutnya. Tata Kelola pangan pada masa khalifah memiliki konsep ketahanan pangan yang kuat dan baik baik dimasa normal maupun di masa krisis, dengan segala potensi sumber daya alam pertanian yang subur, bio diversitas sumber bahan pangan, iklim yang mendukung, hingga petani dan ahli. Semua potensi ini jika dikelola dengan Islam akan mampu membangun ketahanan pangan, sehingga kesejahteraan rakyat segera terwujud. Sebab negara adalah penanggung jawab utama dalam mengurusi hajat hidup rakyat yaitu sebagai raain (pelayan) dan junnah (pelindung). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Imam (khalifah) raain(pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya” (HR Muslim dab Ahmad).
Dengan fungsi ini maka seluruh rantai pasok pangan akan dikuasai negara. Meskipun swasta boleh memiliki usaha pertanian, namun penguasaan tetap ditangan negara dan tidak boleh dialihkan kepada korporasi. Negaralah yang menguasai produksi dan cadangan pangan negara.
Wallahualam bishawab.