Islam Solusi : Polemik Pendidikan Dimasa Pandemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Layli Hawa (Aktivis Dakwah, Pemerhati Sosial)

Kabar dipotongnya tunjangan profesi guru (TPG) sebesar Rp 3,3 triliun untuk Covid-19 lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 meresahkan banyak guru. Apalagi di tengah pandemi ini, banyak guru yang harus mengeluarkan biaya lebih demi bisa mengajar anak didik mereka melalui sambungan internet. Tak sedikit yang mengeluarkan uang pribadi untuk membelikan kuota bagi anak didiknya yang kurang mampu.

Dalam lampiran Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, tunjangan guru setidaknya dipotong pada tiga komponen yakni tunjangan profesi guru PNS daerah dari yang semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, kemudian penghasilan guru PNS daerah dipotong dari semula Rp698,3 triliun menjadi Rp454,2 triliun.

Kemudian pemotongan dilakukan terhadap tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus, dari semula Rp2,06 triliun menjadi Rp1,98 triliun.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim berharap, Kemdikbud memiliki rasa empati yang tinggi terhadap guru yang mengalami dampak dari pandemi Covid-19 ini.

“Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 merugikan sejumlah pihak, yang justru sebetulnya membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah di tengah situasi penyebaran virus korona,” kata Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim dalam pernyataan tertulis yang diterima Media Indonesia, Senin (20/4).

Sektor pendidikan adalah hal urgent bagi keberlangsungan hidup masyarakat. Tempat dimana para pelajar mengais ilmu untuk mewujudkan masa depan gemilang. Peran negara justru sangat dibutuhkan sebagai penjaga masyarakat dari kebodohan. Namun peran tersebut haruslah sinergi terhadap sumber daya pengajar yang harus diperhatikan. Jika tunjangan guru dialihkan, maka akan menjadi masalah besar bagi kompetensi guru.

Dunia kapitalis memang tiada hentinya merenggut hak-hak rakyat dan hanya mementingkan kepuasan para penguasa. Alih-alih peran penguasa yang seharusnya melindungi umat dengan segenap jiwa raga, justru merugikan berbagai pihak terutama rakyat.

Memang, wabah pandemi merugikan berbagai sektor salah satunya bidang ekonomi. Namun alasan ini tidak bisa menghilangkan kewajiban negara lepas tangan menaungi rakyatnya. Karena hubungan negara kepada rakyat adalah melayani dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat tanpa mengurangi haknya. Terlebih hak guru untuk mendapatkan perhatian lebih dari negara.

Berkaca pada masa Daulah Abbasiyah, perhatian negara terhadap para guru/pengajar begitu tinggi. Tunjangan yang diberikan kepada guru seperti yang diterima oleh Zujaj, setiap bulannya adalah 200 dinar. Sementara Ibnu Duraid digaji 50 dinar perbulan oleh al-Muqtadir.

Namun dalam sistem demokrasi, perhatian lebih diberikan kepada para kapitalis pemilik modal. Mencari celah untuk mengalihkannya tanpa membuat rugi para penguasa. Sekalipun hak guru bahkan dana haji dan zakat.

Sudah saatnya umat menyadari bahwa Islam begitu memuliakan guru, menjunjung tinggi hak-hak rakyat, dan perisai dari ketidakadilan. Maka tidak sempurna keislaman tanpa perwujudan nyata aturan yang mengatur kehidupan yaitu sistem Khilafah Islamiyyah. []LH

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *