Oleh: Ummu Adib
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Usia pada masa ini biasanya antara 11 sampai 21 tahun. Pada usia inilah remaja berusaha mencari jati dirinya dan berproses menuju kedewasaan. Dewasa dalam arti siap menjalani kehidupan dengan segala resikonya.
Biasanya remaja akan berkumpul dengan seumuranya mereka, sudah tidak berkumpul lagi dengan anak-anak atau orang dewasa. Pada masa ini, remaja ingin menunjukan eksistensi mereka agar dianggap dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada umumnya kepribadian seorang remaja akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana remaja itu bergaul. Ada remaja yang senang mengikuti aktivitas keorganisasian dan kemasyarakatan, seperti osis, remaja masjid, dan karang taruna, tetapi ada juga yang senangnya hanya nongkrong dengan teman-teman satu ganknya, bercanda-canda, keluyuran bareng, bahkan melakukan kejahatan dengan teman se-ganknya itu.
Seperti yang dilansir dari Kompas.Com-11/07/2020 bahwa Tim gabungan TNI/Polri bersama Pemerintah Kecamatan Pasar Kota Jambi mengelar razia penyakit masyarakat (pekat), Rabu (8/7/2020) malam. Hasilnya, dalam razia itu didapati sedikitnya 37 pasangan remaja di bawah umur yang diduga hendak melakukan pesta seks di hotel. Puluhan remaja itu terjaring petugas gabungan di sejumlah hotel yang ada di Jambi.
Dari 37 pasangan yang diamankan, ada yang hendak menggelar ulang tahun dengan pesta seks. Dalam razia itu petugas menemukan barang bukti berupa satu kotak alat kontrasepsi dan obat kuat. Terjaringnya 37 pasangan ABG itu membuat Camat Pasar Kota Jambi Mursida mengaku miris sekali. “Dalam operasi itu, banyak yang terjaring anak-anak remaja di bawah umur. Mereka menyewa kamar hotel. Sangat miris sekali. Laki-lakinya umur 15 tahun, ada perempuannya umur 13 tahun. Kita temukan ada 1 perempuan 6 laki-laki di satu kamar,” kata Mursida, Kamis (9/7/2020) malam.
Ini hanya satu kasus saja, tapi sudah membuat kita mengelus dada, prihatin dengan kerusakan moral dan akhlak remaja sekarang. Kalau mau melakukan survei maka akan banyak ditemukan kerusakan moral dan akhlak remaja lainnya, dan itu merata hampir di seluruh wilayah Indonesia, baik di desa maupun di kota.
Liberalisme Biang Masalah
Kerusakan moral dan akhlak remaja, tidak hanya terkait dengan pelanggaran norma atau nilai-nilai susila saja, tetapi juga tindakan kriminal. Berapa banyak kasus kriminalitas terjadi justru pelakunya adalah remaja bahkan anak di bawah umur. Sebut saja, curanmor, pembegalan, penjambretan, perampokan, bahkan pembunuhan.
Maraknya tindakan nekad para remaja ini bukan tanpa sebab. Bahkan penyebabnya justru bersifat sistemik. Bagaimana tidak, negeri ini, yang mayoritas penduduknya beragama Islam justru menerapkan sistem kapitalisme liberalis sekuler. Sebuah sistem yang melegalkan hukum-hukum manusia untuk mengatur kehidupan ini. Bahkan peran agama dikebiri, dijauhkan dan dibatasi hanya untuk mengatur urusan ibadah saja. Sedangkan dalam urusan yang lain manusia bebas melakukan apapun sesuai keinginannya.
Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi para remaja sebagai generasi pemegang estafet peradaban. Terbiasa dengan sistem liberalisme yang mengatur kehidupan, membuat para remaja menjadi liar tak terkendali. Inilah yang diinginkan oleh musuh-musuh Islam. Atas nama globalisasi mereka hantamkan gelombang liberalisasi ini kepada generasi Islam, menyuburkan kerusakan mental dan menghancurkan generasi secara massif.
Lihat saja bagaimana mereka memasukkan virus-virus liberal ini melalui tayangan televisi yang beberapa hari terakhir ini menghebohkan, sinetron “Dari Jendela SMP”. Sinetron ini dikemas sedemikian rupa, ibarat medan magnet yang mampu menarik perhatian para remaja untuk menontonnya. Padahal isinya sungguh merusak karena menyuguhkan kehidupan remaja yang menghalalkan perzinahan. Di media digital pun sama, remaja bebas mengakses konten-konten apa pun yang dia mau. Jika tak dibekali dengan iman yang kuat, maka media digital itu pun akan berpengaruh buruk baginya. Memang tak bisa dipungkiri, majunya era digital, kini justru menjadi bomerang. Pesatnya berbagai info tanpa batas ke dalam smartphone, justru seringkali menjadikan pemiliknya kehilangan kepintaran. Media digital bagaikan pisau bermata dua, ia bisa dipakai “browser”, namun juga bisa jadi “monster”.
Generasi Islam kini benar-benar dalam cengkeraman liberalisme, kehilangan potensi besarnya sebagai agent of change, yang seharusnya turut membangun peradaban dan menjadi problem solving bagi umat. Mereka sudah lupa akan jati dirinya, Islamnya terlucuti, harga dirinya tergadai karena cengkeraman liberalisasi.
Islam Menjaga Generasi
Dalam pandangan Islam, tidak ada kebebasan secara mutlak sebagaimana liberalisme. Seluruh tindak tanduk manusia diatur sedemikian rupa dan rinci. Bukan untuk mengekang, tapi untuk menyelamatkan manusia. Tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Islam juga memberikan kebebasan, tetapi kebebasan yang terbatas, bukan kebebasan mutlak. Ada rambu-rambu syariat yang harus dipatuhi dalam kebebasan itu. Islam agama yang sempurna dan paripurna aturannya. Bahkan sebelum suatu masalah terjadi, Allah sudah siapkan seperangkat solusinya. Luar biasa.
Demikian juga dalam persoalan remaja ini. Untuk menyelesaikan persoalan ini Islam pun punya solusinya. Islam melindungi generasi dari kerusakan media dan pergaulan bebas secara komprehensif. Remaja khususnya, harus ditempa dengan pendidikan yang berbasis ketaqwaan hingga akhirnya bisa terbentuk syakhsiyyah Islam. Keluarga dan sekolah pun wajib hadir dalam proses ini. Negara juga mempunyai peran penting dan strategis. Negara bisa memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku maksiat.
Negara bisa menghentikan tayangan-tayangan tidak mendidik. Negara bisa mewajibkan provider internet memblokir konten porno, dll. Ini sebagai bukti bahwa Negara benar-benar perduli dengan kualitas generasi mudanya.
Mengenai teknologi maka sistem Islam membolehkan bagi warganya untuk belajar, mengembangkan serta memakainya. Hanya saja hal ini diatur oleh negara sehingga kondisi lapisan masyarakat yang mengakses teknologi tetap terjaga. Dalam sistem pemerintahan Islam, akan ada departemen khusus yang menangani media massa, yaitu Departemen Penerangan (jihaz al-i’lam). Tugasnya antara lain mengawasi segala bentuk media massa dalam negara Khilafah. Lembaga negara inilah nanti yang akan menjalankan fungsi pengawasan tersebut yang menjamin generasi Islami tetap aman dari segala pengaruh media massa yang negatif dan destruktif, seperti situs-situs porno, dan sebagainya. (Muqaddimah Ad Dustur, Juz II hlm. 291)
Demikianlah bentuk penjagaan negara di dalam Islam terhadap generasi mudanya, terhadap para remajanya. Jika pemerintahnya abai dan lalai, siap-siaplah melihat kehancuran negara. Jika pemerintah perduli dan semua pihak termasuk orang tua bisa berjalan sesuai dengan perannya tentu remaja akan bisa diselamatkan dari keterpurukan. Remaja akan selamat dari cengkeraman liberalisme. Allahu A’lam Bish showwab..