Islam Menyelesaikan Polemik Sistem Zonasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Rifdatun Aliyah

Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 jalur zonasi di DKI Jakarta menuai protes dari para orang tua siswa. Mereka mengeluhkan mekanisme PPDB yang menjadikan usia sebagai dasar penerimaan siswa. Aksi protes ini sempat dilakukan di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Senin, 29 Juni 2020.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menjelaskan akan ada jalur baru dalam PPDB. Jalur baru dalam PPDB tahun itu adalah zonasi bina RW sekolah. Menurut Nahdiana, PPDB jalur zonasi untuk bina RW sekolah akan dibuka setelah proses seleksi jalur prestasi selesai dilakukan pada 4 Juli ini. Sementara untuk lapor diri calon siswa yang lolos pada jalur tersebut dilakukan pada 6 Juli 2020 (kompas.com/01/07/2020).

Jalur baru yang ditetapkan ini mendapatkan respon positif dari para orang tua. Sebab pemerintah juga akan menambah kuota siswa tiap kelas dari 36 siswa menjadi 40 siswa. Lantas, apakah masalah polemik ini cukup berhenti disitu saja? Faktanya, sistem zonasi yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas peserta didik ini tak hanya memiliki satu permasalahan.

Di Indonesia, sekolah negeri yang menerapkan sistem zonasi tak semua siswa dapat turut serta mendapatkan sekolah. Banyak siswa yang berprestasi tidak mendapatkan sekolah lantaran jarak jauh dari sekolah yang dituju. Belum lagi masalah ketidakseimbangan rasio guru dan siswa, kualitas guru yang belum sesuai harapan, ketidakmerataan sarana dan prasarana tiap sekolah khususnya daerah pelosok, penerapan kebijakan yang tidak sama setiap daerah khususnya dalam alokasi dana untuk pendidikan, dan yang lainnya menambah deret panjang masalah yang harus diselesaikan.

Selain itu, pendidikan juga kerap dijadikan sebagai ajang untuk meraih keuntungan. Para orang tua yang tidak mendapatkan sekolah negeri mengeluhkan mahalnya biaya masuk ke sekolah swasta. Sistem ekonomi kapitalistik yang diemban negara membuat pendidikan turut dikomersialkan. Padahal, pendidikan merupakan unsur penting dalam membentuk karakter generasi bangsa. Sudah sewajarnya pula jika negara harus memberikan kemudahan bagi rakyat dalam mengaksesnya. Namun, sistem sekulerisme yang diterapkan negara membuat negara tak menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama. Lantas, bagaimana pandangan dalam Islam?

Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Islam juga mewajibkan kepada seluruh Muslim agar melakukan upaya menuntut ilmu. Allah SWT juga akan memuliakan dan meninggikan derajat para alim (orang yang memiliki ilmu). Dalam pandangan negara Islam yaitu Khilafah Islamiyah, Khilafah harus memberikan jaminan keberlangsungan pendidikan. Pendidikan akan diberikan secara percuma dan merata diseluruh wilayah negara.

Tak hanya itu, Khilafah menjadikan aqidah Islam sebagai landasan dari kurikulum pendidikan. Para guru akan diseleksi dan dipilih sesuai keahliannya. Orientasi pendidikan diutamakan dalam rangka membentuk kepribadian Islam dimana setiap peserta didik harus memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Pengembangan sains, ilmu pengetahuan dan teknologi diarahkan dengan landasan keimanan untuk meraih ridho Allah SWT, menjadi amal sholih dan ilmu yang bermanfaat. Sistem pendidikan Khilafah juga akan didukung oleh sistem lain seperti sistem ekonomi, hukum, sosial, dan kesehatan.

Khilafah juga telah menunjukkan pada dunia bahwa sistem pendidikan Islam mampu membawa peradaban manusia menjadi manusia-manusia yang berakhlak mulia dan memiliki wawasan yang luas. Terdapat beberapa lembaga pendidikan ternama pada masanya yang menjadi bukti sejarah atas kegemilangan Islam. Seperti Al Azhar di Mesir, Nizamiyah di Irak, Al Qarawiyyin di Maroko dan yang lainnya. Para ilmuwan muslim juga telah memberikan kontribusi besar bagi peradaban manusia hingga saat ini. Ibnu Sina dalam dunia kedokteran, Al Khawarizmi dalam aritmatika, Al Farabi seorang polymath, Ibnu Khaldun ahli sosiologi dan ekonomi, dan masih banyak ilmuwan terkemuka lainnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *