Oleh : Syifa Putri
(Ummu wa Rabbatul Bayt, Kab. Bandung)
Corona merubah segalanya. Kehadirannya dapat memisahkan jarak antar sesama manusia. Yang tadinya dekat menjadi jauh, yang tadinya bersama menjadi terpisah. Hal ini diakibatkan ketakutan akan virus mematikan ini, memunculkan rasa saling curiga antar sesama. Karena takut tertulari virus yang menjadi wabah pandemik dunia ini.
Akan tetapi hal ini tidak boleh menjadi alasan untuk berdiam diri. Karena kehidupan masyarakat harus tetap terjaga, pelayanan pemerintahan pun tetap dibutuhkan. Di zaman modern ini, banyak upaya yang bisa dilakukan.
Salah satunya seperti yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bandung, dengan cara menerapkan pelayanan dengan sistem online (Work From Home). Agar bisa tetap bekerja melayani masyarakat. Seperti yang dilansir pikiran rakyat (24/03/20). Pemerintah Kabupaten Bandung bersama Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) tengah melakukan video conference dengan sejumlah perangkat kecamatan, di antaranya Kecamatan Banjaran, Soreang, Cileunyi dan Cilengkrang. Menurut Kepala BKPSDM Wawan A. Ridwan “video conference tersebut merupakan upaya mendukung program social distancing atau physical distancing. Hal ini pun dilakukan untuk antisipasi penyebaran Covid-19 di Kabupaten Bandung.”. Lebih lanjut, Wawan mengimplementasikan kebijakan WFH itu sendiri diambil oleh masing-masing perangkat daerah, termasuk aparat kewilayahan.
Hal ini memang harus dilakukan, tetapi yang jadi pertanyaannya sekarang, apakah peraturan kerja dari rumah tersebut akan efektif diterapkan di instansi pemerintah? Pertanyaan yang sangat wajar, akan keraguan keefektifannya. Karena hal ini didasarkan oleh fakta, dimana sebelum ada kasus wabah ini terjadi masih banyak pelanggaran, kelalaian Pegawai Negeri Sipil terhadap tugasnya, apalagi sekarang.
Hal ini dikarenakan birokrasi pemerintahan di Indonesia cukup memprihatinkan. Yang mana sangat lambat untuk bergerak dan cenderung membelenggu, akibat ulah aparat pemerintah yang sewenang-wenang atas jabatan sekaligus kekuasaan yang dimilikinya.
Mayoritas Aparatur Sipil Negara tidak sepenuhnya mengabdi untuk Negara, tetapi mereka hanya mencari keuntungan demi memenuhi kepentingan pribadi. Hal tersebut kini telah terpampang nyata bahwa sepanjang tahun 2019, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Dr. Drs. Bakhtiar, M.Si menuturkan bahwa telah tercatat sebanyak 1.372 ASN diberhentikan secara tidak hormat oleh pemerintah. (suara.com 21/03/20)
Ini akibat tindak pidana korupsi atau penggelapan yang dilakukan ASN terhadap uang milik Negara. Dan hal lain yang menunjukkan bahwa birokrasi di Indonesia tidak cukup baik. Yakni, mengenai pelayanan publik yang dirasa masih kurang optimal, efektif, efisien dan akuntabel.
Berkenaan dengan pelayanan publik yang masih dianggap buruk tersebut, terdapat permasalahan yang melatar belakangi. Contohnya seperti perilaku ASN yang belum profesional dan juga menyangkut seluruh aspek yang dimilikinya mulai dari perilaku, kompetensi, pengetahuan, kreativitas serta soft skill. Padahal aspek tersebutlah yang menjadi unsur terpenting dalam suatu birokrasi pemerintah. Namun masih banyak ASN yang berpikir lebih mengedepankan kekuasaan dan jabatan dibanding melayani masyarakat.
Hal ini terjadi tidak dengan sendirinya, akan tetapi akibat sistem yang diterapkan, yakni sistem demokrasi kapitalisme. Dimana tolak ukurnya adalah materi, dan menjadikan tatanan kehidupannya sekuler, dimana aturan agama dipisahkan dari kehidupan.
Sehingga membentuk individu yang berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, tanpa memedulikan halal/haram lagi. Di sisi lain akidah yang tidak dijaga, sehingga tidak ada kesadaran akan pertanggung jawabannya kelak di akhirat, bahwa amanah yang dibebankan kepadanya kelak akan dihisab.
Berbeda sekali dengan sistem pemerintahan Islam. Dimana aturan yang diterapkan adalah aturan Islam berlandaskan syariat Islam. Yang merupakan kosmologi kehidupan yang mengatur. Tentang bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan Allah Swt. namun juga mampu menjadi insan yang siap mendedikasikan diri sebaik mungkin kepada orang lain.
Syariat Islam adalah tuntutan, bimbingan, dan aturan Allah, baik prinsip-prinsip maupun lainnya. Guna memandu perilaku manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, diri sendiri, dan lingkungan. Ajarannya tak terbatas dalam hal privat, melainkan juga meliputi sektor publik. Dari persoalan yang sepele hingga yang paling rumit.
Hidup ini bukan hanya untuk diri sendiri sehingga lebih mementingkan hajat manusia, tetapi hakikat kehidupan adalah menjadi abdi, yang dapat berguna sebanyak-banyaknya bagi orang lain sebagai bentuk manifestasi khaira ummah (umat yang terbaik). “Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
Demikianlah sabda Nabi Junjungan Alam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Penggalan hadis tersebut menyirat segudang makna yang sangat mendalam bahwa senang atau tidak, berat atau ringan, eksistensi manusia di jagat raya ini tidak lain adalah menjadi khaira ummah yang berguna bagi entitas lain.
Setiap manusia adalah khalifah di muka bumi yang harus siap mengemban tugas masing-masing dan harus mempertanggungjawabkan apa yang telah diserahi amanah tersebut. Destinasi akhir manusia selain mampu meraih ketakwaan, juga menjadi manusia yang terbaik di muka bumi (khaira ummah). Konklusi ini cukup jelas disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Jadilah kalian sebaik-baik manusia.” (TQS. Ali Imran: 110)
Dengan aturannya yang paripurna, senantiasa membuat manusia ada di dalam akidah yang benar, sehingga akan tercipta pelayanan yang terbaik. Hal ini hanya akan terjadi apabila sistem yang diberlakukan adalah sistem Islam dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.