Oleh: Nurhana (Pengajar Dan Ibu Rumah Tangga)
Rencana penerapan New normal (kehidupan normal baru) oleh pemerintah yang telah diwacanakan sebelumnya, akhirnya benar-benar diwujudkan. Dengan alasan ingin memulihkan perekonomian yang tengah memburuk akibat pandemi, pemerintah nampak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Seiring masih meningkatnya kasus covid-19 di berbagai wilayah di indonesia, bahkan belum ada tren sama sekali yang menunjukkan bahwa angka penularan akan menurun apalagi ke level aman.
Karenanya, wajar jika para intelektual negeri ini angkat bicara mengenai kebijakan baru pemerintah tersebut, sebagaimana yang disampaikan oleh epidemolog FKM Universitas Hasanuddin Ridwan amiruddin menilai, rencana penerapan hidup normal baru (New normal) yang akan diterapkan pemerintah terkesan prematur. Pasalnya, penerapan New normal dilakukan ketika kasus covid-19 di tanah air masih meningkat. Ridwan menjelaskan, setiap negara pasti akan memikirkan dua hal, yakni bagaimana menangani covid-19 dan bagaimana roda perekonomian tetap berjalan. Selain itu beliau juga mengatakan “ini indonesia masih di puncak, bahkan belum mencapai puncak, sudah mau implementasi, jadi terlalu dini, prematur ini”. Kata Ridwan dalam sebuah diskusi publik yang dilakukan secara virtual. Kamis (28/05/2020).
Disisi lain sebagaimana kita fahami beberapa negara yang melakukan pelonggaran, masih sangat memperhatikan terlebih dahulu menurunnya kurva covid-19 di wilayahnya hingga ke level yang dianggap aman untuk penerapan hidup normal baru. Seperti halnya jepang, pelonggaran baru dilakukan enam pekan setelah kurva kasus covid-19 dinyatakan telah menurun. Sebaliknya di indonesia justru melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) disaat jumlah penularan covid-19 masih terus meningkat secara signifikan. Padahal sebagaimana kita fahami untuk menerapkan hidup normal baru, WHO sebagai badan kesehatan dunia telah memberikan beberapa standar untuk suatu negara yang ingin menerapkan New normal bagi masyarakatnya. Seperti dikutip dari kompas.com (17/04/2020).
Direktur jenderal WHO Tedros adhanom ghebreyesus menyebutkan syarat-syarat tersebut antara lain:
1. Kemampuan untuk mengendalikan penularan
2. Sistem kesehatan mampu mendeteksi, mengetes, mengisolasi dan melakukan pelacakan kontak terhadap semua kasus positif.
3. Meminimalisir resiko wabah khususnya di fasilitas kesehatan dan panti jompo
4. Sekolah, kantor dan lokasi penting lainnya bisa dan telah menerapkan upaya pencegahan
5. Resiko kasus impor bisa ditangani
6. Komunitas masyarakat sudah benar-benar teredukasi, terlibat dan diperkuat untuk hidup dalam kondisi “normal” yang baru.
Jika kita melihat, beberapa syarat yang telah disandarkan WHO tersebut. Nampaknya indonesia masih dapat dikatakan jauh panggang dari api, untuk menerapkan hidup normal yang baru. Belum lagi keadaan yang ada juga masih diperparah dengan ketidakdisiplinan serta sikap cuek dari sebagian masyarakat terhadap ancaman virus covid-19. Sebagian kalangan menilai bahwa hal ini disebabkan kurangnya edukasi pemerintah terhadap masyarakat serta kebijakan publik yang kurang jelas dan terarah juga cenderung berubah-ubah, disisi lain kurangnya komunikasi publik yang harusnya dilakukan.
Lalu sebenarnya, apa yang menyebabkan kondisi negeri muslim terbesar di dunia ini semakin hari semakin runyam serta cenderung sangat sulit untuk keluar dari permasalahan yang tengah membelitnya. Keadaan semakin terpuruk tanpa penyelesaian yang jelas dan terarah dari pemerintah. Karenanya sebagai muslim haruslah menyadari bahwa semua ini terjadi akibat penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang berlandaskan pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sistem ini telah cacat sejak kelahirannya dan telah jelas tidak bersumber dari islam, namun bersumber dari akal dan hawa nafsu manusia yang bersifat terbatas serta sarat dengan kepentingan.
Karena itu Allah Swt mengingatkan kaum muslimin dalam firmannya :
“Maka demi tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman, hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QS. An-nisa : 65)
Dalam surah lain Allah Swt juga berfirman :
Kemudian kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (QS. Al-jatsiyah : 18)
Fakta sangat “tergambar” secara jelas di depan mata kita semua, bagaimana sistem kapitalisme ini mengesampingkan keselamatan jiwa manusia demi alasan keberlangsungan perekonomian, yang tidak sepenuhnya memihak kepada rakyat tetapi justru lebih kepada para pemilik modal. Lihat saja bagaimana pembukaan transportasi umum, mall, taman hiburan, kafe serta sederet tempat umum lainnya yang dimiliki oleh para pebisnis. Padahal hingga saat ini masih menjadi tempat-tempat penularan yang dinilai tinggi.
Islam adalah agama yang paripurna, yang diturunkan dari Dzat yang mana tinggi, tuhan semesta alam. Mampu mengatur segala aspek kehidupan manusia dengan kesempurnaan syari’atnya, sehingga dipastikan akan menjadi solusi tuntas untuk segala problematika kehidupan manusia. Karenanya dipastikan akan mampu mengatasi serta menyelesaikan masalah pandemi secara bijak dan tuntas, bukan hanya covid-19 tetapi juga virus-virus lainnya yang saat ini disinyalir mengancam banyak keselamatan jiwa manusia. Tetapi tentunya bukan dengan cara berdamai, akan tetapi dengan pemberlakuan lockdown atau karantina wilayah secara total dalam rangka menghentikan penyebaran wabah. Serta untuk menyelamatkan jiwa manusia bukan ekonomi, sebab perekonomian akan berlangsung hanya jika manusia dapat terselamatkan. Sebaliknya jika nyawa manusia melayang akibat pandemi, justru akan semakin menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian itu sendiri.
Demikian halnya dalam tatanan kehidupan islam pun tidak menganut konsep New normal tetapi hanyalah kehidupan normal yaitu kehidupan masyarakat yang bernafaskan islam, memiliki aturan islam di segala aspek kehidupannya. Termasuk keharaman mengorbankan jiwa manusia dengan alasan perekonomian.
Pemerintahan berjalan diatas landasan syariat islam tanpa dikendalikan oleh para pebisnis/pengusaha. Kebijakan secara keseluruhan bersifat independen, terfokus kepada kemaslahatan umat. Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saat terjadi pandemi di masa pemerintahan beliau.
Rasulullah bersabda : “jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR. Bukhari dan Muslim).
Metode karantina ini telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dalam rangka pencegahan wabah menjalar ke wilayah yang lain. Kemudian untuk memastikan hal tersebut Nabi Saw juga mendirikan tembok disekitar daerah yang terjangkit wabah, kemudian menjanjikan pahala sebagai mujahid di jalan Allah SWT bagi mereka yang bersabar. Kemudian mengancam bagi yang melarikan diri dari daerah wabah dengan malapetaka dan kebinasaan.
Peringatan kehati-hatian pada penyakit lepra juga dikenal luas pada masa hidup Nabi Saw. Rasulullah Saw menasehati masyarakat agar menghindari penyakit lepra. Dari hadits Abu Hurairah. Imam bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “jauhilah orang yang terkena lepra, seperti kamu menjauhi singa”.
Demikianlah Rasulullah Saw sebagai seorang Nabi dan juga seorang pemimpin dalam pemerintahan mengajarkan kepada masyarakatnya bagaimana cara yang sangat efektif dalam menangani wabah. Ini pula yang diterapkan oleh para khulafaurasyidin serta para khalifah kaum muslimin setelahnya dalam menghadapi pandemi pada masanya masing-masing. Namun hal ini tidak mungkin dapat kita wujudkan ketika sistem demokrasi kapitalisme masih diterapkan di negeri ini. Karenanya apabila kaum muslimin ingin terbebas dari pandemi covid-19 secara shohih dan tuntas, begitupun dengan virus yang lainnya, tidak lain yang harus dilakukan hanyalah menerapkan islam secara kaffah di seluruh aspek kehidupan. Namun hal ini hanyalah dapat diwujudkan dalam sistem ciptaan Dzat yang maha tinggi dan sempurna serta jauh dari kecacatan, yaitu sistem khilafah islam dengan mencampakkan sistem demokrasi sekular buatan manusia yang telah terbukti rusak dan menghasilkan kerusakan serta bertentangan dengan fitrah manusia secara keseluruhan.
Wallaahu a’lam bishshowab.