ISLAM DAN PARADOKS COVID 19

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Fastaghfiruu Ilallah ( Aktifis Muslimah)

 

Ritual tahunan masyarakat Indonesia perburuan berbagai ragam keperluan, seperti pakaian, bahan pangan, dan berbagai hal yang dirasa harus “baru” untuk menyambut hari kemenangan tidaklah berkurang meskipun di tengah pandemi yang tengah mengancam nyawa.

Hal ini tergambar jelas pada kondisi Pasar Tanah Abang, minggu, 2 Mei 2021 lalu. Teriakan petugas untuk para pengunjung agar tetap menjaga jarak seperti tak dihiraukan. Bahkan dengan santainya sejumlah orang tetap berusaha menggunakan Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) menjadi jalur dua arah. Padahal seharusnya JPM digunakan untuk satu arah. Ditambah, banyak pengunjung yang duduk-duduk berkerumun tanpa memperhatikan prokes sama sekali. (www.liputan6.com 3/5/2021)

Tak heran jika masyarakat tak mengindahkan himbauan pemerintah untuk melakukan prokes dalam setiap kondisi. Karena kebijakan dan aturan pemerintah pun seperti tumpang tindih bahkan berbenturan satu sama lain. Di sisi lain, pemerintah melarang aktivitas mudik untuk pencegahan penularan covid-19. Tapi tetap mengupayakan berbagai cara agar ekonomi tetap berjalan termasuk ajakan menteri keuangan Sri Mulyani agar masyarakat Indonesia tetap berbelanja untuk merayakan lebaran.

Di satu sisi seolah-olah pemerintah telah berusaha melakukan penyelesaian pandemi. Padahal faktanya, usaha tersebut hanya kedok agar terlihat hadir dalam menyelesaikan pandemi. Padahal ekonomi adalah tujuan utama walau nyawa rakyat taruhannya.

Lama kelamaan, masyarakat juga mampu untuk menilai sendiri betapa tak seriusnya pemerintah dalam menyelesaikan pandemi ini. Akhirnya yang terjadi, masyarakat enggan untuk tetap patuh dengan berbagai aturan yang diberikan. Sehingga menjadikan sebagian besar masyarakat menganggap remeh bahaya covid-19 dan acuh tak acuh dengan semua aturan prokes. Bahkan, menimbulkan sikap ke tidak percayaannya terhadap apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Keadaan pasti berbeda jika Islam telah hadir sebagai satu-satunya solusi atas semua permasalahan yang terjadi saat ini.

Islam mewajibkan pihak penguasa atau negara bertindak sebagai ra’in/pelindung dan peri’ayah umat.

Islam mewajibkan penguasa melakukan karantina wilayah yang terdampak pandemi. Isolasi wilayah akan mencegah penularan, dan pandemi akan terhenti pada wilayah terdampak saja sementara wilayah lain akan tetap bisa melakukan aktivitasnya sebagaimana biasanya.

Rasulullah SAW juga mewajibkan umatnya menghindari segala hal yang dapat membahayakan orang lain. Nabi SAW bersabda dalam hadits riwayat Abu Said al-Khudri RA, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain.” (HR. Malik, Daruquthni, Hakim dan Baihaqi)

Karantina wilayah merupakan solusi dan menjadi kewajiban penguasa untuk mengupayakannya sehingga menghindari timbulnya klaster-klaster baru covid.

Dalam menghadapi masalah ekonomi yang timbul akibat pandemi Islam mempunyai solusi yang komprehensif dan signifikan. Instrumen ekonomi Islam seperti zakat, infaq, dan wakaf memiliki peran penting dalam membantu masyarakat yang membutuhkan.

Sementara Konsep Ekonomi Syariah baik dalam jual beli maupun kerja sama (syirkah) yang jauh dari dzalim, gharar dan riba diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi umat dengan pesat yang terdampak akibat pandemi.

Karena itu perlu diupayakan penerapan Syariah Islam secara menyeluruh tanpa kecuali sebagai satu-satunya solusi yang jitu dalam menghadapi pandemi covid beserta dampaknya. Faktor pendukung penerapan syariah Islam secara penuh adalah penerapannya dibidang politik, dan pemerintahan. Umat harus bersatu mengupayakan sistem politik dan pemerintahan berdasarkan Syariah Islam secara penuh tanpa tapi dan nanti. Sistem pemerintahan yang dibangun oleh Rasulullah SAW, sistem pemerintah Rahmatan lil ‘Alamin

Wallahu a’lam bishshawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *