Islam dan Kekayaan Alam Pro Rakyat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Usniati Rahman (Ibu Ideologis, Tinggal di Palembang)

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir tengah melakukan evaluasi terhadap anak cucu usaha ditubuh pelat merah, yang ia nilai tidak efisien. Indonesia mempunyai 142 perusahaan BUMN diberbagai sektor. Dari jumlah itu, ternyata hanya sebagian kecil yang mampu memberi kontribusi keuntungan untuk negara. Pak Menteri menyebutkan, kondisi demikian memang menjadi keunikan tersendiri, karenanya tidak mudah ‘memanage’ dan mengaturnya. Terlebih dari sisi kinerja masing-masing perusahaan. (Dilansir dari CNBC Indonesia).

Terkait evaluasi yang tengah dilakukan Menteri BUMN ini, ketua koordinator BUMN Watch, Naldy N Haroen SH, juga meminta anak cucu perusahaan BUMN yang tidak sesuai bidang usahanya ditertibkan. Bahkan jika perlu, anak cucu perusahaan itu dibubarkan saja. Masih menurut Naldy, dari dulu pihaknya menemukan banyak anak cucu perusahaan BUMN yang melakukan monopoli usaha. Perilaku seperti itu bisa menyulitkan perusahaan swasta untuk berkembang.
Menurut catatannya, saat ini terdapat sekitar 600-700 anak cucu perusahaan milik negara yang tidak sesuai dengan bisnis induknya, sehingga anak perusahaan inilah yang diduga menggerogoti induk perusahaan dan akhirnya merugi. Misalnya, diambil contoh ;
1.PT Krakatau Steel ada 70-an anak usahanya.
2.PT Perta ada 140-an
3.PT PLN ada 40-an 4.PT Indo Ferry ASDP ada juga. Masih banyak anak perusahaan di BUMN lainnya, kata Naldy di Depok,Sabtu (14/12/2019).

Lebih lanjut Naldy menjelaskan. “Pada awalnya, tujuan dibentuknya anak cucu perusahaan itu sangat bagus, yakni meningkatkan efesiensi dan mendapatkan keuntungan bagi negara. Tapi pada kenyataannya, anak cucu perusahaan BUMN itu justru menjadi lahan untuk mencari keuntungan pribadi dari direksi induk perusahaan,” tegasnya.

Tidak hanya ketua Koordinator BUMN saja yang buka suara. Plt Direktur Utama PT PLN (Persero), Sri Peni Intan Cahyani pun buka suara, Sri Peni menjelaskan, PLN sangat selektif soal pembentukan anak usaha, meski ada kajian kelayakan untuk business plan sampai lima tahun kedepan. Kemudian dari sisi anggaran dasar juga, permintaan persetujuannya itu sampai ke PLN, kalau cucu usaha. Bahkan sampai Menteri BUMN jika itu anak usaha. Saat dijumpai di Kompleks Istana kepresidenan pd jum’at, 13/12/2019,
Ia juga mengatakan langsung evaluasi internal tentang anak dan cucu usaha, begitu ramai diberitakan soal peringatan Menteri Erick Thohir kepada BUMN.

Menurut hitungan PLN, sampai saat ini jumlah anak cucu usaha perusahaan setrum mencapai 50 perusahaan. Menurutnya, banyaknya anak usaha dari cucu usaha ini tak lepas dari bisnis PLN di pembangkit listrik. Misalnya, untuk IPP (Independen Power Producer), dimana PLN menggandeng swasta untuk membangun dan mengelola pembangkit listrik tersebut.
Evaluasi masih berlangsung sampai saat ini. Ia memahami maksud dan tujuan Menteri BUMN demi kesehatan perseroan tersebut. ” Kami tetap melakukan evaluasi dan menilai urgensi dibentuknya anak usaha ini, apakah telah menjalankan fungsinya dengan baik apa tidak,” jelasnya.

Kebanyakan, kata Sri Peni, semua anak dan cucu usaha PLN kepanjangan proses bisnis yang masih bersinggungan, tidak ada yang menyimpang. Misalnya, apa PLN punya hotel atau tidak.
PLN punya rumah sakit? tidak begitu, jadi memang kepanjangan bisnis PLN”.

PLN juga siap, jika Menteri BUMN memutuskan untuk merapikan anak cucu usahanya. ” Kita harus buat PLN lebih baik dan turunkan cost produksi. Kemudian untuk mengejar rasio elektrifikasinya (CNBC, Indonesia).

Kasus seputar BUMN yang tidak banyak memberikan pemasukan kepada negara, justru menjadi lahan bancakan bagi sekelompok orang saja. Tentu saja, ini menjadi permasalahan besar bagi bangsa ini dan memerlukan jalan keluar yang tuntas.

Ini semua, tidak terlepas dari sistem kapitalis sekuler yang diterapkan pemerintah. Sistem kapitalis tegak diatas dasar manfaat semata. Sehingga, pemerintah sebagai pihak yang seharusnya mengurus sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyatnya, hanya berfungsi sebagai fasilitator saja. Sementara pengelolaannya diberikan kepada pengusaha.

Sistem kapitalis saat ini, dalam mengurusi harta publik dan hajat hidup rakyat atas dasar bisnis, sehingga berpeluang besar bagi para pemilik modal untuk meraup keuntungan pribadi/ golongan. Sebagai contoh, JiwaSraya yang bergerak dibidang asuransi yang gagal bayar polis milik nasabah senilai Rp 12,4 Triliun, yang sudah jatuh tempo pada bulan Oktober-Desember,2019 (Repelita Online,28/12/2019).

Berbeda dengan Islam. Islam mengelola harta publik (rakyat), dimana harta publik/ rakyat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu kepemilikan umum dan kepemilikan Negara.

Kepemilikan umum meliputi sektor yang memenuhi hajat hidup publik dan harta sumber daya alam yang tidak terbatas, seperti: air, insfratruktur jalan, energi,hutan,tambang,minerba tidak boleh dikelola selain negara sendiri, keterlibatan swasta hanya sebagai pekerja dengan akad ijarah/ kontrak kerja. Tidaak boleh ada kontrak karya seperti Freeport.
Super body seperti BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan, terlarang pemberian hak konsesi hutan HTI, dan kemitraan swasta dengan pemerintah disektor ini. Pemerintah tidak boleh mengambil untung dari harta milik rakyat.

Sedangkan kepemilikan negara berupa pengelolaan bangunan, tanah dan perkebunan bisa diberikan kepada rakyat/ dikelola oleh semacam BUMN yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan tidak berperan sebagai pebisnis ketika berhadapan dengan publik/ rakyat.

Sungguh hal ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam kaffah (khilafah). Karena pemimpin dan orang- orang yang diberikan kekuasaan untuk mengurusi rakyatnya hanya berdasarkan hukum Allah SWT semata, karena setiap pemimpin pasti dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW; “Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurus” (HR, Bukhari dan Muslim)

Rasulullah juga bersabda, “Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan mereka, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya (HR, Bukhari dan Muslim).

Wallahu’alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *