Ironis! Miskin di Tengah Kekayaan yang Berlimpah 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ironis! Miskin di Tengah Kekayaan yang Berlimpah 

Oleh Nurdianiwati, M.Pd

(Kontributor Suara Inqilabi)

Pemerintah melalui Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pada tahun 2024 Indonesia ditarget sudah tidak ada lagi warga yang miskin ekstrem. Pemerintah mencatat, tingkat kemiskinan ekstrem pada Maret 2022 sebesar 2,04 persen atau 5,59 juta jiwa, turun dari Maret 2021 sebesar 2,14 persen atau 5,8 juta jiwa. Luhut menegaskan bahwa

untuk melakukan percepatan capaian SDGs dari 2030 jadi 2024 diperlukan penurunan kemiskinan ekstrem sebesar 1 persen setiap tahun, sehingga mencapai 0 persen di tahun 2024.

Pernyataan Luhut itu disambut pesimis oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono yang mengungkapkan bahwa sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7 persen di 2024. Mengingat, angka kemiskinan ekstrem di Maret 2022 masih mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen.

Alasan yang dikemukakan oleh Margo Yuwono sangat mendasar. Mengingat berdasarkan laporan di World Bank East Asia and The Pacific (EAP) Economic Update Oktober 2022, dituliskan, Bank Dunia memaparkan jumlah penduduk miskin kelas menengah bawah (lower-middle income) di Indonesia dengan standar PPP 2011 berkisar 54 juta jiwa. Bila mengacu pada standar PPP 2017, jumlah tersebut akan meningkat menjadi 67 juta jiwa. Ini artinya, jumlah masyarakat miskin di Indonesia berpotensi naik hingga 13 juta jiwa.

Meskipun pemerintah telah menggelontorkan dana yang cukup besar tetapi dana itu tidak tepat sasaran. Seperti yang dikemukakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas mengaku miris karena mengetahui total anggaran penanganan kemiskinan yang jumlahnya hampir mencapai Rp 500 triliun justru tak terserap ke rakyat miskin. Menurut dia, anggaran itu justru digunakan untuk berbagai kegiatan kementerian/lembaga yang tidak sejalan dengan tujuan program penanganan kemiskinan, antara lain studi banding dan rapat di hotel (Kompas.com, 28/01/2023). Sungguh miris,

Kaya SDA, tapi Miskin

Indonesia memiliki begitu banyak kekayaan alam. Berdasarkan catatan Okezone, Rabu (11/5/2022), kekayaan itu meliputi: tambang emas, gas alam, minyak bumi, tambang batu bara, rempah-rempah, hingga kekayaan bawah alam laut yang melimpah. Tetapi sayang pengelolaan kekayaan alam itu sebagian besar dikelola oleh asing dan perusahaan swasta dalam negeri. Sebagai contoh, tambang emas Freeport yang berada di Papua yang memiliki kualitas terbaik di dunia dikuasai oleh anak perusahaan Amerika yaitu PT Freeport Indonesia. Tidak hanya itu, Indonesia memiliki tambang batu bara terbesar di dunia yang terletak di Kalimantan dan Sumatera. Tambang batu bara ini oleh pemerintah diserahkan pengelolaannya oleh perusahaan swasta dalam negri yaitu PT.Bukit Asam. Kekayaan Indonesia. Berikutnya ada gas alam terbesar di Indonesia berada yang berada di Natuna dan Cepu. Gas alam ini saham terbesar dimiliki oleh Exxon Mobil Corporation Amerika. Masih banyak lagi kekayaan alam Indonesia yang begitu berlimpah tetapi sebagian besar dikelola oleh asing dan swasta.

Begitu berlimpahnya kekayaan alam di Indonesia. Tetapi mengapa rakyatnya justru menjadi miskin? Ibarat tikus mati di lumbung padi. Seperti yang dikutip dari laman CNN Indonesia Asian Development Bank (ADB) melaporkan 22 juta orang Indonesia masih menderita kelaparan. ADB bersama International Food Policy Research Institute (IFPRI) mengungkapkan hal itu dalam laporan bertajuk ‘Policies to Support Investment Requirements of Indonesia’s Food and Agriculture Development During 2020-2045’. Kelaparan yang diderita 22 juta orang tersebut, atau 90 persen dari jumlah orang miskin Indonesia versi Badan Pusat Statistik (BPS) yang sebanyak 25,14 juta orang dikarenakan masalah di sektor pertanian, seperti upah buruh tani yang rendah dan produktivitas yang juga rendah. Padahal, tanah yang biasa subur tapi para petani nya justru mengalami kemiskinan, Sangatlah ironi memang. kemiskinan dan kelaparan adalah problem yang sangat memprihatinkan, kebutuhan pokok dan mendasar rakyatnya tidak dapat terpenuhi.

Penyebab problem itu adalah kesalahan dalam pengelolaan kekayaan Negara. Dalam undang-undang dijelaskan bahwasanya kekayaan negara diolah untuk kepentingan rakyat nya.  Namun faktanya justru rakyat tidak menikmati itu semua. Lalu kemanakah arah nya? Ada suatu hal yang membuat rakyat mengelus dada yaitu kasus korupsi yang terus merajalela. Hak rakyat yang seharusnya diterima namun dengan mudahnya diambil tanpa rasa malu sedikit pun.

Disisi lain kerjasama-kerjasama yang terjalin antara Indonesia dengan negara lain mengenai pengelolaan sumberdaya alam bak simbiosis parasitisme. Kondisi ini tidak akan berubah selama sistem yang diterapkan adalah sistem sekuler-kapitalis. Sistem ini jelas ingin mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memerdulikan orang banyak seperti rakyat kecil. Oleh karena itu, perlu ada perubahan sistem pengelolaan yang lebih baik yaitu sistem Islam.

 

Pengelolaan SDA dalam Islam

ISLAM tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Allah SWT berfirman:

“Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri,” (TQS an-Nahl [16]: 89)

Dalam aturan Islam, kekayaan alam merupakan bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.

Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.:

“Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api”. (HR Ibnu Majah).

Dalam hadis lain,Rasulullah SAW bersabda:

“Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api”. (HR Ibnu Majah).

Berkaitan dengan kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal menceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasulullah SAW untuk mengelola  sebuah tambang garam. Kemudian Rasulullah SAW meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat,

“Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).

Jadi, menurut  aturan Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar  baik  garam maupun selain garam seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dan sebagainya, semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas.

Sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, setiap Muslim, termasuk para penguasanya, wajib terikat dengan seluruh aturan syariah Islam. Karena itu, semua perkara dan persoalan kehidupan, termasuk masalah pengelolaan sumberdaya alam, harus dikembalikan pada al-Quran dan as-Sunnah. Allah SWT berfirman:

“Jika kalian berselisih pendapat dalam suatu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada Allah (al-Quran) dan Rasul-Nya (as-Sunnah) jika kalian mengimani Allah dan Hari Akhir” (TQS an-Nisa [4]: 59).

Oleh Karena itu, sebagai seorang Muslim apa saja yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, termasuk ketentuan dalam mengelola sumberdaya alam sebagaimana dipaparkan di atas, wajib dilaksanakan. Tak boleh dibantah apalagi diingkari sedikit pun. Allah SWT berfirman:

“Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian, terimalah (dan amalkan). Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah sangat pedih azab-Nya”. (TQS al-Hasyr [59]: 7).

Demikianlah, pengelolaan sumberdaya alam menurut pandangan Islam. Semua harus dikembalikan pada ketentuan syariah Islam. Selama pengelolaan sumberdaya alam didasarkan pada aturan-aturan sekular kapitalis, semua itu tak akan banyak manfaatnya bagi rakyat dan pastinya akan kehilangan berkahnya.

Terbukti, di tengah berlimpahnya sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia, ternyata mayoritas rakyat negeri ini miskin. Pasalnya, sebagian besar kekayaan alam ini hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing, bukan oleh rakyat kebanyakan.

Wallahu a’lam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *