Ironis Ketidakjelasan Nasib Pengungsi Rohingya

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ironis Ketidakjelasan Nasib Pengungsi Rohingya

Oleh Noviyuliyanti

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Rohingya, di negara asalnya hendak dihabisi maka untuk menyelamatkan diri pergilah mereka dengan kapal yang bermuatan berlebih mencari negara yang mau menerima mereka. Terombang-ambing di lautan berhari-hari sampailah mereka di Indonesia. Berharap akan diterima oleh negara yang bermayoritas muslim terbanyak didunia namun mereka tertolak.

 

Di atas kapal kayu itu, terlihat pengungsi berjubal dan menatap dengan wajah sedih ke daratan – sebagian dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Dalam perkembangan terbaru, tiga perahu yang berisi lebih dari 500 pengungsi Rohingya mendarat di provinsi paling barat Indonesia pada hari Minggu (19/11), kata badan PBB yang mengurusi pengungsi (UNHCR). Satu perahu telah tiba di Kabupaten Bireuen di Provinsi Aceh dengan 256 orang di dalamnya, sementara setidaknya kapal lain yang memuat 239 etnis Rohingya tiba di wilayah Pidie di Aceh dan sebuah perahu yang lebih kecil yang membawa 36 orang tiba di Aceh Timur. ( bbc.com, 22/11/23)

 

Azharul meminta agar pemerintah memberikan pertolongan kepada pengungsi Rohingya sehingga tak terombang-ambing di atas kapal. Dia berharap Kementerian Luar Negeri dapat bekerjasama dengan PBB mengentaskan isu imigran Rohingya. “Ketika pemerintah diam saja membiarkan persoalan ini berlarut-larut, sehingga terjadi penolakan, ini sangat kita sayangkan,” kata dia. Menanggapi hal itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menyampaikan bahwa Indonesia tak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya. Hal itu berdasarkan pada aturan Konvensi 1951 dan Indonesia tidak ikut meratifikasi. (Tirto.id, 22/11/23)

 

Muslim rohingya telah dijajah pemerintah Myanmar. Mereka juga mengalami genosida. Ketika mengalami genosida di Myanmar, muslim rohingya lari ke Bangladesh. Namun tempat untuk pengungsi rohingya yang disediakan oleh Bangladesh amat buruk dan tak layak untuk ditempati oleh muslim rohingya. Abainya pemerintah rezim Bangladesh dalam memberikan tempat untuk muslim rohingya dikarenakan oleh nasionalisme yang membelenggu Bangladesh dari muslim rohingya.

 

Setelah mendapat penerimaan tidak layak dari Bangladesh, muslim rohingya pergi ke Indonesia tepatnya di Aceh. Mereka berharap kepada negara yang mayoritas muslim terbanyak didunia akan menerima mereka dan memberikan tempat yang layak bagi mereka. Namun sekali lagi rezim yang terbelenggu oleh nasionalisme tetap mengabaikan muslim rohingya. Masyarakat Aceh mau menolong muslim rohingya tapi untuk menolong secara permanen tentu tidak bisa dengan kekuatan individu, melainkan butuh kekuatan negara.

 

Muslim rohingya butuh tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan juga kependudukan dimana ini adalah tugas negara dalam mencukupi keperluannya. Karena adanya nasionalisme, negara enggan membantu. Kemudian biaya yang harus dikeluarkan pemerintah apabila menerima pengungsi muslim rohingya juga membutuhkan biaya yang besar. Untuk rakyat sendiri pemerintah saja kesulitan apalagi untuk mengurusi pengungsi muslim rohingya. Dan tidak hanya di Indonesia yang seperti ini, sikap yang sama dilakukan oleh penguasa negeri muslim didunia.

 

Permintaan tolong dari pengungsi muslim rohingya merupakan fardhu kifayah bagi muslim sedunia untuk menolongnya. Tapi karena terbelenggu oleh nasionalisme menjadikan negeri-negeri muslim enggan untuk menolong muslim rohingya. Dalam hadist riwayat Bukhari no 6011, Rasulullah bersabda “Perumpamaan kaum mukmin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi, dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.”

 

Disini dijelaskan bahwa Islam memandang umat Islam adalah bersaudara dan bagaikan satu tubuh yang tidak dapat terpisahkan. Oleh karena itu setiap permintaan tolong dari seorang muslim wajib di jawab oleh muslim yang lain. Dan saat ini belum ada yang bisa menjawab teriakan permintaan tolong muslim rohingya. Lembaga Internasional seperti PBB atau ASEAN hanya omong kosong tentang perdamaian dan HAM.

 

Solusi untuk muslim rohingya adalah hanya pada Khilafah. Seorang Khalifah di negara bersistem syariat Islam (Khilafah) akan menerima pengungsi rohingya yang tak diterima dari negera asalnya menjadi rakyatnya. Khalifah tidak akan hitung-hitungan untuk mengurusi muslim rohingya. Mereka akan di penuhi segala kebutuhan jasmani dan rohaninya serta  keamanan oleh khalifah.

 

Khilafah melakukan pendekatan politik dan militer terhadap pemerintah Myanmar yang terbukti melakukan genosida terhadap muslim rohingya. Khilafah juga akan membebaskan muslim rohingya yang masih berada di Myanmar dan membebaskan wilayah Rakhine yang menjadi tempat tinggal mereka selama berabad-abad.

 

Solusi diatas tentu bisa dilakukan jika khilafah diterapkan. Umat Islam saat ini memiliki tanggung jawab untuk berjuang mewujudkan dan menegakkan khilafah, selain tetap memberikan pertolongan untuk saudara muslim kita rohingya yang berada di Indonesia khususnya Aceh. Ini adalah kewajiban kita sebagai Umat Islam untuk membantu saudara seiman.

 

Wallahu a’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *