Oleh: Wiji Lestari (Aktivis Muslimah)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perlu investasi Rp 5.900 triliun untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi di 2022. Adapun target pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan Undang-undang APBN 2022 adalah 5,2 persen.
“Kami melihat untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 perlu investasi secara nasional Rp 5.900 triliun yang Bersumber dari pemerintah, BUMN dan swasta,” ujar Airlangga di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Senin, 24 Januari 2022.
Dari kebutuhan tersebut, kata Airlangga, 84 persen akan dipenuhi oleh swasta dan masyarakat. Sementara itu, sisanya akan dipenuhi oleh pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara. (Tempo.com, 24/01/2022)
Anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk tahun 2022 kembali naik menjadi Rp 455,62 triliun. Anggaran ini sudah naik dua kali, dari alokasi semula yang mencapai Rp 414 triliun atau naik sekitar Rp 41,62 triliun. Selain itu, menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, anggaran PEN tahun 2022 dikerucutkan menjadi 3 klaster saja dari sebelumnya mencapai 5 klaster pada tahun 2020-2021. Klaster pertama adalah klaster penanganan kesehatan senilai Rp 122,5 triliun. Nilainya meningkat dari Rp 117,87 triliun. Klaster kedua adalah perlindungan sosial (perlinsos) dari Rp 154,76 triliun menjadi Rp 154,8 triliun. Sementara klaster penguatan ekonomi menjadi Rp 178,3 triliun dari Rp 141,42 triliun.
Besarnya anggaran untuk PEN tersebut diharapkan mampu mengurangi beban perekonomian negara ini. Fokus pemerintah hendaknya lebih diprioritaskan lagi. Alangkah lebih baiknya jika anggara yang besar tersebut, tidak ditambah lagi dengan membuka investasi. Sebab ketika membuka investasi untuk membantu perekonomian justru akan menimbulkan persoalan baru.
Hegemoni Kapitalis
Sayangnya, pemerintah disisi lain saat ini membuka investasi untuk membantu pemulihan perekonomian negara ini. Investasi asing khususnya justru akan membuat negara ini jatuh kepada tangan penjajah (hegemoni) ekonomi. Terbukti jelas bagaimana negara saat ini dalam cengkeraman asing yang hampir menguasai segala sektor negara ini. Indonesia kaya akan SDA yang melimpah mengalami krisis yang membuat rakyat menderita. Sebab kekayaan yang ada sudah dikuasai kepada pihak swasta. Kenikmatan hasil SDA yang melimpah tentu bukan rakyat yang merasakan namun segetir orang saja dan tentunya pihak swasta lah yang sangat diuntungkan.
Sudah menjadi hal wajar jika para investor saat ini sedang banyak dicari oleh negara ini. Berbagai upaya dilakukan untuk bisa memudahkan para investor berlomba menanamkan modalnya. UU Omnibuslaw misalnya, dalam pengesahannya sudah menuai kritikan dari rakyat yang dinilai sangat merugikan para pekerja. Hal ini seolah tak dihiraukan bagi pemerintah, suara jeritan rakyat tak mampu menembus mereka.
Alih-alih menyedot derasnya investor asing masuk, namun nyatanya tak sebanyak yang diharapkan. Mereka tentu mempunyai penilaian tersendiri untuk melakukan investasi di suatu negara. Kondisi perpolitikan suatu negara tentu menjadi pertimbangan yang sangat penting. Bagaimana mengelola investasi tersebut? Dan masih banyak lagi. Korupsi di negara ini misalnya sudah menjamur bahkan mengakar yang dalam pemberantasannya tak mampu menuntaskan.
Inilah wajah buruk sistem negeri ini. Sistem Kapitalisme-Sekularisme yang ada memang mengajarkan untuk berlomba dalam memanfaat suatu kepentingan demi keuntungan yang besar yang diraihnya. Jika melakukan investasi namun pengelolaan yang merugikan investor tentu tak akan dilakukan oleh mereka. Asas manfaat membuat mereka hanya berorientasi pada materi semata.
Islam rahmatan lil alamin
Islam sebagai agama yang sempurna, rahmat bagi alam semesta memiliki solusi yang dapat menuntaskan. Dalam kondisi wabah yang masih melanda dan perekonomian yang dilanda krisis tentu Islam memiliki solusi yang menuntaskan. Solusi Islam hanya dapat diterapkan dalam bingkai khilafah.
Saat wabah melanda negara akan membagi rakyatnya antara yang sehat dan yang terjangkit virus. Memberikan pelayanan kesehatan yang memadahi yang didukung sarana dan dana bersumber dari Baitul Mal. Apabila kas Baitul Mal kosong maka negara dibolehkan untuk melakukan mobilisasi pengumpulan dana dari kalangan orang kaya.
Selain itu jika dalam menyelamat perekonomian negara yang diambang krisis maka negara boleh melakukan hutang dengan ketentuan syariat dan tidak tunduk terhadap aturan yang didiktekan oleh negara kreditur. Terlebih jika negara kreditur menjadikan hutan sebagai alat penjajahan. Negara tidak boleh membuka celah investasi yang menguasai SDA, serta tidak membolehkan pengelolaan kepemilikan umum negara kepada pihak swasta maupun pada perseorangan.
Negara juga memaksimalkan sumber pendapatan tetap yakni fai’, ghanimah, anfal, kharaj dan jizyah. Serta negara mengambil pemasukan hak kepemilikan umum berupa usyur, khumus, rikaz, dan tambang.
Indonesia sejatinya mampu menyelamatkan perekonomian dari krisis yang melanda apabila seluruh SDA yang ada dikelola dengan baik dan diurus oleh negara sendiri. Sebab negara ini memiliki begitu banyak SDA.
Wallahua’lam bishawab.