Ini Alasan Melonjaknya Perceraian di Tengah Pandemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Rita Yusnita (Pemerhati Masalah Publik)

Lonjakan kasus perceraian di tengah Pandemi menambah daftar panjang dampak Covid-19. Angka pendaftaran permintaan perceraian suami istri naik signifikan di beberapa daerah. Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Sumedang, Humas Pengadilan Agama Kabupaten Sumedang, Nuryadi Siswanto menyebutkan hingga saat ini pendaftaran perceraian pasangan suami istri di Sumedang mencapai 2.294 perkara (Kabarpriangan.com, 3/7/2020).

Sepengetahuannya, meningkatnya pendaftaran perceraian lebih banyak disebabkan faktor ekonomi. Adapun rata-rata usia pengaju perceraian antara usia 20-40 tahun, tambah Nuryadi. Kejadian serupa terjadi juga di Cianjur, JawaBarat. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Cianjur, tingkat perceraian di Cianjur meningkat. Okezone.com (12/6/2020) melansir, dari Januari hingga saat ini tingkat perceraian di Cianjur meningkat dari 2.029 sebanyak 1.613 gugatan cerai dan 416 perkara permohonan. 80 persen adalah cerai gugat, kata Humas Pengadilan Agama Cianjur, Fajar Hermawan.

Bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Peningkatan Perceraian juga terjadi di Negara Arab Saudi. Saat aturan lockdown diterapkan, angka perceraian meningkat sebanyak 30 persen dengan alasan para istri memergoki para suami melakukan poligami dengan memiliki istri lain. Dari data yang dilaporkan Middle East Monitor, tercatat telah ada 7.482 pernikahan telah mengajukan perceraian, khususnya pengajuan ‘khulu’ yakni proses Islam dimana seorang istri dapat menceraikan suaminya.

Beragam alasan mengemuka mengiringi setiap perceraian. Semisal perbedaan prinsip, KDRT, perselingkuhan, perbedaan pandangan politik bahkan hingga alasan sepele seperti terlalu sibuk bermain medsos.

Maraknya kasus perceraian di negeri ini menjadi salah satu bukti kuat bahwa struktur dan ketahanan keluarga di Negeri mayoritas muslim ini mulai rapuh. Ikatan keluarga tak lagi menggambarkan sebuah perjanjian yang teguh (mitsaqan ghaliza) dan sakral, melainkan seperti akad muamalat yang bisa dengan mudah dibatalkan. Apalagi di saat pandemi sekarang ini, faktor ekonomi menjadi alasan tertinggi yang menjadi penyebab perceraian terjadi. Ketika sang kepala rumah tangga tidak bekerja sedangkan seorang istri tidak bekerja maka persoalan akan mudah mengemuka. Semua terjadi karena sistem di Negara kita yang tidak mau peduli dengan kondisi rakyat sendiri. Sistem Kapitalisme membuat lapangan kerja kian sempit, banyak PHK, tapi mirisnya Pemerintah malah membuka lebar lapangan kerja untuk TKA.

Berbanding terbalik dengan Sistem Kapitalisme, Sistem Islam tegak diatas paradigma yang shahih tentang kepemimpinan. Pemimpin dalam Islam berfungsi sebagai pengurus sekaligus perisai bagi umat. Ia tak boleh abai atas kebutuhan dan keselamatan rakyatnya. Caranya adalah dengan menerapkan seluruh hukum Allah secara murni dan konsekuen sebagaimana yang Allah perintahkan.

Islam telah mengatur segala sesuatunya dalam Al quran. Tidak hanya aturan dalam beribadah, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan lain-lain, Islam juga memberi aturan pada manusia dalam kehidupannya bersosialisasi. Bahkan Al quran juga mengatur adab dan aturan dalam berumah tangga, termasuk bagaimana jika ada masalah yang tak terselesaikan dalam rumah tangga tersebut.

Islam memang mengijinkan perceraian, tapi Allah membencinya. Itu artinya bercerai adalah pilihan terakhir bagi pasangan suami istri ketika memang tidak ada lagi jalan keluar lainnya.

Dalam surat al-Baqarah ayat 227 disebutkan, “Dan jika mereka berketatapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” Ayat tentang hukum perceraian ini berlanjut pada surat al-Baqarah ayat 228 hingga ayat 232.

Maka jelas sudah bahwa saatnya Sistem Islam menggeser Sistem Demokrasi yang sudah banyak menuai kemudharatan hingga rakyat menderita.Dengan tegaknya seluruh aturan Islam dalam kehidupan, InsyaAllah individu, keluarga, masyarakat bahkan Negara akan kukuh terjaga. Kerahmatan pun akan melingkupi seluruh alam sebagaimana sejarah telah membuktikannya.
Wallahu a’lam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *