Oleh: Siti Maftukhah, SE. (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Suka tidak suka, mau tidak mau, Indonesia kemungkinan bakal mengalami resesi. Pahit memang, tetapi pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat ekonomi dunia mengkerut, bukan cuma Indonesia.
Resesi didefinisikan sebagai kontraksi ekonomi dalam dua kuartal beruntun pada tahun yang sama. Pada kuartal l-2020, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 2,9%. Meski menjadi catatan terendah sejak 2001, tetapi itu bisa dicapai kala negara-negara lain mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif). Bahkan China mengalami kontraksi sampai -6,8%.
Namun pada kuartal II-2020, sepertinya Indonesia sudah tidak bisa menghindari dari kontraksi. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.
Jika pada kuartal III-2020 kontraksi kembali terjadi, maka Indonesia secara sah dan meyakinkan akan masuk jurang resesi. Pemerintah memperkirakan ekonomi pada kuartal III-2020 berada di kisaran -1% hingga 1,2%. Kemungkinan kontraksi masih ada, sehingga resiko resesi tidak bisa dikesampingkan.
“Secara definisi begitu (resesi). Namun kita berharap kuartal III tidak negatif,” ujar Sri Mulyani.
Menurut Camilo Maldonaldo, Co-Founder Finance Twin, ada tujuh hal yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan jika terjadi potensi resesi. Yaitu yang pertama, memastikan orang-orang di sekitar kita terjamin dengan memiliki asuransi kesehatan atau jiwa.
Yang kedua, naikkan jumlah anggaran darurat. Setidaknya persiapkan agar mampu bertahan hidup tanpa pekerjaan setidaknya 3-6 bulan. Ketiga, menghemat pengeluaran. Keempat, usahakan menambah pemasukan. Kelima, lunasi pinjaman yang memiliki bunga tertinggi.
Keenam, teruslah berinvestasi. Dalam hal ini adalah berinvestasi dalam bentuk saham. Mungkin sekarang terlhat rugi jika berinvestasi dalam bentuk saham. Namun menurut Camilo, badai corona pasti berlalu seiring ditemukannya vaksin. Saham yang dibeli dengan harga ‘recehan’ suatu saat akan naik berkali-kali lipat.
Dan yang ketujuh, jangan sampai penilain kredit menurun. Artinya, jaga penilaian bank agar tetap baik sehingga saat resesi dan butuh suntikan dana, akan mudah meminjam uang di bank. (https://www.cnbcindonesia.com/investment/20200712104610-21-172004/ri-terancam-resesi-terus-aku-kudu-piye)
Langkah di atas, merupakan solusi dalam kacamata sistem ekonomi Kapitalis. Sejarah sistem ekonomi Kapitalis memang menyisakan problem. Salah satunya adalah resesi ekonomi. Bahkan bisa dikatakan problem tak bisa hilang. Problem bawaan sistem ekonomi Kapitalis.
Jika demikian, kenapa masih harus dipertahankan sistem ekonomi Kapitalis ini? Buang saja dan ganti dengan sistem ekonomi yang minim resesi atau bahkan tanpa resesi. Yaitu sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi yang lebih aman bahkan berkah karena sistem ekonomi ini berasal dari Allah SWT.
Sistem ekonomi Islam dibangun atas aktivitas yang riil bukan dibangun atas aktivitas non-riil (jual beli saham). Juga tak berdasar riba, karena riba dalam Islam diharamkan bahkan merupakan dosa besar. Dalam sistem ekonomi Kapitalis, riba malah menjadi salah satu penopang ekonominya.
Padahal merajalelanya riba merupakan indikasi untuk mendatangkan azab Allah. Na’udzubillah!
Begitu juga dengan asuransi dalam sistem Kapitalis, termasuk hal yang juga diharamkan oleh Allah.
Artinya, semua aktivitas berekonomi seorang Muslim harus berdasar pada syariat yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Sehingga mendatangkan keberkahan. Tentu saja tidak meninggalkan problem yang datang secara berkala seperti dalam sistem ekonomi Kapitalis. Wallahu a’lam[]