Oleh: Siti Maftukhah, SE. (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Pandemi virus corona bisa menjadi pupuk bagi kemiskinan. Guncangan terhadap ekonomi yang begitu besar bisa membuat orang-orang terus jatuh dalam kemiskinan.
Bank Dunia mengeluarkan prediksi tentang kondisi Indonesia. Dalam laporan terbarunya diperkirakan akan ada 5,5-8 juta masyarakat Indonesia yang jatuh dalam kemiskinan karena pandemi ini. (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5096751/warning-8-juta-orang-ri-bisa-jatuh-miskin)
Pandemi ini memang luar biasa dampaknya. Dan itu tidak terjadi di Indonesia saja, namun juga hampir seluruh Indonesia. Untuk Indonesia yang sebelum pandemi saja, angka kemiskinan menunjukkan angka yang tidak sedikit. Apalagi kemudian pandemi ini muncul.
Kemiskinan adalah salah satu masalah yang dihadapi Indonesia selama ini. Meski ada klaim bahwa aangka kemiskinan turun, namun faktanyaa masih banyak rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Sebenarnya kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah akibat sistem yang diberlakukan di negeri ini yaitu sistem kapitalis.
Dalam sistem kapitalis, penopang pendapatan negara adalah hutang dan pajak. Negara melakukan hutang ke lembaga-lembaga ribawi, yang pembayaran bunganya saja sudah menguras kas negara. Di samping itu, sumber daya alam juga terampas sebagai kompensasi pembayaran utang. Maka untuk membayar utang, negara memperbesar pajak yang ditarik kepada masyarakat.
Maka inilah yang terjadi, saat rakyat dengan minimnya pendapatan harus ikut membayar hutang negara, hutang yang menjerat negara ini selama negara ini terus mengadopsi sistem kapitalis.
Di samping ‘pemalakan’ kepada rakyat lewat pajak, negara juga abai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat harus membeli dengan harga mahal untuk semua fasilitas dan kebutuhan hidupnya. Padahal seharusnya negaralah yang menjamin pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, baik pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan dll.
Jika mau, negara bisa membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk masyarakat sehingga masyarakat bisa mendapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun ternyata, negara lebih ‘tertarik’ untuk menggunakan tenaga kerja asing.
Inilah yang terjadi saat Indonesia tersandera dengan perjanjian dan kerjasama dengan negara asing yang sangat bernafsu untuk menguasai kekayaan Indonesia yang melimpah ini.
Rakyat yang harusnya mendapat pelayanan dari negara, malah diabaikan bahkan dipalak untuk ikut menanggung beban negara kepada lembaga ribawi internasional.
Apalagi saat ini, pandemi yang membawa dampak semakin sulitnya akses pekerjaan, semakin membuat masyarakat semakin terpuruk.
Satu-satunya cara agar Indonesia bisa keluar dari masalah kemiskinan adalah menerapkan sistem Islam. Karena sistem kapitalis telah membuktikan ketidakmampuannya dalam mengatasi masalah kemiskinan ini, termasuk masalah-masalah yang lain.
Bukan solusi sebagaimana yang diberikan oleh lembaga keuangan dunia, seperti memperbesar investasi agar lapangan pekerjaan semakin luas. Karena di balik investasi ada jerat hutang dan tergadainya aset sumber daya negara. Lagian lapangan pekerjaan terbuka untuk asing bukan rakyatnya sendiri.
Dalam Islam, untuk menyelesaikan kemiskinan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh negara yaitu pelarangan riba; aktivitas ekonomi berbasis sektor produktif; pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, baik kebutuhan pangan, sandang, papan, keamanan, pendidikan dan keamanan sehingga pendapatannya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan individu; pemisahan antara kepemilikan umum, negara dan individu; sistem keuangan menggunakan sistem Baitul Mal; sistem moneter berbasis emas dan perak. Wallahu a’lam[]