Oleh: Ummu Rufaida (Penulis dan Kontributor Media)
Pandemi masih menyelimuti negeri, ia masih enggan beranjak dari pertiwi. Semua sektor kehidupan kian ringkih, tak terkecuali sektor ekonomi. Lalu, tanpa ragu pemerintah mengambil kembali utang luar negeri. Seolah ini menjadi satu-satunya solusi atasi berbagai masalah yang terjadi.
Fantastis! Utang luar negeri yang tadinya sudah mencapai angka seribuan triliyun rupiah, per Oktober 2020 meroket nyaris menyentuh Rp. 6.000 trilyun. Maka, wajar jika Bank Dunia memasukkan Indonesia kedalam peringkat 10 besar negara dengan pendapatan rendah dan menengah yang memiliki utang luar negeri terbesar pada tahun itu. (Republika.co.id, 27/12/20)
Kalaupun diasumsikan bahwa utang luar negeri ini untuk pembiayaan proyek produktif infrastruktur, penanganan pandemi Covid-19 dan yang lain. Tentu tak boleh dilupakan bahwa menerima utang saja sudah sangat berbahaya bagi kemandirian negeri. Disisi lain, ULN yang kian menggunung tentu akan membuat APBN kacau balau. Yang pada akhirnya, tentu akan sangat bergantung pada negara pemberi utang.
Harusnya Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, sadar bahwa ULN juga sangat sarat dengan riba (interest). Yang jelas-jelas Allah murka sebab riba adalah haram. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba). Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah: 275)
Nyatanya tak cukup hanya menjadi mayoritas Muslim lantas, negeri ini bisa bebas dari ULN yang ribawi. Sebab, selama sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan, persoalan ULN pasti tak akan pernah berakhir. Sistem kalitalisme dengan mengandalkan ekonomi ribawi justru semakin mengokohkan penjajahan ini.
Sangat berbeda dengan sistem Islam, yang semua kebijakannya hanya berasaskan akidah Islam. Terbukti bahwa khilafah mampu mensejahterakan, memakmurkan serta memberi keadilan terhadap rakyatnya baik muslim maupun nonmuslim. Lalu bagaimana khilafah bisa bebas utang?
Khilafah memiliki lembaga keuangan bernama Baitul Mal. Yang bertugas khusus menangani harta yang diterima negara, mengelola serta mendistribusikannya kepada rakyat yang berhak menerima. Adapun pos-pos pendapatan dalam sistem keuangan baitul mal terdiri dari tiga pos pemasukan utama.
Pertama, bagian fa’i dan kharaj. Fa’i merupakan segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin tanpa peperangan. Sedangkan kharaj merupakan hak kaum muslimin atas tanah yang ditaklukkan dari orang kafir, baik melalui peperangan maupun melalui jalan damai.
Kedua, bagian harta kepemilikan umum. Kepemilikan umum merupakan harta yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Allah SWT untuk seluruh kaum muslimin. Allah SWT membolehkan setiap individu untuk mengambil manfaatnya, tetapi tidak untuk memilikinya.
Harta kepemilikan umum dibagi tiga, yaitu: 1. Sarana umum yang diperlukan oleh seluruh kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput dan api; 2. Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu memilikinya, seperti jalan raya, saluran air dll; 3. Barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas, seperti tambang garam, tambang emas dan lain-lain.
Ketiga, bagian shadaqah. Bagian shadaqah terdiri dari zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing.
Oleh karena itu, sudah seharusnya umat berpikir mencari solusi alternatif yang lebih baik daripada sistem ekonomi kalitalisme. Sistem tersebut tentulah harus bersumber dari wahyu, yaitu sistem khilafah. Sistem yang terbukti ampuh terhindar dari jeratan utang. Maka, Indonesia akan bebas utang hanya dengan khilafah.
Wallahua’lam bishawab.