Impor Cabai Membunuh Petani di Kala Pandemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Nanis Nursyifa

 

Akhir-akhir ini pemberitaan Indonesia di penuhi dengan melonjaknya kasus pandemi yang semakin tinggi. Dibalik itu, diam-diam pemerintah banyak melakukan impor bahan-bahan pangan, salah satunya cabai yang sedang hangat di perbincangkan.

 

Seperti di kutip di CNBC Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang Januari-Juni 2021 terjadi peningkatan impor cabai, jika dibandingkan dengan impor periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan data BPS, impor cabang sepanjang Semester I-2021 sebanyak 27.851,98 ton dengan nilai US$ 59,47 juta. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan realisasi impor pada Semester I-2020 yang hanya sebanyak 18.075,16 ton dengan nilai US$ 34,38 juta.

Cabai yang diimpor pemerintah pada umumnya adalah cabai merah, termasuk juga cabai rawit merah.

Beredar video yang memperlihatkan seorang petani cabai mengamuk dan merusak kebun cabai miliknya. Kemarahannya ini diduga akibat harga cabai di pasaran turun. Petani tersebut diduga kesal dan melampiaskannya dengan cara menginjak-injak tanaman cabai di kebunnya.

Video viral tersebut sempat beredar di akun Instagram @andreli48,Rabu (4/8) lalu. Video ini lantas mengundang beberapa reaksi netizen.

Banyak yang geram karena justru aksi petani tersebut dianggap semakin merugikan diri sendiri, banyak juga yang simpati dan mempertanyakan kebijakan pemerintah yang malah mengimpor cabai padahal data produksi aneka cabai nasional masih surplus.

(rctiplus.com).

Ternyata impor bahan pangan ini bukan sekali dua kali saja namun sudah berkali-kali terjadi. Tentunya impor bahan pangan ingin akan sangat berimbas kepada para petani yang mana penghasilan mereka hanya mengandalkan dari hasil tani saja, terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini, yang sedang sulit ekonomi.

Karena negeri ini menganut sistem demokrasi kapitalis, kejadian seperti ini pastinya akan terus berulang, dikarenakan Pasar dikuasai oleh kartel swasta Kapitalis. Merekalah yang mengendalikan pasar dengan tujuan meraih keuntungan sebesar besarnya, banyak pihak yang di rugikan, diantaranya para petani. Dalih pemerintah bahwa impor untuk menstabilkan harga tapi pada krnyatann membuat petani cabai sengsara.

Sistem kapitalis ini memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada para kapital  dan mengimpor barang-barang yang belum tentu barang – barang yang diimpor tersebut dibutuhkan rakyat banyak.

Problem pangan

Masalah ketahanan pangan mempunyai dua kepentingan, yakni bagaimana masyarakat bisa mengakses pangan dengan harga yang terjangkau dan di sisi lain bagaimana kesejahteraan petani bisa terpenuhi.

Hampir setiap tahunnya kita disibukan dengan Pro-kntra impor bahan pangan mulai dari beras, daging, bawang merah hingga cabai. Ada banyak persolaan yang menyebabkan hal itu terjadi, salah satunya data yang digunakan untuk membuat kebijakan yang bersumber dari Instansi resmi negara sering kali tidak sinkron satu sama lain. Juga ditataran perumusan dan eksekusi kebijakannya di lapangan.

Sebagai agama yang sempurna,  islam menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi pasar. Seperti penimbunan/kanzul mal (Qs.At Taubah:34), riba, monopoli dan penipuan. Negara juga harus menyediakan informasi ekonomi pasar serta membuka akses informasi itu untuk semua orang sehingga bisa meminimalisir terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengambil keuntungan secara tidak benar.

Dari aspek rantai pasok pangan, kita bisa belajar dari Rasulullah saw yang pada saat itu sudah sangat konsen terhadap personalan akurasi dan produksi. Beliau mengangkat Hudzaifah ibn Al yaman sebagai katib untuk mencatat hasil produksi kyibar dan hasil pertanian. Sementara itu, kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar supply dan demand bukan dengan kebijakan pematokan harga.

Syari’at islam memberikan kontribusi penyelesaian masalah pangan

Konsep tersebut baru bisa dirasakan kemaslahatannya dan menjadi rahmatan lil’alamin ketika ada institusi negara yang melaksanakan dan menerapkan islam secara totalitas. Oleh karena itu, wajib bagi kita mengingatkan pemerintah akan kewajiban mereka dalam melayani urusan umat, termasuk persoalan pangan dengan menerapkan syariat yang bersumber dari Allah swt, pencipta manusia dan seluruh alam.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *