Ilusi Sistem Demokrasi Di Balik Tagar #percumalaporpolisi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Suhrani Lahe

 

Belum lama ini, media sosial dihebohkan dengan tagar #PercumaLaporPolisi. Keriuhan tagar ini sedang menjadi perbincangan warga, terkhusus warga net hingga beramai-ramai menggunakan tagar tersebut. Keluhan masyarakat ini terkait kinerja kepolisian terhadap perkara yang dilaporkan selalu tidak bertemu pada titik penyelesaian.

Tagar itu muncul setelah salah satu kasus yang mendadak ramai berkat laporan LSM Project Multatuli tentang pemerkosaan seorang ayah terhadap anak kandungnya pada tahun 2019 di Luwu Timur, Sulawesi Selatan yang penyelidikannya diberhentikan. Masyarakat menilai hak mereka dalam mendapat keadilan dari segi pelayanan dan pengayoman terhalangi oleh kepolisian (tribunnews.com, 12/10/2021).

Fakta ini mengungkap bahwa keseriusan Polri dalam melayani dan mengayomi masyarakat kurang serius, mengabaikan beberapa kasus kekerasan dan penyiksaan lainnya. Tagar tersebut dinilai bisa menjadi kritikan dari masyarakat terhadap Polri yang selama ini tidak bekerja dengan baik. Bahkan kepolisian cenderung mengabaikan kasus-kasus kekerasan dan menjadi bagian dari tindak penganiayaan (suara.com, 12/10/2021).

Kita bisa menarik kesimpulan bahwa tugas Polri bukan hanya sebagai penegak hukum saja, akan tetapi tugas Polri juga sebagai tempat masyarakat berlindung dan bisa mengayomi masyarakat. Karena tanpa melindungi dan mengayomi, hak masyarakat dalam mendapat keadilan dari kasus yang menimpanya hanya akan berujung tanpa hasil bahkan bisa jadi hak yang didapat tidak sesuai dengan hukum yang tersedia di negeri ini. Hal inilah yang membuat kesan dan persepsi buruk masyarakat terhadap kepolisian.

Hingga muncullah persepsi yang menyuarakan pembaruan dan mengubah skema pada institusi Polri agar kepolisian bisa menuju ke arah yang lebih baik, yaitu dengan mendorong eksekutif dan legislatif agar dapat menghasilkan produk undang-undang untuk mendukung reformasi Polri.

Namun, sadar kah kita bahwa itu hanyalah sebuah ilusi dan jebakan dari negara demokrasi? Mendorong eksekutif dan legislatif untuk menghasilkan undang-undang mendukung reformasi Polri, dimana muncullah mekanisme pengawasan dari sistem demokrasi terhadap Polri hingga Polri terjebak dalam sistem pemerintahan demokrasi.

Seperti yang kita ketahui, Polri ialah yang mengelola keberpihakan dalam situasi persaingan politik. Jika Polri berada dalam reformasi baru yang dibentuk oleh eksekutif dan legislatif, posisi Polri jelas akan mendukung demokrasi dimana Polri diuntungkan melalui proses demokrasi yang ada. Dengan kata lain demokrasi telah menjadi keniscayaan sejarah dan tugasnya adalah menjaga dan mengembangkan, dan hasilnya, Polri yang diharap bisa menjadi penyeimbang dengan mudahnya mengikuti kemauan pemimpin tanpa ada pertimbangan dari berbagai pihak. Yang akhirnya membuat aparat penegak hukum seperti Polri terjebak dalam mengeksploitasi sentimen primordial, yang berujung orang yang tidak berbuat kriminal dipenjarakan, korban tewas tanpa seluk beluk kasus yang di tuduhkan, hingga terusirnya berbagai macam kelompok dari tanah kelahirannya.

Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Dimana sistemnya bertujuan untuk mengatasi situasi buruk dengan cepat karena memiliki sistem yang ankuntabel, memiliki pandangan ke depan pada kesuksesan sejarah yang tidak tertandingi.

Khilafah juga merupakan sistem politik oleh sebagian kalangan dari ideologi Islam yang mewadahi aturan hukum, pemerintah yang respresentatif untuk masyarakat yang independen. Semua aturan yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena negara Islam ialah negara damai. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallama pun telah memberi konsep dalam hidup yang berbangsa dan bernegara melalui Al-Qur’an, hingga apa yang dilakukan baginda adalah suatu acuan untuk membangun negara dalam sistem Khilafah.

Adapun dalil dari Qs. Al-Maidah : 8 “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Yang dapat kita tarik pada dalil tersebut, menurut pandangan Islam, negara yang adil dan makmur harus menjadi peenegak keadilan. Karena orang-orang yang bertakwa akan mampu menegakkan keadilan dan itulah orang-orang yang dekat dengan Allah.

Wallahu’alam Bissowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *