Idul Adha Istimewa di Hagia Sophia, Refleksi Bisyaroh Rosulullah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Saptaningtyas

Idul Adha 1441 H teristimewa di Hagia Sophia. Ribuan orang menjadi saksi. Usai menggelar Sholat Jumat perdana pada 24 Juli 2020, Jumat, 31 Juli 2020 Masjid Hagia Sophia menggelar salat Idul Adha 1441 H. Ini salat salat Idul Adha perdana setelah lebih dari 80 tahun. Peristiwa ini mengukir sejarah. Bangunan bersejarah yang berusia 1500 tahun itu kembali diubah fungsinya sebagai masjid.

Dalam sejarahnya, Hagia Sophia menjadi gereja selama 916 tahun sampai pada penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al Fatih tahun 1453. Saat itu Al Fatih mengubah Konstantinopel menjadi Istanbul. Kemudian Hagia Sophia pun dikonversi menjadi masjid. Hampir setengah milenium lamanya, dari 1453 hingga 1934.

Selanjutnya pada 1934, setelah Kekhalifahan Utsmaniyah atau Ottoman runtuh, Mustafa Kemal mengubah masjid Hagia Sophia menjadi museum. Hingga 10 Juli 2020 lalu, pengadilan Turki membatalkan Dekrit Kabinet 1934 yang mengubah Hagia Sophia menjadi museum tersebut. Sehingga Hagia Sophia dapat difungsikan kembali sebagai masjid.

Dunia masih berpolemik menyikapi peristiwa ini. Badan PBB yang mengurusi budaya, UNESCO, mengatakan bahwa Komite Warisan Dunia akan meninjau status Hagia Sophia. Sedangkan, para menteri Uni Eropa, Senin, mengkritisi keputusan Turki. Pihak Gereja Ortodoks Yunani Aleksandria juga mengecam keputusan Turki tersebut. Lantas, bagaimana sikap muslimin semestinya?

Setiap muslim sudah sepatutnya bahagia atas pembukaan kembali Hagia Sophia sebagai masjid. Bagi orang yang beriman kepada Allah dan rosul-Nya, ikon Istanbul ini telah menjadi saksi sejarah yang telah membuktikan kebenaran sabda baginda Rosulullah saw.

Nabi saw telah menyampaikan kabar gembira kepada para sahabat,
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Ahmad)

Bisyarah atau kabar gembira dari Nabi Muhammad SAW itu merupakan spirit utama kaum muslimin untuk terus berjuang. Hadits ini telah mendorong umat Islam untuk merealisasikan sabda Nabi tersebut.

Maslamah kemudian menyerang Kostantinopel. Upaya itu lalu dilanjutkan oleh Abu Ayyub al-Anshari (44 H), Sulaiman bin Abdul Malik (98 H), Harun al-Rasyid (190 H), Beyazid I (796 H), dan baru berhasil pada masa Sultan Muhammad Al Fatih (824 H).

Adalah hal yang wajar, jika seorang muslim menyambut dan menyongsong kabar gembira dari Rasulullah. Wajar pula jika semua yang berupaya membuka Konstantinopel berharap dan berprasangka baik bahwa merekalah yang dimaksud dalam sabda Nabi saw tersebut.

Sebagaimana pidato Sultan Muhammad Al Fatih didepan prajuritnya: “Jika penaklukan kota Konstantinopel sukses, maka sabda Rasulullah saw telah menjadi kenyataan, dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti. Maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits tersebut, yaitu berupa kemuliaan dan penghargaan.”

Penaklukan Konstantinopel setelah delapan abad ini menjadi bukti kebenaran bisyaroh Rasulullah saw. Karenanya, pengembalian Hagia Sophia menjadi masjid harus menjadi kegembiraan dan momentum peningkatan keimanan akan bisyaroh Rasulullah lainnya.

Umat Islam patut mengimani dan berjuang meraih bisyaroh Rasulullah. Setelah Konstantinopel, berikutnya Kota Roma pun akan ditaklukkan umat Islam.
Sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin al-‘Ash, ia berkata: “Sementara kami ada di sekitar Rasulullah saw, kami sedang menulis, ketika Rasulullah saw ditanya, “Kota manakah dari dua kota yang ditaklukkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Roma?” Maka Rasulullah saw bersabda: “Kotanya Heraklius ditaklukkan lebih dahulu, yakni Konstantinopel.” (HR Imam Ahmad)

Bisyaroh Rosulullah saw ini tentunya akan sulit terwujud jika umat Islam tidak bangkit dan berjuang mewujudkannya. Kejayaan Islam tersebut hanya dapat diraih bila muslimin dunia bersatu padu menerapkan syariat Islam yang agung secara kaffah dan meninggalkan sekularisme – kapitalisme yang telah mencerai-beraikan muslimin. Syariat Islam dapat diterapkan secara menyeluruh bila negara menerapkan sistem Islam (khilafah).

Umat Islam kini sudah semestinya kian mengimani dan berupaya keras mewujudkan bisyaroh Rasulullah akan kembalinya sistem nubuwah pemersatu umat yang akan menerapkan syariat Islam (khilafah). Rasulullah saw telah memberikan kabar gembira itu, sebagaimana sabdanya:

“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang zalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali hilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad)
Wallahu a’lam bisshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *