Hukuman Kebiri, Solusi Stop Aksi Predator Seksual?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Setya Kurniawati S.Pt (Aktivis BMI Malang dan Pena Langit)

 

Presiden Jokowi sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. PP itu tertuang dalam Nomor 70 Tahun 2020 yang ditetapkan Jokowi per 7 Desember 2020.

Dikutip dari JDIH laman Setneg, Minggu, 3 Januari 2021, PP tersebut memuat tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Tindakan kebiri kimia dalam Pasal 1 ayat (2) dijelaskan yaitu pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain yang dilakukan kepada pelaku agar gairah seksualnya menurun.

Tampak darisini bahwa penguasa telah kehabisan cara untuk menghentikan pelaku kekerasan seksual pada anak. Sehingga menetapkan kebiri dianggap efektif sebagai sanksi tertinggi dan pemberatan sanksi untuk hentikan predator seksual. Pertanyaannya benarkah kebiri dapat menghentikan predator seksual?

Untuk menyelesaikan suatu permasalahan, kita harus mencari akar masalahnya terlebih dahulu salah satunya akar dari terjadinya predator seksual. Faktanya, aksi predator seksual dipicu banyak faktor yaitu pertama minim iman, pendidikan agama di tengah keluarga dan pelajaran sekolah belum mampu menghasilkan iman yang kokoh. Terbukti tidak sedikit perempuan yang tidak menutup auratnya sesuai tuntutan agama dan tidak sedikit yang kecanduan video porno.

Kedua, gaya hidup liberal bahkan tidak sedikit generasi kecanduan miras dan narkoba yang faktanya mudah di akses masyarakat umum. Ketiga, ekonomi kapitalis. Tuntutan ekonomi yang menjepit tidak sedikit anak sekolah yang rela menjual dirinya demi mendapatkan rupiah. Keempat, sanksi ringan dan ketujuh mengatasinya seharusnya komprehensif.

Predator seksual harus segera di selesaikan agar tidak semakin banyak korban. Lantas apa solusi yang tepat yang bisa menyelesaikan predator seksual? Menurut Ust M Shiddiq Al Jawi dalam media umat menjelaskan menjatuhkan hukuman kebiri bagi pelaku predator seksual hukumnya haram dalam Islam dan Islam telah memiliki aturan sendiri untuk menghukum predator seksual. Berdasarkan dua alasan sebagai berikut;

Pertama, syariah Islam dengan tegas telah mengharamkan kebiri pada manusia, tanpa perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan fuqaha. (Imam Ibnu Abdil Barr, Al Istidzkar, 8/433; Imam Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari, 9/111; Imam Badruddin Al ‘Aini,‘Umdatul Qari, 20/72; Imam Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur`an, 5/334; dan Imam Shan’ani, Subulus Salam, 3/110). Dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah disebutkan, “Imam Ibnu Hajar Al Asqalani berkata,'(Hadits yang melarang kebiri) adalah larangan pengharaman tanpa khilafiyah di kalangan ulama, yaitu kebiri pada manusia.’ (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 19/121).

Dalil yang menunjukkan haramnya kebiri adalah hadits-hadits shahih, di antaranya dari Ibnu Mas’ud ra, dia berkata, ”Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama istri-istri. Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW), ‘Bolehkah kami melakukan pengebirian?’ Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu.” (HR Bukhari no 4615; Muslim no 1404; Ahmad no 3650; Ibnu Hibban no 4141). (Taqiyuddin An Nabhani, An NizhamAl Ijtima’i fi Al Islam, hlm. 164; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 19/119).

Kedua, syariah Islam telah menetapkan hukuman untuk pelaku predator seksual sesuai rincian fakta perbuatannya, sehingga haram hukumnya membuat jenis hukuman di luar ketentuan syariah Islam. (QS Al Ahzab : 36). Rincian hukumannya sbb : (1) jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah perbuatan zina, hukumannya adalah hukuman untuk pezina (had az zina), yaitu dirajam jika sudah muhshan (menikah) (HR Bukhari no 6733, 6812; Abu Dawud no 4438) atau dicambuk seratus kali jika bukan muhshan (QS An Nuur : 2); (2) jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah liwath (homoseksual), maka hukumannya adalah hukuman mati, bukan yang lain; (3) jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual, hukumannya ta’zir. (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 1480; Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul ‘Uqubat, hlm. 93).

Namun, sanksi yang tegas sesuai Islam saja tidak cukup. Butuh aturan Islam lain yang juga diterapkan negara dan tegas untuk tidak mendukung aksi kekerasan seksual sedikitpun, karena negara Islam akan menghilangkan setiap perangsang terjadinya kekerasan seksual contohnya miras, narkoba, video porno dan sebagainya yang tidak akan bisa diakses karena negara akan memfilter dan menjaga keimanan rakyatnya.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *