Oleh: Hafsah Ummu Lani (Aktivis dan Ibu Rumah Tangga)
Apa salah dan dosa Habib Riziq Shihab? Semenjak kepulangan beliau ke tanah air sudah menjadi incaran rezim untuk dijadikan tersangka.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berharap, aparat kepolisian dapat berlaku adil dan transparan dalam memproses hukum Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS).
Karena itu, PKS berharap agar orang nomor satu di FPI itu tidak ditahan dalam rangka menjaga keseimbangan penegakan hukum.
Demikian disampaikan anggota Komisi II DPR RI fraksi PKS Nasir Djamil kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Sabtu (12/12). (RMol.Id 12/12/2020)
Cendekiawan muslim Muhammad Ismail Yusanto (MIY) mengatakan, peristiwa penangkapan HRS adalah bentuk kriminalisasi dan diskriminasi hukum. Dikatakan kriminalisasi karena mengkriminalkan sesuatu yang bukan kriminal. Pasalnya, Polda Metro Jaya menahan HRS karena kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakpus.
Padahal, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, tak ada sanksi pidana bagi yang melanggar protokol kerumunan atau tidak ikut dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19. Hanya diberikan tindakan administratif seperti bayar denda. (liputan6.com 7/12/2020)
Lalu dinilai diskriminatif karena telah kita ketahui bersama, ada banyak titik atau lokasi tempat berkerumun massa. Seperti kampanye pilkada, konser dangdutan, pusat perbelanjaan, dll, namun sang penyelenggara bebas dari jeratan hukum. Inilah yang MIY sebutkan bahwa hukum di Indonesia sangat diskriminatif, yaitu tajam ke lawan dan tumpul ke teman. (MuslimahNews. Com 16/12/2020)
Latar belakang penangkapan HRS yang dituduhkan sedikit mengada-ada. Mengingat kasus besar lainnya yang ditangani oleh penegak hukum jauh lebih besar pengaruhnya terhadap masyarakat dan negara. Ini hanya kasus sepele yang sengaja dibesar-besarkan. Contoh kasus-kasus korupsi yang merugikan negara sangat berimbas pada masyarakat secara umum karena korupsi yang mereka lakukan punya dampak sosial dan ekonomi akibat anggaran yang disalahgunakan malah dianggap sepele.
Akan halnya HRS sebagai ketua salah satu ormas di Indonesia yang bergerak dalam dakwah amar ma’ruf nahi mungkar pada seluruh aktifitasnya. Kegiatan sosial yang mereka lakukan justru sangat bermanfaat bagi masyarakat. Anehnya, gerak gerik mereka bahkan dicari celahnya untuk disudutkan.
Tuduhan melanggar aturan agar tidak berkerumun juga tidak mempunyai alasan kuat, karena masih banyak pejabat dan masyarakat yang melakukan hal yang sama namun tidak ditindak seperti yang dilakukan terhadap HRS.
Melihat perlakuan yang tidak adil ini seharusnya membuat kita sadar bahwa rezim selalu mengarahkan anak panah pada hampir semua ormas islam dan aktivisnya. Apalagi sekaliber HRS yang punya pengaruh kuat terhadap umat islam khususnya di Indonesia.
Anehnya kita umat islam dan masyarakat secara umum masih mau percaya pada penegakan hukum ala Demokrasi. Umat masih berharap ada keadilan pada sistem saat ini.
Penangkapan beliau harusnya membuat umat sadar bahwa penegakan hukum saat ini tidak adil bagi umat Islam, kenapa? karena sistem saat ini memang bukan untuk kaum muslim dimana aturan didalamnya lebih condong dan perhatian pada kroninya saja. Pernahkah koruptor-koruptor yang notabene adalah pejabat mendapat hukuman yang setimpal? mereka bahkan bisa hidup nyaman dalam penjara seperti hidup di hotel.
Kurang faktakah bahwa penegakan hukum ini adil bagi rakyat? atau kita umat islam sudah jumud dan lelah pada kondisi yang mencekik rakyat, sehingga masih berharap ada keadilan hukum bagi rakyat tanpa mau berfikir pa jang. Demokrasi membuat hukumnya sendiri tapi arah keadilan bukan pada rakyat tapi untuk para pembuat hukum itu sendiri. Harusnya kita tidak menggantungkan harapan keadilan pada mereka yang nyata menghasilkan kesengsaraan.
Permasalahan utama rakyat saat ini adalah pemenuhan hajat hidup akibat resesi ekonomi, mestinya hal inilah yang butuh perhatian besar agar kehidupan rakyat bisa berlanjut walau terseok-seok akibat pandemi. Tapi rakyat malah disuguhi adegan drama penangkapan aktivis-aktivis islam yang kesalahannya tidak punya dasar hukum, padahal drama tersebut tidak berpengaruh pada kehidupan masyarakat yang sedang terpuruk.
Memperbaiki keadaan yang sedang morat marit dengan jalan parsial bukanlah solusi,misal memperbaiki hukumnya. Berharap mendapat keadilan dengan memperbaiki individu atau oknumnya tidak akan berpengaruh karena kerusakan sudah menggurita akibat tabiat sistem tadi.
Sistem pemerintahan Demokrasi melahirkan aturan dari manusia yang memiliki landasan aqidah sekurarisme yang memisahkan urusan agama dan kehidupan. Pada prakteknya, urusan politik diserahkan pada cendikiawan dan urusan ibadah
ditangani oleh rohaniawan. Inilah pangkal permasalahannya, karena urusan hajat hidup rakyat (politik) justru dipercayakan kepada manusia yang cenderung tidak bersifat adil. Maka tidak heran jika kemudian lahirlah hukum yang dan Undang-Undang yang bisa diatur dan dirombak jika keadaan memaksa.
Sistem hukum dalam Islam
Lembaga peradilannya adalah lembaga yang bertugas menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Lembaga ini bertugas menyelesaikan perselisihan diantara anggota masyarakat, mencegah hal-hal yang dapat membahayakan hak-hak jamaah, atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara rakyat dan seseorang yang duduk dalam struktur pemerintahan, baik ia seorang penguasa atau pegawai negeri.
Seruan Allah Swt kepada Rasul Saw untuk memutuskan perkara di tengah-tengah mereka sesuai dengan wahyu yang Allah turunkan juga merupakan seruan bagi Beliau. Perintah dalam seruan ini bersifat tegas karena yang menjadi objek seruan adalah wajib.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memerdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 49)
Hukum dalam Islam tidak akan pernah berubah semenjak Al Qur’an diturunkan dimuka bumi. Konsep keadilan tercermin pada setiap permasalahan karena lahir dari sumber yang shohih. Hukum yang lahir bertujuan untuk kemaslahatan hidup manusia agar terbentuk aturan dalam tatanan hidup yang normal. Penegak hukum bersikap adil karena ketaatan lahir dari sistem yang menaunginya. Ketaqwaan individu dan masyarakat terjaga oleh aturan negara sehingga peluang untuk berbuat kecurangan sangat minim.
Fungsi hukum sanksi dalam syariat adalah sebagai pencegah (zawâjir) dan penebus dosa (jawâbir), yakni mencegah orang-orang untuk melakukan tindakan dosa dan kriminal, sekaligus menggugurkan sanksi di akhirat bagi pelaku kriminal yang telah dikenai sanksi di dunia.
Jika ditemukan pelanggaran ditengah masyarakat, akan diselidiki dulu apakah hal tersebut merupakan pelanggaran syara atau pelanggaran yang tidak terkait dengan syara. Apakah merugikan individu atau orang banyak, sehingga penegak hukum tidak sewenang-sewenang melakukan penangkapan tanpa ada dasar tuduhan.
Beginilah Islam mengatur hukum yang berlandaskan syariat dalam naungan khilafah islamiyah.
Wallahu a’lam bisshowab.