Hukum Musiman Menjelang Bulan Ramadhan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Hukum Musiman Menjelang Bulan Ramadhan

Tutik Indayani
Pejuang Pena Pembebasan

Ramadhan akan segera tiba, umat Islam diseluruh dunia banyak melakukan persiapan, baik secara lahir maupun batin untuk menyambut dan melaksanakan puasa di bulan Ramadhan.

Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam juga tidak ketinggalan melakukan persiapan menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, seperti membersihkan tempat ibadah, lingkungan dan rumah tempat tinggal.

Bukan itu saja pemerintah daerah juga mulai melakukan razia tempat-tempat maksiat, seperti tempat perjudian, karaoke dan razia minuman keras (miras).

Mengutip dari Antara, 26-2-2023, Satuan Samapta Kepolisian Resor Situbondo, Jawa Timur akan terus menggencarkan razia minuman keras dalam operasi penyakit masyarakat menjelang bulan puasa Ramadhan 1444 Hijriah.

Petugas merazia warung-warung di Desa Kilensari, Kecamatan Panarokan, yang ditengarai menjual bebas berbagai jenis minuman keras.

Bukan hanya warung, tetapi rumah warga yang ditengarai menjual minuman keras sesuai laporan dari masyarakat juga dirazia dan digeledah oleh petugas.

Hasil dari razia tersebut, selain berhasil mengamankan barang bukti berupa minuman keras dalam kemasan botol, polisi juga menindak tegas pemilik atau penjual minuman keras dengan tindak pidana ringan.

Penerapan Hukum Musiman

Bukan hal yang baru bagi masyarakat tentang razia minuman keras ini menjelang datangnya bulan suci Ramadhan. Dan masyarakat menganggap biasa-biasa saja tidak ada istimewanya. Karena masyarakat menilai ini hanya sekedar hukum sangsi sosial yang di lakukan oleh penegak hukum menjelang datangnya bulan Ramadhan.

Sedangkan bila kita melihat lagi bahayanya yang diakibatkan minuman keras ini sangat banyak sekali. Bukan hanya sekedar mabuk, tetapi akibat mabuk ini bisa memunculkan aksi kejahatan lain seperti pembunuhan, pemerkosaan.

Sikap pasif dari masyarakat terhadap agenda tahunan ini tidak lepas dari sikap pemerintah itu sendiri, dimana dalam menetapkan suatu hukum tidak konsisten.

Dengan agenda razia sebulan sekali dalam satu tahun ini, sebagian masyarakat merasa aman-aman saja dalam menjual minuman keras di bulan-bulan di luar bulan Ramadhan, seperti di bulan Desember-Januari, dimana omset penjualan miras dibulan ini meningkat. Di hotel-hotel berbintang, tempat-tempat wisata yang sering di kunjungi turis asing, seperti di Bali, disini miras di jual bebas tanpa pengawasan.

Lemahnya pengawasan terhadap beredarnya minuman keras ini tidak lepas dari pengaruh diterapkannya sistem kapitalis, dimana sistem ini tidak akan melihat dampak dari beredarnya minuman keras ini di tengah masyarakat secara serius. Sistem ini hanya melihat dari segi keuntungan yang akan didapat dari produksi dan penjualan minuman keras ini.

Karena itu, aparat hanya merazia pemilik atau penjual miras dengan hukuman ringan, bukan menutup pabriknya sebagai pusat peredaran miras terbesar, karena dengan menutup pabriknya, negara akan kehilangan pemasukan pajak.

Pemasukan Negara dari Miras

Dikutip dari CNN Indonesia, 01-03-2021- Presiden Joko Widodo (Jokowi), membuka investasi industri minuman keras. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden, Nomor 10 Tahun 2021, tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Industri miras sendiri ikut menyumbang pendapatan bagi negara dalam bentuk cukai. Melansir laporan APBN, Februari 2021, penerimaan cukai dari Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) pada Januari sebesar Rp250 miliar.

Menurut Kementrian Keuangan ini terjadi penurunan penerimaan cukai MMEA, disebabkan oleh penurunan produksi karena pandemi Covid-19 yang memukul sektor pariwisata. Serupa, penerimaan cukai dari Etil Alkohol (EA), sebesar Rp100 miliar, atau kontraksi 30,97 persen. Secara total, penerimaan cukai per 31 Januari 2021 mencapai Rp8,09 trilliun atau 5,05 persen dari target dalam APBN 2021 sebesar Rp180 trilliun.

Izin dan syarat juga berlaku untuk industri minuman mengandung alkohol anggur. Dengan izin ini, industri miras bisa memperoleh suntikan investasi dari industri asing, domestik, koperasi hingga usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Sebelumnya, industri minuman mengandung alkohol dan anggur, masuk kedalam daftar usaha tertutup atau daftar negatif industri (ONI), sekarang menjadi terbuka bagi investor baik domestik maupun asing.

Berkah Hanya Dengan Islam

Manusia biasanya menilai sesuatu dari dampaknya, apakah mendatangkan manfaat/keuntungan atau madharat (dharar). Jika sesuatu dinilai bermanfaat, ia akan disebut baik (khayr), sebaliknya jika sesuatu dinilai mendatangkan madharat, ia akan disebut buruk (syarr).

Dalam sistem sekuler kapitalis standar baik itu yang dapat memberikan keuntungan. Kaum sekuler memandang bahwa memproduksi, menjual dan mengkonsumsi minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol) adalah baik dan mendatangkan keuntungan berupa pendapatan negara, menggerakkan sektor pariwisata, membuka lapangan pekerjaan dan mendapatkan cukai.

Mereka mengabaikan dampak buruk yang ditimbulkan miras dan minol seperti rusaknya moralitas, meningkatkan kriminalitas dan hancurnya kehidupan sosial. Sikap seperti ini sangat membahayakan sekali karena akan menghancurkan kehidupan manusia.

Apalagi standar pemikiran ini dilegalkan atau didukung oleh penguasa, melalui mekanisme atau sistem demokrasi. Dengan mengesahkan melalui Undang-undang, Peraturan Presiden, untuk menegaskan bahwa miras boleh beredar, ini lebih berbahaya lagi, yang dapat menimbulkan kerusakan yang sifatnya sistemik di tengah masyarakat.

Islam memiliki standar yang bersifat pasti untuk menilai baik buruknya sesuatu perbuatan. Standar perbuatannya adalah halal dan haram. Sesuatu yang menurut Islam halal, pasti baik (khayr), sebaliknya sesuatu menurut Islam haram, pasti buruk (syar). Tanpa melihat lagi apakah sesuatu itu bermanfaat atau mendatangkan mudharat menurut pandangan manusia.

Menurut pandangan syariah, minum khamr (miras/minol) merupakan kemaksiatan besar. Sanksi bagi para pelakunya adalah dicambuk 40 kali dan bisa lebih dari itu. Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan khamr, mulai dari pabrik produsen minuman beralkohol, distributor, toko yang menjual hingga konsumen (peminumnya), Rasulullah Saw bersabda:

“Allah melaknat khamr, peminumnya, penuangnya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang mengambil hasil (keuntungan) dari perasannya, pengantarnya dan orang yang meminta diantarkan.”(HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Dalam sistem Islam, Kholifah dan seluruh masyarakat wajib mengacu pada syariat Islam dalam menetapkan baik buruk dan boleh tidak sesuatu beredar ditengah masyarakat. Kholifah tidak akan mengambil manfaat atau keuntungan dari sesuatu yang haram untuk pendapatan negara. Bila sudah dinyatakan haram menurut syariat Islam, pasti ia akan menimbulkan bahaya (dharar) di tengah masyarakat.
Rasulullah saw terlah bersabda :

“Sungguh yang halal telah jelas dan yang haram pun telah jelas. Di antara keduanya ada perkara syubhat (sama) yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Siapa saja yang takut terhadap perkara syubhat, dia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Siapa saja yang terjatuh pada perkara syubhat, berarti ia telah terjatuh pada keharaman,” (HR. Muslim)

Demikian Islam mengatur perkara-perkara dunia, tanpa sedikitpun ada kerugian di dalamnya, malah sebaliknya, peraturan dan hukum dibuat untuk kemaslahatan umat manusia.

Wallahu’alam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *