History & Mistery Hagia “Santa” Sophia

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Anita Rachman (Pemerhati Sosial Politik)

Kajian bersama Ustadz Salman Iskandar

Saat Rasulullah ditanya “Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Roma? Rasul menjawab, ‘Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.’ Yaitu: Konstantinopel’.”(HR. Ahmad, ad-Darimi dan al-Hakim)

Pertanyaan para sahabat kepada Rasulullah S.A.W pada hadist di atas menunjukkan mereka sangat menguasai wawasan geopolitik internasional. Para sahabat memahami betul bagaimana kondisi dua kota, yaitu Vatikan dan Konstantinopel sebagai dua icon pusat kekufuran dunia. Sehingga, muncul pertanyaan, kota manakah yang akan ditaklukkan lebih dulu. Jawaban Rasulullah bahwa Konstantinopel akan di taklukkan terlebih dahulu, jika dilihat dari posisi geografis, Konstantinopel memang lebih dekat dari Jazirah Arab dibandingkan dengan Vatikan.

Awal kekufuran dengan mengakui Isa bin Maryam sebagai Tuhan Anak dengan konsep Trinitasnya terjadi di Basilika Pertama Konstantinopel yang dibangun Caisar Constantinus The Great. Namun bencana melanda dan Basilika Pertamapun ambruk. Setelah itu dibangunlah Basilika Kedua, pun mengalami hal yang sama, yaitu runtuh akibat gempa. Akhirnya, pada tahun 532-537M, Justianus I, Kaisar Konstantinopel saat itu, membangun Basilika Ketiga di tempat yang sama dengan melibatkan arsitek, ahli fisika dan matematika agar tidak hancur seperti Basilika-Basilika sebelumnya. Basilika Ketiga itulah yang kemudian disebut dengan Hagia Santa Sophia.

Berdirilah Hagia Santa Shopia sebagai pusat pengingkaran terhadap Allah dengan menyatakan bahwa Tuhan itu tiga. Padahal jauh sebelumnya, mereka mengakui bahwa Tuhan adalah Esa (satu). Secara bahasa arti dari Hagia: Megah, Besar. Santa: Suci. Sophia: Bijak. Untuk itulah, Kontanstinopel juga kelak Vatikan, harus ditaklukkan, dibebaskan dari kekufuran, sebagai bukti kesaksian Allah akan kemenangan Islam sebagai agama yang benar di atas semua agama.

Penaklukkan Konstantinopel sendiri baru berhasil setelah 8 abad kemudian, oleh pemimpin terbaik, seorang pemuda 21 Tahun, Muhammad Al Fatih, bersama 250 ribu pasukan terbaik. Yaitu mereka yang tak pernah lalai dalam shalatnya.

Pengalihfungsian Hagia Santa Sophia menjadi masjid tak lain karena meneladani apa yang telah dicontohkan Rasulullah dan para sahabat. Ini adalah salah satu bentuk adab penguasa terhadap jihad dan perang yang sudah disyariatkan. Jika dalam perjanjian internasional dari zaman ke zaman menyebutkan bahwa pemenang perang dapat menguasai dan atau mengambil semuanya yang ada di negeri yang berhasil ditaklukkan, maka berbeda jauh dengan Islam.

Di dalam Islam, saat ada tempat ibadah milik orang kafir di negeri yang sudah ditaklukkan dan kemudian akan dialihfungsikan menjadi masjid, maka akan di tebus atau di beli oleh kaum muslimin dengan nilai yang setara atau sesuai dengan permintaan pemilik sebelumnya. Jadi tidak ada perampasan semena-mena apalagi dengan kekerasan, karena Islam datang membawa rahmat bukan kerusakan.

Dicontohkan Rasulullah S.A.W, saat berhasil memenangkan perang Khaybar maka langkah pertama yang diambil adalah mengalihfungsikan beberapa Sinagog Yahudi menjadi masjid dengan membelinya. Diantaranya Sinagog yang ada di dalam benteng al-Qomush, Khaybar. Begitu juga saat penaklukan Damaskus dan Andalusia (Spanyol) oleh pasukan kaum muslimin. Langkah itu pulalah yang diambill Muhammad Al Fatih. Membeli Hagia Santa Sophia dengan menggunakan harta pribadinya dan kemudian diwaqafkan untuk seluruh kaum muslimin.

Saat Rasulullah S.A.W pertama hijrah dari Mekkah ke Madina, yang dibangun pertama adalah Masjid. Yaitu Masjid Quba. Karena bagi seorang muslim, kebutuhan paling pertama dan utama adalah shalat. Maka harus ada tempat untuk mendirikan shalat. Namun, selain membutuhkan tempat untuk beribadah shalat, sebagai calon pemimpin, Rasulullah juga membutuhkan tempat untuk berstrategi, menyusun rencana, memutuskan kebijakan dan segala hal urusan umat.

Dan masjid adalah tempat yang paling layak untuk itu. Hal ini menjadi simbol sekaligus hikmah bahwa apapun aktivitasnya, mulai dari beribadah ritual hingga membangun negara selalu melibatkan Allah di dalamnya. Dan masjid adalah rumah Allah, tempat berkumpulnya orang-orang beriman. Bahkan kumandang jihadpun diserukan dari masjid.

Detik-detik berakhirnya Hagia Santa Sophia menjadi masjid, tidak terlepas dari peristiwa kejatuhan pemerintahan Turki Ustmani. Pada saat Turki Ustmani mengalami kekalahan pada Perang Dunia I, tahun 1917, wilayahnya mulai terkikis. Pada tahun 1923, tepatnya di bulan November, Turki membubarkan diri dari kesultanan menjadi republik. Tetapi pada saat itu, khalifah masih tetap ada untuk memimpin orang-orang muslim. Hingga akhirnya pada bulan Maret 1924, khalifah Sultan Abdul Majid II, di usir oleh Mustafa Kemal Ataturk. Sejak saat itu tercerai berailah seluruh kaum muslim bagaikan anak ayam kehilangan induknya. Terpisah-pisah dan tersekat-sekat nation state (negara bangsa) hingga hari ini.

Kemudian pada tahun 1931, seorang Yahudi Amerika, Kepala Peneliti Sejarah Bizantium menemukan bahwa Hagia Santa Sophia sebelumnya adalah sebuah gereja. Hal ini kemudian dilaporkannya kepada Mustafa Kemal dan mengusulkan agar dikembalikan fungsinya menjadi gereja. Mustafa Kemalpun menyetujui usulan tersebut. Namun, para tokoh yang berpengaruh pada saat itu menolak ide ini, karena mereka tahu betul bagaimana sejarah perjalanan Hagia Santa Sophia. Dimana ada wasiat dari Muhammad Al Fatih, Sang Penakluk Hagia Santa Sophia, bahwa siapapun yang akan mengubah Hagia Santa Sophia kembali menjadi gereja, maka dia tidak akan ridha dan akan mengadukannya di pengadilan akhirat.

Pemaklukan Konstantinopel bukanah hal yang ringan. Perjuangan dan pengorban besar-besaran dilakukan oleh Muhammad Al Fatih bersama pasukannya. Pengambilalihan Hagia Santa Sophiapun dilakukan dengan cara elegan dan terhormat, yaitu dengan membelinya. Bahkan Muhammad Al Fatih kemudian menunjuk pendeta penanggungjawab Hagia Santa Sophia sebelumnya sebagai wakil dari kaumnya, yang diberikan gaji oleh Muhammad Al Fatih dan bertugas memastikan kebutuhan kaumnya terpenuhi.

Akhirnya, Hagia Santa Sophia tidak dikembalikan menjadi gereja. Hanya saja sejak tahun 1931 ditutup dengan keterangan “sedang ada renovasi”. Penutupan ini berlangsung selama 4 tahun. Pada tahun 1935, Hagia Santa Sophia dibuka kembali namun bukan sebagai masjid, melainkan sebagai museum. Upaya mengembalikan kembali fungsi Hagia Santa Sophia menjadi masjid terus dilakukan namun baru berhasil terwujud 86 tahun kemudian, tepatnya bulan Juli 2020 oleh Presiden Turki, Recep Toyyib Erdogan.

Hal ini tentu disambut baik oleh kaum muslimin seluruh dunia. Meskipun banyak pihak menilai, keputusan Erdogan ini hanyalah memanfaatkan momen dan tak terlepas dari unsur politik demi pencitraan dan meraih dukungan agar tetap dipercaya mempimpin Turki pada pemilihan berikutnya.

Drama perpolitikan dunia masih terus bergulir. Kekuasaan memang akan dipergilirkan sebagaimana Allah telah kabarkan dalam Al Quran: “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikanNya (gugur sebagai) syuhada”. Dan Allah tidak menyukai orang-orang dzalim. (QS Ali Imran:140).

Betapapun hari ini kaum muslimin sedang dalam posisi kalah dan terpuruk di segala lini, namun kaum muslim memegang satu keyakinan akan bisyarah atau kabar gembira dari Rasulullah S.A.W juga janji Allah S.W.T, bahwa dunia akan ditutup dengan kemenangan Islam, sebagai dien yang sempurna, yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Tinggal pilihan kita, mau mengambil peran sebagai apa dalam rangka menjemput kemenangan itu.

Wallahu’alam Bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *