Hijrah Keteladanan dan Pengorbanan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Salman Salimah (IRT, Aktivis dan Penulis)

 

Salah satu potensi dalam diri manusia adalah naluri beribadah yang telah Allah swt anugerahkan kepada mereka, dengan naluri inilah manusia selalu melakukan interospeksi diri dan menghendaki perubahan ke arah yang baik, sesuai dengan tuntunan Allah swt dan Rasul-Nya.

Sehingga, perubahan diri dan lingkungan tempat mereka berada tentu ingin diwujudkan bagi setiap orang beriman, dalam rangka memenuhi kebutuhan naluri beragamanya. Namun perubahan yang ingin diwujudkan tentu harus memiliki tuntunan maupun keteladanan yang benar sesuai syariat.

Sehingga, kesadaran akan perubahan bagi individu dan lingkungan, menuju keadaan yang totalitas sesuai syariah Islam pastinya sangat kita butuhkan, namun hijrah dalam merubah kondisi ini diperlukan tuntunan juga keteladanan yang telah terbukti keberadaannya, sehingga penting bagi kita memahami hakikat hijrah yang sesungguhnya, sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Firman Allah swt :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allâh (al-Ahzâb/33:21)

Hijrah secara bahasa dimaknai berpindah dari sesuatu kepada sesuatu yang lain atau meninggalkan sesuatu menuju kepada sesuatu yang lain, karenanya hijrah identik dengan perubahan, tentu yang dimaksudkan adalah perubahan yang baik, yakni Islam.

Rasulullah saw bersabda :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم يَقُولُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

Abu Hurairah RA berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Apa yang aku larang untuk kalian maka tinggalkanlah dan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka laksanakanlah sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan terhadap para nabi mereka.”
(HR Bukhari dan Muslim)

Karenanya setiap muslim diharuskan meninggalkan segala apa yang Allah larang sekaligus bersegera menjalankan segala perintah-Nya, adanya dua spirit ini menjadikan setiap muslim semakin taat kepada Rab-Nya, semakin total ketaatannya, menyeluruh dan kaffah.

Seorang muslim yang ber”hijrah” tentu tidak menyukai segala yang menyalahi Islam dan syari’atnya, namun semakin menyukai keduanya, merindukan kehidupan Islam yang sempurna. Sehingga seorang muslim harus selalu ber”hijrah” sesuai tuntunan syariah, totalitas dalam berislam juga melaksanakan syari’ah-Nya dalam seluruh aktifitasnya.

Namun sayangnya, kehidupan yang memisahkan agama dengan kehidupan merupakan salah satu kendala bagi sebagian umat muslim hari ini dalam rangka memahami hakikat hijrah secara syar’i, yang sebenarnya telah nyata dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para shahabatnya.

Sehingga upaya dalam melakukan hijrah seringkali hanya berbicara seputar masalah hijrah secara individu saja ataupun lingkup keluarga semata, padahal sebagaimana kita fahami, perubahan lingkungan kemasyarakatan juga perlu kita wujudkan dalam rangka menjaga ketakwaan bagi individu maupun keluarga yang telah “berhijrah”.

Karenanya, patutlah kita melakukan muhasabah atau interospeksi diri tidak hanya bagi individu muslim semata, tetapi perlu dilakukan juga oleh kaum muslim secara keseluruhan, termasuk muhasabah akan keadaan umat muslim secara menyeluruh pula, sebab Allah swt telah memberikan predikat khairu ummah kepada hamba-Nya yang bertakwa, sebagaimana Firman-Nya :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110).

Tentu saja sifat sebagai umat terbaik tidak hanya berlaku di zaman Rasulullah saw saja, melainkan terhadap umat beliau juga, hal ini berlaku sampai kapanpun.

Namun, menjadi umat terbaik tidak datang dengan sendirinya, ada karakteristik yang harus dipenuhi oleh kaum muslimin, yakni melakukan amar ma’ruf nahi mungkar serta mengimani Allah swt.

Karenanya, karakteristik umat terbaik secara umum diantaranya selain melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dan mengimani Allah, juga harus mengikuti sunnah Rasulullah saw dan melaksanakan syari’ah agama yang dibawa oleh beliau.

Sehingga, kesempurnaan sifat khairu ummah bagi kaum muslimin akan terwujud jika mereka beriman dan bertakwa, hal ini harus tampak dalam kehidupan mereka, termasuk dalam mengelola kehidupan bermasyarakat dalam berbagai aspek, sesuai dengan Islam semata.

Sayangnya kondisi umat muslim hingga hari ini belum mampu meraih predikat mereka sebagai khairu ummah, akibat banyaknya permasalahan yang masih meliputi umat muslim dalam berbagai aspek kehidupannya.

Sehingga dibutuhkan peran serta para pemangku kebijakan dalam rangka membimbing masyarakatnya menuju ke arah perubahan yang sesuai tuntunan Allah swt serta teladan Rasulullah saw dalam mewujudkan kehidupan yang melahirkan keadilan dalam setiap aspek kehidupan.

Dalam rangka memberikan motivasi ataupun dorongan untuk berhijrah secara kolektif, maka penting menjadikan pelajaran gambaran kehidupan bangsa arab yang jauh dari kemuliaan sebelum datangnya Islam di tengah-tengah kehidupan mereka, mereka dikenal sebagai bangsa yang masih jahiliyah saat itu, ini dapat kita lihat dari beberapa aspek.

Pertama yaitu dari aspek akidahnya, bangsa arab masih dipenuhi kemusyrikan, mereka memang mengimani Allah swt, tetapi dalam menyembah-Nya, mereka membuat berbagai perantara, ada pula yang menyembah malaikat, binatang, berhala dan sebagainya.

Kedua yakni aspek sosial, saat itu masih terjadi kerusakan moral yang sangat, seperti banyaknya peminum arak, tukang mabuk, pelacuran, perzinahan, pencurian serta berbagai perilaku menyimpang lainnya.

Ketiga yaitu aspek ekonomi, bangsa arab sebelum kedatangan Rasulullah saw kebanyakan dari mereka para pedagang atau mencari nafkah dengan berniaga, namun perniagaan yang mereka lakukan masih kental dengan riba, kecurangan, mengurangi timbangan dan sebagainya.

Demikian pula dengan aspek kekuasaan dan kekuatan yang dimilikinya, bangsa arab bukanlah bangsa yang diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain saat itu, dua kekuasaan besar saat itu yakni, Persia dan Kristen Byzantium, sama sekali tidak memperhitungkan kekuatan yang dimiliki oleh bangsa arab.

Karenanya, kondisi yang demikian seharusnya menjadi pelajaran bagi umat muslim, bahwasanya dibutuhkan pengaturan kehidupan yang berasal dari sang pencipta dalam rangka mewujudkan kemuliaan serta predikat sebagai khairu ummah, tentu dengan perubahan yang kita inginkan maka dibutuhkan pula pengorbanan dalam mewujudkannya, yakni amar ma’ruf nahi mungkar dengan penuh kesungguhan serta keistiqomahan sebagaimana teladan Rasulullah saw.

Sebab, Allah swt tidak akan pernah merubah nasib ataupun keadaan suatu kaum, sebelum mereka merubah apa yang ada pada diri mereka. Sebagaiman firman-Nya :

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya; mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS ar-Ra’du [13]:11).

Karenanya, Allah swt tidak akan pernah merubah nasib atau keadaan suatu kaum, sebelum mereka merubah keadaan apa yang ada pada diri mereka, baik dari sisi mereka secara pribadi, maupun yang mengurusi urusan mereka, atupun melalui sebab sebagian dari mereka.

Perubahan yang hakiki benar-benar telah diteladankan oleh Rasulullah saw beserta para shahabat beliau, saat hijrah dari kota makkah menuju kota madinah (yatsrib), kemudian beliau membangun tatanan kehidupan Islam disana.

Keadaan masyarakat jahiliah pasca hijrah totalitas berubah, mereka berhasil menciptakan masyarakat Islam, melalui pengorbanan panjang Rasul saw dan para shahabat dengan dakwah yang dilakukannya.

Inilah ungkapan yang sangat indah dari Nabi saw menggambarkan keadaan madinah yang Islami saat itu dengan sabdanya :

“Madinah itu seperti tungku (tukang besi) yang bisa membersihkan debu-debu yang kotor dan membuat cemerlang kebaikan-kebaikannya.” (HR al-Bukhari).

Begitulah gambaran nyata kehidupan kaum muslimin di madinah pasca hijrah, seluruh lini kehidupan mereka disandarkan pada pandangan hidup yang Islami secara utuh, hal tersebut dapat kita lihat dari beberapa aspek, seperti aqidah Islam yang menjadi asas kehidupan satu-satunya, meski berbagai kaum hidup di dalamnya.

Dari sisi tatanan kehidupan kemasyarakatan dipenuhi dengan kedamaian dan ketentraman, serta jauh dari berbagai ragam kemaksiatan, perjudian diberantas, segala bentuk kemaksiatan diberikan sanksi yang tegas, sehingga dapat menjadi zawajir dan jawabir bagi individu serta masyarakat saat itu.

Demikian halnya di bidang perniagaan, praktek riba dihapuskan, penipuan, kecurangan dan sebagainya. Sebaliknya diberlakukan cara-cara mendapatkan harta dengan aturan yang hanya sesuai syariah. Akan halnya dengan lini kehidupan yang lainnya, secara keseluruhan praktek kehidupannya sama sekali tidak menyimpang dari Islam.

Dengan demikian, sebagai umat Rasulullah saw, sudah seharusnya kita bersungguh-sungguh meneladani hijrah Nabi saw dengan melakukan perubahan yang baik dalam kehidupan, yakni perubahan ke arah Islam, memberikan pengaruh perubahan tersebut pada lingkungan dengan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar, sebab pengorbanan inilah yang menjadi teladan beliau saw.

Karenanya marilah kita memaknai hijrah secara hakiki, yakni keteladanan serta pengorbanan yang telah dicontohkan oleh beliau saw dan para shahabatnya dalam rangka melakukan perubahan bukan hanya secara pribadi tapi juga secara kolektif dalam segala lini, demikian juga dengan aturan kehidupan yang melahirkan keadilan Islam di setiap aspeknya.

Wallaahu a’lam bishshowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *