Oleh Sumiati (Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif)
Akhir-akhir ini, banyak sekali orang-orang yang tetiba berhijrah, walau pun pasti sebelumnya sudah melalui banyak proses. Namun, karena banyaknya yang hijrah, seolah seperti tiba-tiba. Tentu hal ini kabar yang menggembirakan bagi umat Islam dunia.
Dikutip oleh CNN Indonesia, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan untuk bisa lepas dari jebakan negara pendapatan kelas menengah (middle income trap), pertumbuhan ekonomi Indonesia harus bisa mencapai 6 persen pada 2022 mendatang. Bila itu bisa dicapai, ia yakin Indonesia bisa naik kelas menjadi negara maju pada 2045.
Berdasarkan perhitungan Bappenas, pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca 1998 tidak pernah kembali ke skenario trajectory (tren) pertumbuhan ekonomi tanpa krisis. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi selama ini selalu macet di posisi 5 persen.
“Pemulihan ekonomi pasca Covid-19, kami berharap kalau kita bisa based pada 2022 dengan tingkat pertumbuhan 6 persen, maka trajectory (tren pertumbuhan ekonomi) yang panjang tadi (tanpa krisis) bisa kembali lagi pada 2029,” ujarnya dalam webinar CSIS dan Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045, Rabu (04/08/2021).
Pertumbuhan ekonomi yang digadang-gadang ciri majunya bangsa ini, tentu bukanlah maju yang hakiki. Karena majunya suatu bangsa jika mereka mampu berhijrah total dengan Islam, hingga maju dari berbagai aspek, itulah kemajuan yang sebenarnya, bukan parsial.
Semangat hijrah yang tampak dari umat Islam pun, sepatutnya tidak berhenti pada perbaikan individu, tapi diarahkan mewujudkan harapan terwujudnya negeri Baldatun Thayyibatun warabun ghafur.
Allah Swt. menyebut sebuah negeri yang aman, damai, makmur yang menjadi impian semua umat, yakni Baldatun Thayyibatun wa rabbun ghaffur. Al-Qur’an menggambarkan Negeri Saba’ yang subur dan makmur di bawah kepemimpinan Raja Dawud dan Putranya Sulaiman dengan penduduknya yang selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada mereka. Allah Swt. berfirman:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rizki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (QS. Saba’: 15).
Negeri yang makmur dan damai diungkapkan dengan kalimat Baldatun Thayyibatun wa rabbun ghaffur, secara bahasa berarti: ”Negeri yang baik dengan rabb Yang maha pengampun.” Makna “Negeri yang baik (Baldatun Thayyibatun)” bisa mencakup seluruh kebaikan alamnya, dan “Rabb yang maha pengampun (Rabbun Ghafur)” bisa mencakup seluruh kebaikan perilaku penduduknya sehingga mendatangkan ampunan dari Allah Swt.
Dalam pandangan Islam, hijrah individu yang mampu membangun sebuah bangsa tidak lain adalah, bagaimana mencontoh Rasulullah saw. dalam mengemban dakwah Islam, berawal dengan memantapkan diri sebagai hamba Allah, dakwah kepada keluarga dan anggota masyarakat, hingga Rasulullah pun mengumpulkan para sahabat yang mengikuti beliau di rumah Arqam bin Arqam hingga 40 orang. Kemudian para sahabat tersebut dibina hingga mampu berdakwah ke seluruh Jazirah Arab hingga ke Persia dan Romawi. Begitu pun ketika seorang pemuda Yatsrib Musuh’ab bin Umair memeluk Islam, mendakwahkan Islam ke masyarakat Madinah, hingga mampu mengkafahkan Madinah dengan Islam. Akhirnya Rasulullah saw. pun hijrah ke Madinah bersama beberapa sahabat, membangun sebuah negeri Islam yang Baldatun warabbun ghafur, hingga kejayaan dan kegemilangan Islam tampak luar biasa. Beberapa tahun kemudian mampu memfutuhat Negeri Mekah, hingga Mekah pun yang notabene tempat lahirnya Rasulullah saw. mampu ditaklukan dan tunduk pada aturan Islam kafah yang dibawa oleh Rasulullah saw.
Wallahu a’lam bishshawab.