Heboh Aturan Baru BPJS, Hajat Publik Dikapitalisasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Asha Tridayana, S.T.

 

Kesehatan menjadi sesuatu yang sangat berharga. Padahal dulu dianggap biasa saja. Sejak pandemi covid-19 melanda dunia, kesehatan lebih dimaknai oleh setiap masyarakat. Tak satupun luput dari perhatian sebagai upaya menjaga kesehatan. Dari makanan, pakaian, lingkungan dan segala hal yang berkaitan akan dilakukan dengan alasan demi kesehatan. Termasuk jaminan kesehatan, kembali digalakkan di tengah masyarakat. Segudang fasilitas kesehatan ditawarkan bahkan terkesan memaksakan karena setiap orang diwajibkan menjadi bagian keanggotaan.

 

Hal ini pun dilakukan oleh pemerintah, tidak lain adanya kewajiban menjadi peserta aktif BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) yang berlaku mulai Maret 2022. Kewajiban itu tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dan telah diteken Presiden Jokowi pada 6 Januari 2022 lalu. Dalam aturan tersebut memberlakukan pemohon SIM, STNK dan SKCK, kemudian pelaku usaha dan pekerja yang ingin ibadah Umrah dan Haji serta persyaratan jual beli tanah merupakan peserta aktif BPJS Kesehatan.

 

Tentu kritik pun berdatangan dari berbagai pihak mengenai aturan ini. Salah satunya dari Wakil Ketua Komisi II DPR RI sekaligus politisi dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim. Dirinya menilai kebijakan tersebut cenderung konyol dan irasional bahkan menjadi bentuk pemaksaan kebijakaan kepada masyarakat. Menurutnya, kepemilikan tanah dan jaminan sosial kesehatan merupakan hak rakyat yang semestinya dilindungi negara. Lukman pun meminta kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil agar membatalkan kebijakan ini.

 

Selain dari DPR, kritik pun juga datang dari pengamat kebijakan publik, Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah yang menganggap pemerintah membuat aturan yang mengada-ada. Seharusnya, pemerintah meningkatkan transparansi pengelolaan BPJS Kesehatan dan pelayanannya untuk menarik masyarakat menjadi peserta, bukan malah memaksa BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah. Akibatnya, Trubus menganggap adanya kewajaran apabila masyarakat menduga-duga kebijakan ini dalam rangka membiayai proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru. (bogor.tribunnews.com 20/02/22)

 

Sejumlah warga pun mengatakan kebijakan pemerintah terkait kartu BPJS tersebut kurang tepat dan justru dapat menghambat. Semestinya proses pembuatan SIM dan keperluan lain tidak dibuat rumit agar masyarakat lebih mudah dalam mengurusnya. Disamping itu juga tidak adanya korelasi antara kartu BPJS dengan pembuatan SIM dan keperluan lain. Sehingga hal ini terkesan memaksakan kepada masyarakat padahal semestinya menjadi kebebasan masyaratkat untuk memilih. (www.cnnindonesia.com 21/02/22)

 

Tidak mengherankan, pemerintah mengeluarkan sejumlah aturan baru terkait keanggotaan BPJS yang diberlakukan mulai Maret 2022. Karena sebelumnya beberapa kali sempat melakukan hal yang sama namun belum dapat direalisasikan. Kini aturan tersebut malah melebar hingga persyaratan keberangkatan umrah/haji dan jual beli tanah. Padahal tidak ada keterkaitan antara jaminan kesehatan dengan berbagai keperluan tersebut. Sehingga tidak dipungkiri jika aturan tersebut bersifat memaksa dan memberatkan masyarakat.

 

Seperti yang telah menjadi rahasia umum bahwa pengguna pelayanan jaminan kesehatan baik JKN maupun BPJS dipandang sebelah mata oleh fasilitas kesehatan. Karena tunggakan biaya yang dibayarkan pemerintah menjadikan beberapa rumah sakit pun enggan melayani masyarakat dengan kartu BPJS. Pelayanan kesehatan yang diberikan pun tidak memadai, jika masyarakat menginginkan fasilitas lebih baik maka harus naik kelas. Tentu hal ini memerlukan biaya tambahan diluar premi bulanan. Belum lagi kewajiban premi tersebut dibebankan kepada masyarakat setiap bulannya tanpa ada keringanan ketika kesulitan membayar.  Justru terdapat denda yang semakin membesar sebagai konsekuensinya.

 

Sederet dilema jaminan kesehatan membuat tidak sedikit dari masyarakat enggan menjadi bagian keanggotaan. Karena beranggapan tidak jauh berbeda ketika menjadi peserta BPJS atau tidak. Justru lebih merasa dihargai ketika bukan menjadi peserta. Kebijakan pemerintah terkait JKN ataupun BPJS alih-alih memberi jaminan layanan kesehatan justru membebani rakyat. Adanya kewajiban asuransi dan premi bulanan yang menyulitkan pemenuhan kebutuhan lainnya.

 

Terlihat jika negara ibarat penjual yang mempromosikan layanan kesehatan, sementara masyarakat sebagai pembeli yang tertekan karena tidak mempunyai pilihan. Hal ini terjadi karena negara gagal dalam mengelola perekonomiannya sehingga tidak mampu menjamin apalagi memfasilitasi layanan kesehatan terbaik untuk rakyat. Tidak lain akibat diterapkannya sistem kapitalisme yang hanya berorientasi pada keuntungan semata. Anggaran kesehatan tidak digunakan sesuai peruntukannya. Justru terjadi defisit anggaran namun tidak ada kejelasan bahkan rakyat pun tetap kesulitan menanggung kerugian.

 

Padahal seharusnya kesehatan menjadi tanggung jawab negara. Namun, hal ini tidak mungkin terjadi pada negara penganut kapitalis. Kondisi semacam ini hanya dapat terwujud ketika sistem kapitalis dicampakkan dan diganti dengan sistem Islam, satu-satunya wahyu Allah swt untuk seluruh makhluk-Nya. Di dalam sistem Islam, pelayanan dan fasilitas kesehatan terjamin untuk semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali. Tidak ada perbedaan kelas apalagi kewajiban membayar premi bulanan dan denda yang memberatkan. Negara akan berupaya memberikan jaminan kesehatan terbaik melalui anggaran negara yang diatur sedemikian rupa baik pemasukan maupun pengeluarannya.

 

Islam menjadikan kemaslahatan masyarakat sebagai tujuan yang semestinya dicapai oleh negara. Pemimpin dalam Islam akan membuat kebijakan yang sesuai dengan syariat Islam dan tidak melenceng sedikitpun. Karena jaminan kesehatan masyarakat bagian dari amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir lagi.

 

Inilah yang semestinya diperjuangkan oleh seluruh masyarakat. Penerapan syariat Islam secara kaffah akan mendatangkan nikmat yang berlimpah. Allah swt berfirman : “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Al A’raf : 96).

 

Wallahu’alam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *