Haruskah Sekolah Dimulai, Kala Pandemi Belum Usai?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Hana Salsabila AR (Komunitas Setajam Pena)

Kemendikbud berencana membuka sekolah pada pertengahan Juli mendatang. Hal ini menyebabkan kerisauan ditengah para guru dan wali murid. Seperti diungkapkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan. Ia meragukan koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang terlihat tak sinkron dalam penanganan corona. Jika ingin membuka sekolah di tahun ajaran baru, itu kabar baik. Tapi [datanya] harus betul-betul [tepat], mana [daerah] yang hijau, kuning, merah.” (CNNIndonesia.com, 9/05/2020)

Meski pemerintah telah menyatakan bahwa rencana pembukaan sekolah kembali hanya berlaku bagi daerah-daerah yang sudah zona aman. Namun ternyata hal ini masih belum cukup, sebab belakangan ini koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemda terkait data covid-19 tidak sinkron, karena masing-masing terkadang memegang hasil yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi pusat prihatin para guru, dan wali murid, khawatir jikalau siswa atau guru sendiri yang terkena imbasnya.

Padahal menurut beberapa sumber terkait data Covid-19 ternyata masih banyak wilayah yang masih belum hijau, justru zona kuning dan merah makin hari makin bertambah. Tercatat Jakarta masih menempati posisi pertama dengan jumlah 5.190 kasus, posisi kedua Jawa Timur dengan 1.502 kasus dan ketiga Jawa barat dengan 1.437 kasus. (CNNIndonesia.com, 11/05/2020)

Hingga saat inipun situasi juga masih saja belum membaik, yang ada malah semakin memburuk. Mulai dari daerah-daerah yang kekurangan APD sampai masyarakat yang kesusahan karena social distancing ala pemerintah. Bukan sebab apa, namun masyarakat yang terkadang masih abai terhadap seruan #stayathome disebabkan mereka butuh kerja. Seandainya mereka tidak kerja, terus mereka makan apa dirumah? Ibarat dikandangin tapi tidak dikasih makan, tersiksa.

Maka dari sinilah seharusnya pemerintah segera menjalankan pengetesan terhadap seluruh masyarakatnya. Tapi apa? Jangankan menjalankan, bukankah pemerintah sendiri bilang yang dia kekurangan APD dan alat tes. Bahkan untuk biaya masyarakat tes saja mahalnya bikin pening kepala. Masyarakat bukannya dipermudah malah dipersusah. Alhasil masyarakat yang kekurangan tidak bisa menjalani tes. Menderita, sudah kerja susah mau tes pun dibikin susah pula.

Demikianlah kelalaian pemerintah yang seharusnya lebih diperhatikan kembali. Bukankah seharusnya kebutuhan masyarakat lebih diprioritaskan ketimbang urusan yang lain? Dengan pemerintah membuka sekolah, maka hal itu justru hanya akan menambah masalah baru. Pasalnya situasi yang masih belum bisa dikatakan aman, ditambah masalah ditengah masyarakat yang terus bertambah.

Pemerintah justru lebih sibuk dan khawatir dengan keadaan ekonomi yang kian memburuk akibat dari wabah yang berkelanjutan. Terbukti dari kebijakan yang dibuat seringkali lebih menguntungkan dari sisi ekonomi, sementara masyarakat jadi terbengkalai. Sebab memang demikian yang terjadi di sistem Kapitalisme saat ini. Solusi dan kebijakan yang dibuat seakan-akan berpihak pada kepentingan masyarakat, padahal itu hanyalah berkedok pada kepentingan ekonomi yang ujung-ujungnya para kapitalis belaka.

Islam memberikan solusi yang solutif untuk menangani berbagai masalah yang melanda negeri kita hingga saat ini. Prioritas Islam terletak pada kesejahteraan rakyatnya. Dalam negara Islam, walau proses karantina dijalankan namun masyarakat nya tidak dibiarkan terbengkalai. Masyarakat tetap diurus dan dijamin kebutuhannya oleh negara. Sekaligus keadaannya benar-benar diawasi dan diperketat penjagaannya.

Tidak seperti saat ini, masyarakat dikarantina namun kebutuhan pokok dibiarkan menjadi urusan setiap individu rakyat. Keadaan justru dipersulit, kebijakan yang dibuat pun berbelit-belit. Terakhir rakyat kembali yang terkorbankan, sungguh sakit.

Dalam Islam, pemimpin menjalankan kewajiban mengurusi urusan rakyat dengan keimanan. Hanya mengharap ridho Allah SWT semata. Bukan penilaian manusia apalagi demi pencitraan semata.
Wallahu’alam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *